Masih terbayang oleh Qadir, bagaimana bahagianya mendengar berita kelulusan anaknya tahun lalu. Dari hampir 800.000 peserta UTBK, hanya 185.000 yang diterima.
Anaknya termasuk salah satu yang diterima di Universitas ternama di Kota Padang, tepatnya Fakultas Ilmu Keolahragaan. Bukan tanpa alasan ia mengambil jurusan itu. Ia takut belajar matematika. Jangankan belajar, mendengar kata matematika saja telah membuat aslam (asam lambung) naik, hehe...
Qadir, yang hanya tamat SD, termasuk golongan orang kampung yang masih mempercayai perlunya kuliah, sedang sabagian yang lain masih menganggap sekolah hanya buang duit.
Sudahlah mahal, takada jaminan pekerjaan. Istilah orang kampung saya "menghabis-habiskan umur", sadissss!
Alasan Qadir sederhana. Jika sarjana saja susah dapat kerja, apalagi yang tidak sekolah (wowww..., kadang pikiran Qadir hebat juga ya, setara tamatan S-2)
****
Malam itu Qadir sedang goyang-goyang kaki di  warung kopi. Tiba-tiba seseorang menanyakan perihal Li-el, anak lelakinya, anak kebanggaannya
"Bagaimana kabar bujangmu?"
"Alhamdulillah...sehat. sekarang masih ujian semester dua, masih sisa satu mata kuliah lagi yang belum diujiankan, setelah itu baru pulang kampung. Semester kemaren IPK nya 3.5, padahal sibuknya mintak ampun. Pagi kuliah, malam jaga konter pulsa buat tambahan uang belanja"
Tahukan..., bagaimana kebiasaan Qadir, jika ditanya perihal anaknya, mulutnya berbusa-busa, sulit berhentinya. Ia bahkan menjelaskan hal yang tidak ditanyakan.
Mungkin lantaran Li-el anak laki-laki tertua dan anak pertama yang baru kuliah.
***
Li-el sangat paham tabiat ayahnya yang sebegitu berbunga-bunganya menyambut kepulangan anaknya, hingga beritanya disebar ke sanak saudara, tetangga, atau sesiapa yang mengajaknya bicara di warung kopi
Untuk mensiasati, Li-el pulang lebih awal, tanpa  memberi aba-aba. Berangkat Minggu pagi, sore telah berada di bibir pintu rumah
***
BEGINI KEBIASAAN MASYARAKAT DI KAMPUNG KAMI, KENAGARIAN AIA BANGIH, PASAMAN BARAT, SUMATERA BARAT DALAM MENYAMBUT PERANTAU YANG PULANG KAMPUNG
Qadir teramat bahagia. Akhirnya anaknya datang juga, setelah satu semester dikarantina di Padang demi memperjuangkan impiannya
Awal kedatangan Li-el, tetangga kiri-kanan menyambutnya, ada yang salaman, ada yang duduk sambil menanyakan kabar, yang lainnya hanya lirik kiri kanan
Secepat kilat, Qadir wara-wari ke rumah saudara, terjadi pesan berantai pada saudara yang lain. Malam itu seluruh handai tolan ngumpul. Mungkin rindu, atau penasaran dengan Li-el yang wajahnya semakin bersih, kulitnya sedikit terang lantaran aktivitas yang hanya dari rumah ke kampus. Dari kampus ke konter pulsa untuk bekerja. Nyaris kulitnya tak disentuh matahari.
Malam itu Qadir senang bukan kepalang, terbayar lunas kelelahannya melaut tiap malam, menghadang ombak besar, angin kencang, dinginnya malam  Seluruh handai tolan takada yang dibolehkan pulang sebelum acara makan, dengan menu andalan rendang udang, yang merupakan masakan kebanggaan kedua setelah gulau hiu bagi masyarakat Kenagarian Aia Bangih yang terletak di ujung Pasaman Barat, Sumatera Barat
***
Memasuki hari ke empat, Li-el ingin mengulang kenangan masa-masa kecilnya dulu berkumpul di Masjid bersama teman sepantaran.
Di kampung kami, kalau ingin ngumpul hanya ada beberapa tempat. Kalo nggak di kedai kopi, kemungkinan di Masjid, atau di rumah.
"Wooooi..masih belum balek Padang buyung?balek lagi...ngapain lama-lama disini. Kampung kita akan tetap begini-begini... Yang rajin akan pergi melaut mencari ikan, yang malas tetap akan goyang-gayang kaki di warung kopi, yang mau kuliah sepertimu akan tetap belajar memperjuangkan mimpinya, yang kebablasan tetap kebablasan, mungkin kecanduan, mungkin hanya memainkan gawai seharian, dari pagi sampai malam, untuk sebuah game online, yang menjadi penyebab pertengkaran dengan Ayah Ibunya. Lupa makan, lupa shalat, takmau bekerja, lebih suka berkurung di kamar
***
Memasuki hari ke tujuh, orang -orang kampung sudah mulai cuek dengan Li-el, dari awalnya penasaran dan pernuh pertanyaan, lalu di.hari ke empat penuh keheranan kenapa masih belum balek ke Padang, hingga puncaknya di hari ke tujuh mereka lebih menginginkan Li-el kembali ke Padang
Handai tolan mulai membawa buah tangan, entah bentuk halus untuk kembali ke Padang, atau  tanda penghormatan pada orang rantau
Inilah rahasia, kenapa orang-orang rantau kami, jika pulang, enaknya hanya seminggu, durasi waktu yang paling pas untuk dielu-elu, sisanya, kalau bukan kita yang bosan, berkemungkinan orang kampung yang taklagi penasaran, sadisss!
***
Hingga ada sebuah anekdot
Awal pulang ditanya "Kapan datang"
Tiga hari ke depan heran "Masih belum pulang"
Kalau sudah seminggu " "Pulanglah lagi" hehe...ngusir ya...
***
Cerita ini hanya fiksi
Air Tawar, Padang, Â 25 Juli 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H