Mohon tunggu...
Berliana Siregar
Berliana Siregar Mohon Tunggu... Penulis - Daulat Hati, tubuh dan Rasa

Do your job Pikirkan hal-hal ringan @@##Kreatiflah@!!!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mari Berbagi Ratusan Virus Toleransi Demi Kerukunan Umat

2 September 2016   16:20 Diperbarui: 2 September 2016   18:12 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ratusan milyar virus ada di bumi ini. Virus bagi kehancuran bumi. Atau virus bagi kebaikan manusia dan seluruh isinya. Satu virus berupa update status provokatif bisa meluluhlantakkan sebuah bumi. Sebaliknya membagi virus kebaikan tentang harmonisasi, tentang hidup damai berdampingan akan mencipta bangunan-bangunan kecil yang kokoh. Dan pada akhirnya akan menjadi satu bangunan besar, sebuah gerakan toleransi yang membahana di Indonesia. Sehingga saatnya sekarang melalui media sosial, kita sebarkan, distribusikan virus-virus toleransi kita berupa kalimat, frasa, paragraph, cerpen, novel, atau bahkan ide-ide tokoh dunia soal keberagaman. Ratusan atau mungkin ribuan kata bijak yang nantinya akan menginspirasi. Berikut berbagai upaya dalam menyebarkan virus kerukunan tersebut.

1. Jangan mengupdate status yang menebar kerusuhan, updatelah status yang menebar keharmonisan

Satu kalimat rasis bisa menebar kerusuhan. Dan dampaknya bisa menghancurkan sebuah provinsi. Tapi sebuah status keharmonisan akan berdampak positip. 

2. Jangan mengupload foto biasa, updatelah foto yang menginspirasi

Sumber Gambar: coklatlava.blogspot.com
Sumber Gambar: coklatlava.blogspot.com
Sebuah foto bisa merajut kebersamaan. Karena itu media sosial baiknya dimanfaatkan untuk menebar foto keharmonisan. Trik membagi foto yang mengandung keharmonisan bisa dengan antara lain: upload foto teman, keluarga dengan warna kulit berbeda. Pakaian yang berbeda,  Berfoto bersama dengan keberagaman karakter, pakaian, simbol dan lain-lain. Saya adalah non muslim tetapi saat berkunjung ke daerah muslim, tak sungkan rasanya membeli kopiah. Tetangga saya yang non muslim merasa bahwa saya telah terpengaruh. Tapi saya jelaskan bahwa kopiah sudah merupakan jenis pakaian nasional. Peci termasuk di dalamnya. Pemahaman naif para teman, tetangga atau para kerabat soal peci.Saya jelaskan dengan hati-hati, bahwa peci juga digunakan oleh semua kalangan. Saya bagikan foto ayah saya yang memakai peci di saat hari-hari spesial. Saya bagikan foto para pejabat yang dilantik di hari-hari khusus. Semua menggunakan peci.

Kita pasti memiliki sahabat dari berbagai suku dan keyakinan. Sebarkan foto dengan mereka. Tidak harus dengan organisasi yang sama. Issu yang sama.

Tips lain adalah sebarkanlah foto-foto yang identik dengan "keharmonisan", "keberagaman', perbedaan. Saya juga melihat foto-foto teman yang menebarkan keberagaman. Misalnya foto dengan warna kulit berbeda, bola mata berbeda. Tidak harus mengumbar foto yang homogen, yang narsisnya hanya untuk kelompok/kesukuan yang sangat dominan/kelompok tertentu yang eksklusif. Dalam dunia nyata, tentu kita akan berasosiasi dnegan kelompok kesukuan, agama yang sama, almamater yang sama. Tapi baiknya di media sosial. Perbanyak nuansa keberagaman. 

Sebagai mahluk sosial kita memang ingin diakui derajatnya. Tetapi menebar berbagai aura positip di dunia maya sudah seharusnya wajib hukumnya. Saya paling heran lihat foto-foto keluarga Indonesia yang ada di luar negeri. Jarang mengupload kebersamaan dengan bule, kulit hitam dan orang asia lainnya. Yang terlihat di semua foto mereka adalah yang bermarga . Kulit berwarna, orang Indonesia. Sangat homogen. Sangat kesukuan. 

3. Menjelajah situs-situs yang meningkatkan rasa toleransi kita pada agama lain dan upload

Rajinlah berkunjung ke tempat-tempat "religius" sebagai simbol kebersamaan. Salah satu tip ini selalu saya terapkan untuk keluarga kecil saya. Mesjid Raya kota Medan menjadi pilihan saya untuk tempat merawat kerukunan. Berharap anak-anak saya akrab dengan segala macam agama yang ada di sekeliling kami. Saya juga selalu promosikan tempat ini bagi kerabat yang berkunjung ke kota kami. Hanya sekedar untuk mengenalkan betapa agama lain di luar saya juga memiliki sesuatu yang menarik. Satu simbol keterbukaan, sejarah, trademark dan memang harus menjadi satu pengakuan tentang eksistensinya. 

Saya membawa anak-anak saya ke gereja Velangkani atau kuil indah di Berastagi. Gereja Katolik Velangkani yang menyejukkan..

Dokpri: Keindahan kuil dengan keemasannya di Berastagi, Sumatera Utara
Dokpri: Keindahan kuil dengan keemasannya di Berastagi, Sumatera Utara
4. Koleksi berbagai "suvenir, pajangan" yang menunjukkan keberagaman dan uploadlah!!

Di rumah sendiri, ada identitas saya terkait dengan agama dan suku saya. Tapi tidak mendominasi. Saya suku memajang beberapa lukisan antara lain penari bali, patung dari Thailand yang identik dengan "Hindu". Saat para tamu  berkunjung. Beberapa bertanya patung budha siapakah itu? Kesempatan ini menjadi ajang bagi saya untuk menjelaskan bahwa sikap hidup budha banyak yang patut ditiru. 

5. Menulis pengalaman baik tentang perbedaan. Keindahannya, masa kecil atau menebarkannya lewat facebook atau yang lain

Saya punya boss muslim yang sejak kecil terbiasa masuk ke gereja dan ikut sekolah minggu. Kepiawaiannya berbahasa Batak mengalahkan saya. Jadi saat dia update status bahasa Batak, yang lain akan memberi respon positip. Hal ini perlu ditulis. Respon atas Ketidaklaziman" tapi masih normal dan unik ini akan menimbulkan rasa kebanggaan. Menaikkan derajat ketoleransian. Menebas batas dan sekat kerasisan yang tidak bermakna. Dan akhirnya berkutat ke soal  kebenaran semu.

Berbeda, kaya budaya, banyak rasa dan melatih kesensitifan

Saya terkadang cemburu melihat keluarga lain yang menikah dengan suku lain. Sayangnya keluarga saya mengajarkan sebuah pernikahan yang"homogen" harus dari suku yang sama, agama yang sama. Dan akhirnya kami semua menerapkannya. Saya senang melihat pasangan yang berbeda suku. Suka mendengarkan cerita-cerita adaptasi sebuah pasangan. Suka mengulas cerita tentang "kebenaran" versi A. dan salah bagi versi B.Bagi saya kebenaran itu relatif. Terkadang miris juga mendengar misalnya suku A lebih baik dari suku B. Saya hanya berpandanganbahwa semua suku baik. Lain lubuk lain padang. Lain gubuk lain ladang. Tidak saling melecehkan. Tidak merasa paling benar. Saya suka berdialog untuk mencari titik temu bahwa semua pandangan tradisional dan modern akan menemui satu titik di suatu masa dan suatu tempat.

Bagaimana respon kita terhadap berbagai status yang “terindikasi Rasis”???

  • Jangan mengomentari sebuah pernyataan yang isinya hanya untuk mengumbar kesombongan pada satu etnis tertentu.
  • Jangan mengomentari sebuah status yang isinya hanya untuk menjatuhkan etnis lain. Misalnya kasus berikut : Soal Batak dan bukan. Karena kebenaran itu relatif. Bahkan ahli sekelas sejarawan Bapak A Gonggong pun tak sanggup meganalisis persoalan itu. Kita sebagai generasi Kompasianers jangan lagi ribut hanya karena persoalan topi yang digunakan oleh presiden saat berkunjung ke Toba Samosir, tetapi sudah pada tataran yang “bermanfaat” tentang memetik makna kedatangan beliau ke tanah Batak.

