Aku melepas anakku berlumpur ria di tengah hutan kecil yang sebentar lagi akan habis.
Menghitung pohon besar yang tumbang satu persatu. Mencermati suara deru mesin gergaji dan robohnya pohon durian berbatang besar. Kehijauan yang dulu menggelombang kini kerontang dengan pohon sawit meninggi.
Momen kasih sayang dalam sebentuk coklat hanya milik mereka. Momen kasih sayang kutepikan dengan cerita kritis tentang hilangnya cerita kancil dan harimau.Â
"Kenapa nggak ada lagi cerita Kancil dan Harimau, omak?" Anakku bertubuh coklat protes.
"Hutan telah habis. Ladang berganti perumahan. Kita sangat rakus"
"Karenanya berlombalah dengan waktu. Kaki kecil harus menapak semak duri. Meliukkan tubuh mungil di antara rimbun semak liar yang sebentar lagi akan lenyap dari bumi."
Anak sulungku menuntut komputer dan play station. "Kalau sudah punya labtop di rumah, aku pasti betah,"janjinya dengan mata binarnya. Aku hanya tertawa mengelak. Â Kukatakan padanya.
"Bermainlah dengan teman sebaya. Puaskanlah harimu, Nak dengan berlari,tertawa dan bahagia dengan teman-temanmu."
Kasih sayang bukan hanya sekedar ungkapan,"I love you!Aku sayang kamu!"apalah beratnya mengatakan tiga kata itu. Pergumulan yang lebih berat tentang bagaimana  :
Bentuk kasih sayangnya adalah : Harmoni antara waktu bermain dengan teman sebaya dan bermain dengan ayah ibu.
Adaptasi Sederhana ANak Jaman Now
Bagi ibu generasi old, menjadi anak yang santun, sopan, ramah adalah standard anak baik. Anak yang diidamkan. Kenyataan dari banyak cerita tetangga, anak zaman sekarang lebih cuek, kasar, pendiam. Bukan standard anak yang diharapkan oleh ibu seperti saya. Tapi perubahan ini harus cepat diadaptasi oleh orangtua.Â
Bentuk kasih sayangnya. Saya sedang mencoba model adaptasi sederhana bagaimana membangun komunikasi yang pas. Hukuman fisik bukan jawaban.