Lalu, apa yang paling membedakan "Mata Najwa" dan "Empat Mata Tukul?" Secara sederhana saya katakana, dalam Mata Najwa lebih banyak membuat pertanyaan tajam pada nara sumbernya sampai terkuak ke publik?
Sedangkan dalam Empat Mata Tukul Arwana, arwah atau ruh acaranya lebih banyak kritik pada dirinya daripada kepada orang lain atau nara sumbernya? Misalnya, bagaimana Tukul tampaknya membuat lucu bagian mulut dan gigi depannya?
Orang akan mengatakan Najwa bahasannya terlalu serius sehingga Mata Najwa pun terbawa dengan itu. Najwa cocok bagi yang kita-kita ini yang berwajah serius dan punya perhatian politik, satire politik. Sedikit mungkin menambah citra negatif politisi di mata publik. Setidaknya menaikkan sedikit sikap pesimistis. Sebuah cara menaikkan tensi kritik dalam system demokrasi.
Berbeda dengan Mata Tukul, ia mempunyai segmen pasar hiburan yang membuat penontonnya tertawa terpingkal-pingkal. Acara Tukul mengocok perut, barangkali sebagai hiburan masyarakat mendengar politisi di tengah acara Najwa?
Terlepas dari kelebihan dan keterbatasan Mata Najwa dan Mata Tukul, rasanya perlu saling melengkapi Najwa jangan sampai buta kritik. Padahal, dia gemar kritik orang, DPR. Maka dalam hal itu, Najwa perlu belajar ke Tukul terkait dengan kritik diri sendiri, atau humor yang berkaitan dengan diri sendiri. Sedangkan Tukul kalau mau, mungkin dapat belajar serius kepada Najwa.
Jadi, jika ruh Mata Najwa kritik pada nasa sumber interviewnya, sedangkan Mata Tukul, arwahnya kritik diri sendiri atau humor diri sendiri, bukan satire kepada orang lain?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H