Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mata Najwa Buta Kritik, Mata Tukul Arwahnya Kritik?

11 Mei 2020   10:36 Diperbarui: 11 Mei 2020   10:59 2187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lalu, apa yang paling membedakan "Mata Najwa" dan "Empat Mata Tukul?" Secara sederhana saya katakana, dalam Mata Najwa lebih banyak membuat pertanyaan tajam pada nara sumbernya sampai terkuak ke publik?

Sedangkan dalam Empat Mata Tukul Arwana, arwah atau ruh acaranya lebih banyak kritik pada dirinya daripada kepada orang lain atau nara sumbernya? Misalnya, bagaimana Tukul tampaknya membuat lucu bagian mulut dan gigi depannya?

Orang akan mengatakan Najwa bahasannya terlalu serius sehingga Mata Najwa pun terbawa dengan itu. Najwa cocok bagi yang kita-kita ini yang berwajah serius dan punya perhatian politik, satire politik. Sedikit mungkin menambah citra negatif politisi di mata publik. Setidaknya menaikkan sedikit sikap pesimistis. Sebuah cara menaikkan tensi kritik dalam system demokrasi.

Berbeda dengan Mata Tukul, ia mempunyai segmen pasar hiburan yang membuat penontonnya tertawa terpingkal-pingkal. Acara Tukul mengocok perut, barangkali sebagai hiburan masyarakat mendengar politisi di tengah acara Najwa?

Terlepas dari kelebihan dan keterbatasan Mata Najwa dan Mata Tukul, rasanya perlu saling melengkapi Najwa jangan sampai buta kritik. Padahal, dia gemar kritik orang, DPR. Maka dalam hal itu, Najwa perlu belajar ke Tukul terkait dengan kritik diri sendiri, atau humor yang berkaitan dengan diri sendiri. Sedangkan Tukul kalau mau, mungkin dapat belajar serius kepada Najwa.

Jadi, jika ruh Mata Najwa kritik pada nasa sumber interviewnya, sedangkan Mata Tukul, arwahnya kritik diri sendiri atau humor diri sendiri, bukan satire kepada orang lain?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun