Siapa yang tak kenal dengan presenter Najwa Shihab dalam program "Mata Najwa?" Wanita 42 tahun ini menilai DPR justru terkesan tidak serius dalam mencari solusi agar persoalan Covid-19 di Indonesia segera teratasi.
Kontan saja kritik Najwa mendapati reaksi keras dari DPR, misalnya, anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan meminta Najwa Shihab meminta maaf kepada DPR secara institusional atas kritik yang dilayangkan sebelumnya.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Habiburokhman menjelaskan DPR bekerja sesuai dengan fungsinya dalam bidang pengawasan, penganggaran, dan legislasi. Ia pun menyebutkan, DPR bekerja ekstra dengan membentuk Satgas Lawan Covid-19 yang merupakan inisiatif DPR.
Senada dengan itu, anggota DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani mempertanyakan kesarjanaan hukum Najwa, yang tak tahu kewajiban DPR.
Berbeda dengan itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon menilai kritik Najwa biasa saja.
Lalu, banyak orang kemudian yang tampaknya berpihak kepada Najwa dan beranggapan negatif kepada anggota DPR? Meskipun demikian, ada baiknya menyilang pendapat juga agar Najwa mau belajar dari kritik DPR terhadap dirinya.
Barangkali bagi sebagian orang, pernyataan atau pertanyaan yang diajukan Najwa sangat tajam dan kritik terhadap nara sumbernya? Namun, sebagai manusia biasa bagaimana rasanya, Najwa juga kalau dicecer dengan pertanyaan serupa.
Sesungguhnya saat Najwa diinterview Deddy Corbuzier dimprogram "Hitam Putih" Najwa sedikit tampak agak sedikit grogi? Ya, begitulah sisi manusiawi kita ketika kita yang mengajukan pertanyaan tampak lebih percaya diri daripada penjawab. Sebagaimana banyak orang, bahkan yang mengerti hukum saat dihadapkan dengan penyidikan polisi misalnya, sedikit banyaknya rasa cemas dapat muncul?
Tentu saja, Najwa dengan posisinya presenter Mata Najwa, apalagi ditempatnya bekerja sebagai jurnalis MetroTV yang cenderung kritis. Meski belakangan kalau dihadapkan dengan TVOne misalnya dalam Pilpres 2014? Tampak jelas blok kedua Tv itu?
Najwa sesuai dengan karakter dan kecenderungannya cocoklah sebagai presenter politik yang menginterview politisi secara tajam. Sebagaimana juga perawakan bagian mata yang tampaknya pas melototi peristiwa politik secara tajam?
Masalahnya, setajam apapun mata Najwa terhadap nara sumbernya? Tetapi, Najwa jauh berbeda dengan Tukul Arwana dalam acara "Empat Mata?" Setelah ditegur KPI karena percakapan Empat Mata Tukul dianggap cukup vulgar? Tukul mengubah nama menjadi, "Bukan Empat Mata?" Belakangan Tukul mengganti nama acaranya, "Baru Empat Mata?" Setahu saya, Tukul jauh lebih awal menggunakan kata "Mata" dalam program acara TV dibanding Najwa?
Lalu, apa yang paling membedakan "Mata Najwa" dan "Empat Mata Tukul?" Secara sederhana saya katakana, dalam Mata Najwa lebih banyak membuat pertanyaan tajam pada nara sumbernya sampai terkuak ke publik?
Sedangkan dalam Empat Mata Tukul Arwana, arwah atau ruh acaranya lebih banyak kritik pada dirinya daripada kepada orang lain atau nara sumbernya? Misalnya, bagaimana Tukul tampaknya membuat lucu bagian mulut dan gigi depannya?
Orang akan mengatakan Najwa bahasannya terlalu serius sehingga Mata Najwa pun terbawa dengan itu. Najwa cocok bagi yang kita-kita ini yang berwajah serius dan punya perhatian politik, satire politik. Sedikit mungkin menambah citra negatif politisi di mata publik. Setidaknya menaikkan sedikit sikap pesimistis. Sebuah cara menaikkan tensi kritik dalam system demokrasi.
Berbeda dengan Mata Tukul, ia mempunyai segmen pasar hiburan yang membuat penontonnya tertawa terpingkal-pingkal. Acara Tukul mengocok perut, barangkali sebagai hiburan masyarakat mendengar politisi di tengah acara Najwa?
Terlepas dari kelebihan dan keterbatasan Mata Najwa dan Mata Tukul, rasanya perlu saling melengkapi Najwa jangan sampai buta kritik. Padahal, dia gemar kritik orang, DPR. Maka dalam hal itu, Najwa perlu belajar ke Tukul terkait dengan kritik diri sendiri, atau humor yang berkaitan dengan diri sendiri. Sedangkan Tukul kalau mau, mungkin dapat belajar serius kepada Najwa.
Jadi, jika ruh Mata Najwa kritik pada nasa sumber interviewnya, sedangkan Mata Tukul, arwahnya kritik diri sendiri atau humor diri sendiri, bukan satire kepada orang lain?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H