Bagaimana caranya agar Peran Kita makin mantap dalam menjaga kerukunan

  • Lebih adaptif, fleksibel dan saling menerima . Hidup itu dinamis. Berputar, bergerak. Maju, mundur. Di jaman terbuka ini, apa saja bisa terjadi. Status seorang A bisa saja menghujat suku B membabi buta, tapi satu sepersekian detik bisa saja dia memuji suku B tersebut. Tak ada batasan. Karena  itu tak ada yang statis di dunia ini. Coba kita lihat berbagai status seseorang di saat musim Pemilihan Presiden. Si Polan habis-habisan menghantam lawan politik dengan menggunakan tameng rasis (menggugat agama, suku, latar belakang, keluarga, asal pendidikan) calon Mr. A. Tapi lihat sesudahnya, si Polan dengan wajah manis duduk bersanding dengan Mr. A yang menang. Sementara anda yang habis-habisan mendukung si Polan hanya bisa menonton dagelan itu. Karenanya adaptiflah, fleksibellah. Bukan berarti tidak berprinsip.Tetapi hidup  itu berubah kawan.
  • Jangan mudah terprovokasi. Telinga, mulut bahkan tangan akan terasa pedas dan menusuk ketika “wilayah privatisasi”kita diserang. Misalnya agama A suka-suka buka kedai di wilayah yang mayoritas agama C. Saat identitas kita disinggung, sepertinya aura atau urat –urat negatip di seluruh badan kita mencuat untuk memuntahkan emosi. Tapi sebagai manusia yang sudah berpikiran dan berwawasan luas serta teredukasi dengan berbagai informasi positip hendaknya aura provokasi dalam tubuh kita semakin kita kurangi. Menurut ahlinya semakin jarang aura negatif bersarang (marah, emosi, stress, dll) di tubuh kita maka usia kita akan semakin panjang. Aura positip yang tumbuh akan melahirkan hormon baik bagi kesehatan dan emosional kita.
  • Mengasah sensitifitas. Menajamkan rasa sensifitas butuh waktu lama. Berbagai macam tipe orang di dunia ini. Ada yang naïf, ada yang kritis tapi membangun, ada yang radikal. Sebagai warga Negara yang baik tentu kita harus berfungsi menetralisir situasi-situasi dan menghadapai berbagai karakter manusia yang ada di sekeliling kita.
  • Check list daftar  friends anda di media social. Jangan sungkan Men ”Delete/hapus/remove” orang-orang yang menurut anda suka menebar pernyataan-pernyataan   yang aromanya berbau SARA. Kita tidak butuh teman dengan tipe seperti itu. Walaupun dia satu almamater sekolah dengan anda.
  • Mulai sekarang tetapkan dalam hati bahwa salah satu prinsip hidup anda adalah “Menghindari nuansa SARA “. Itu sudah keharusan, coba cek disyarat di blog Kompasiana. Kutipan “ Tulisan tidak mengandung unsur SARA atau berisikan informasi negatif mengenai sebuah merek, produk, jasa, layanan, lembaga, atau individu.” selalu menjadi satu syarat mutlak menulis blog di Kompasiana. Sudah keharusan. Wajib hukumnya. Apapun status anda, agama anda, seberapa kayapun anda. Salah satu saran misalnya dengan “No SARA” di closing statement email anda (signature).  Saat mengirimkan email pada satu orang yang berbeda anda telah menebar satu virus positip. Artinya membangun satu desain kehidupan yang lebih toleran di masa datang. Sehingga tak terdengar lagi Mesjid dibakar, vihara dibakar, gereja dibakar dan lain sebagainya.
  • Petiklah/Quote berbagai kata bijak dari tokoh kelas dunia soal keharmonisan. Atau status-status menenangkan teman/sahabat kita di facebook
  • Bagikan status teman yang menebarkan "kesejukan" dalam menjaga kerukunan umat beragama, suku, golongan atau RAS.  Kesejukan pasti akan menuai angin sepoi dengan jiwa tenang dan spirit terjaga secara baik

Nah.. sekarang mari beraksi, lawan virus kerusuhan dengan kedamaian. Provokasi dengan kebajikan. Karma buruk dengan karma baik. Maka kerukunan akan terawat, kelanggengan akan terjaga. Dan gunung keharmonisan akan semakin tinggi. Tentu untuk Indonesia yang lebih  toleran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun