Barangkali, para pria jenis lain kurang menyukai contoh demikian. Sejati bagi wanita, bisa jadi jatah bagi umumnya pria lain. Mumpung masih muda, bila ditinggal mati pasangan. Ini kesempatan lagi, "menikah ulang?"
Ah! Wanita jangan berprangka buruk dulu tentang itu. Logika pria dan wanita berbeda dalam menghadapi kesendirian, kejauhan, dan kematiaan.
Kalau Anda amati dalam peristiwa ada kematian. Umumnya, wanitalah yang banyak menangis, sedih, dan duka meskipun itu hanya tetangga mereka.
Sedangkan umumnya pria, berkombur, bercerita lain yang aktual tentang hobi atau bisnis. Diselengi bahkan dengan tawa yang terdengar ke ruang musibah meninggal. Untuk dikedip yang lebih tua agar lebih empati. Baru, insyaf dia?
Begitupun tampak kuatnya pria menghadapi duka atau musibah meninggal, sedangkan wanita larut sedih.
Dalam kenyataannya, justru para wanitalah paling kuat hidup sendiri, berpisah, berjauhan, bahkan ditinggal mati suaminya. Si istri tahan hidup sendiri dengan penuh ketabahan.
Sedangkan umumnya pria yang tampak kuat itu, menjadi lemah dalam kediriaan, kesendirian, kejauhan, apalagi ditinggal mati istrinya.
Maka, suami yang tergolong muda secara anekdotal di daerah dikatakan. Sejak masih istrinya yang meninggal didatangi pentakziah atau penjiarah, pria yang baru duda sudah mendata para penziarah wanita. Berharap salah satunya bisa menjadi pasangan?
Barangkali, itulah satu karunia atau rahasia Tuhan pada perempuan. Usia rata perempuan jauh lebih panjang daripada laki-laki.
Tak percaya, silakan data di kampong, desa, kelurahan, kecamatan, kabupaten, kota, provinsi, pusat, nasional, dan internasional. Secara kasat mata yang manula lebih banyak kita lihat nenek, bukan kakek?
Jadi, jika dalam kematian saja wanita lebih cenderung berempati dan berbagi sedangkan laki-laki berpura kuat. Maka wajarlah kalau kemudian, para wanitalah yang paling sanggup mencintai pasangannya, bahkan dalam kejauhan sekalipun.