Mohon tunggu...
Matthew Sirait
Matthew Sirait Mohon Tunggu... Lainnya - Cendekiawan

Mencari kebenaran pada setiap waktu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyembah Tuhan tapi Harus Bayar

6 November 2022   18:30 Diperbarui: 6 November 2022   18:53 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hari Sabtu, 5 November kemarin, sebuah perhelatan bertajuk live worship telah diadakan di salah satu daerah terstrategis di Ibu Kota. Tentunya, malam penyembahan ini menjadi pelepas rindu bagi masyarakat, khususnya umat kristiani, yang ingin mengangkat puji-pujian bersama sahabat, teman, atau pun keluarga secara akbar.

Akan tetapi, sangat disayangkan, you name it entah live worship atau worship night tersebut memungut biaya dari para umat yang haus akan puji-pujian bersama tersebut.

Banyak pertanyaan yang akhirnya muncul dalam benak saya. Namun, pertanyaan inilah yang menjadi concern utama: "Bukankah semua orang memiliki hak untuk menyembah Tuhan? Kalau iya, kenapa harus bayar?"

Ditambah lagi, labelling tiketnya pun beragam kastanya, dari kategori blue 200k sampai platinum 500k. Terdapat 5 kategori, termasuk 2 kategori sebelumnya, yang masing-masing kategori memiliki selisih 75k.

Dalam sejarah, tercatat sejumlah peristiwa penting di mana umat gereja terkait masalah uang dalam praktik penyembahan.

Pertama, kita pasti ingat praktik pemisahaan yang diberlakukan di bait Allah sehingga hanya imam-imam yang telah diurapi saja-lah yang dapat masuk. Seolah-olah, hanya mereka yang bisa berinteraksi langsung dengan Tuhan.

Selain itu, sebagian mungkin lupa akan motivasi awal dari pemrotes gereja lama yang mengharuskan para umat untuk membayar sejumlah uang agar praktik pertobatan dapat dilakukan atas mereka.

Menurut saya, ada baiknya penyelenggara konser memerhatikan pemberian judul untuk acara yang mereka hendak selenggarakan. Worship seharusnya adalah praktik yang dapat dilakukan oleh seluruh umat tanpa secara langsung atau pun tidak langsung dipengaruhi latar belakang mereka, khususnya sosial ekonomi. Mungkin, judul yang menurut saya lebih tepat adalah langsung memberikan penekanan pada konser (e. g. See The Light Concert) dan tidak perlu ada embel-embel worship.

Bayangkan, ada umat yang terdorong karena melihat iklan live worship tersebut, namun harus menguburkan keinginannya karena melihat harga tiket masuk yang kurang terjangkau setelah memperhatikan detil dari acara tersebut misalnya. Artinya, ada orang-orang di luar sana juga yang terhalang dari kesempatannya untuk ikut serta dalam puji-pujian.

Solusi yang mungkin bisa saya tawarkan adalah melalui persembahan. Zaman sekarang, sejumlah metode transfer, termasuk QRIS, dapat diberdayakan untuk mengumpulkan persembahan. Setiap umat dapat memberikan persembahan sesuai dengan kerelaan hati tanpa harus dikotak-kotakkan ke dalam salah satu kategori.

Harapannya, tulisan ini bisa menjadi bahan pertimbangan untuk penyelenggaraan acara yang berikutnya. Terima kasih telah membaca. God bless!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun