Mohon tunggu...
Berliana Siregar
Berliana Siregar Mohon Tunggu... Penulis - Daulat Hati, tubuh dan Rasa

Do your job Pikirkan hal-hal ringan @@##Kreatiflah@!!!

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Satu dari 10.000 Pasar Rakyat yang Ngangeninn

26 Januari 2017   17:14 Diperbarui: 26 Januari 2017   22:21 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1. Perempuan Tua dan Kehidupan

  • Bagi banyak pasar rakyat, perempuan tua adalah profil paling sering kita temukan. Dengan gelar dagangan apa adanya. Menjual berbagai hasil bumi untuk dijajakan bagi orang luas.
  • Di Tarutung, perempuan tua yang sering kutemukan adalah sosok yang sangat “Menggemaskan”. Di sebuah sudut pintu masuk pasar, ada seorang tua yang menjajakan gula merah dan pisang-pisang ranum yang masih menggantung di tandannya. Terhimpit diantara gudang kelapa yang kusam. Dia berada diantara parit yang memisahkan pasar dan rumah penduduk. Kuperhatikan orang-orang membeli gula merahnya. Ramai. Gula merah yang dibungkus dalam daun pisang coklat kering terkadang menyembul. Beliau  memiliki pelanggan tersendiri. Pisang yang dijualnya tidak dikarbit. Asli matang  sendiri. Bentuk buah padat. Rasa juga manis. Orang-orang tahu bahwa dia mengambil pisang matang/hampir matang dari para pemilik. Gula merah yang dijualnya juga terasa lembek namun asli. Tidak ada campuran kimia untuk membuat gula merah bagus kelihatan. Saat pertama melihat gula merah jualannya, saya sempat jijik. Ada beberapa lebah. Ternyata menurut pelanggan lain. Itu tanda gula merah tidak pakai pengawet.  Gulanya juga masih baru dibuat beberapa sebelumnya
  • Pasar rakyat adalah ruang bagi orang-orang kecil untuk mengaktualisasikan diri. Menjadi arena untuk bertahan hidup.Bahkan meningkatkan kualitas hidupnya. Perempuan tua lusuh, kotor, sabar dengan wajah keriput adalah wajah yang banyak kita temukan di pasar-pasar rakyat di seluruh Indonesia. Bukan hanya sekedar mendapatkan sumber uang bagi makanan. Para orangtua ini meningkatkan kualitas hidupnya melalui menyekolahkan anak-anak sampai perguruan tinggi.
  • “Parengge-rengge” dalam istilah Bahasa Batak. Dagangan yang terlihat sepele. Hanya berupa helaian gelar tikar plastik dengan dagangan apa adanya. Tetapi dari tangan-tangan ibu ini lahir anak-anak hebat.

2. Memutus Mata Rantai Rentenir/Tengkulak

Bagi banyak pasar rakyat, ada satu siklus penjualan yang cukup panjang terjadi. Hal ini membuat terkadang kita sendiri tidak yakin lagi apakah bahan pangan yang kita konsumsi masih sehat, bebas dari bahan beracun? Harganya yang super duper mahal.

Pengalaman di Pasar Tarutung, Rantai perdagangan produk yang mereka jual juga tidak terlalu panjang. Sehingga harganya relatif murah. Produknya juga segar serta rasa tentu lebih enak karena masih baru diolah. Disana kita bisa menemukan pedagang beras dengan beberapa ragam kualitas beras. Asli memang masih baru keluar dari “Pabrik penggilingan”. Beras-beras ini ditaruh dalam goni besar. Terbuka sehingga kita bisa melihat warna dan kualitas beras. Beras-beras ini masih dengan kulit ari. Belum dimasukkan dalam goni-goni bermerk. Karena memang dari petani, diambil toke kecil dan selanjutnya dijual di pasar. DIjual dalam ukuran liter bukan kilogram.

Di area luar,pasar Tarutung juga selalu lain setiap pekannya. Warna-warni sayur mayur, buah-buahan, bahan pangan lainnya tergantung sedang musim apa.

Boleh dikatakan jika terkait dengan hasil bumi (sayur-mayur, cabai,bawang,tomat, buah-buahan). Hanya ada 2-4 rantai/siklus perdagangan terjadi. Jika dilihat malah mungkin hanya 2 rantai saja. 

3. Kimiawi versus Organik

Prihatin melihat mayoritas produk pangan kita adalah hasil dari pupuk kimia.Yang jelas sangat berbahaya bagi tubuh. Bukan hanya dipasar modern, bahkan di pasar rakyat bahan-bahan pangan yang diperjualbelikan diolah dengan bahan sintetis yang berbahaya. Pewarna kimia,pengawet kimia, perasa yang berasal dari zat-zat membahayakan. Pasar tradisional juga telah menjadi satu media dimana bahan-bahan berbahaya ini dipakai secara massive.

Sebagai pengalaman berburu di berbagai pasar rakyat, di Pasar Tarutung ada nuansa organik yang selalu saya temukan. Memang beberapa bahan pangan dan kebutuhan sehari-hari jelas sudah diolah dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Tapi di berbagai tempat dan di beberapa sudut, masih saya temukan bahan organik yang tidak disentuh oleh bahan kimia.

Misalnya saya suka dengan “jika membeli kopi di pasar ini. Kita melihat langsung kopi digiling. Aromanya menyeruak. Kitapun dapat melihat biji kopi hitam dan bubuk kopi siap dibungkus. 

Salah satu sudut Pasar Tarutung, Kopi langsung digiling di pasar
Salah satu sudut Pasar Tarutung, Kopi langsung digiling di pasar
Di sisi lain, saya juga suka menemukan ibu-ibu dengan beberapa “bongkor”  susu kerbau yang sudah dimasak. Tinggal makan. Warna hijau muda dengan aroma lemak susu menggoda. Susu dibekukan yang diolah dari susu segar kerbau. Warna hijaunya diambil dari daun pepaya. Susu yang tidak dicampur bahan kimiawi apapun. Menjadi penganan khas yang ada. Bisa dimakan langsung. Bisa diolah dulu dengan dipepes/arsik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun