Apapun jenis kata, bahasa, istilah, dan ungkapannya, kita pasti pernah merasakan cemas, takut, gelisah, anxious, worry, qalaq, khawatir, waswas, khauf, dan sifat-sikap berlebihan sinonim lainnya dengan cemas?
Kenapa cemas? Jawaban di sini nantinya lebih bersifat personal, yang pernah mengalaminya dan berupaya menyelaminya untuk kemudian dikelola dengan baik.Â
Jadi, jawaban ini bersifat pribadi dan subjektif, tetapi tentu saja karena kecemasan bersifat umum dan barangkali juga universal dalam arti pernah dialami umumnya manusia dari laki-laki, perempuan, warna kulit, suku, budaya, etnis, dan bangsa yang berbeda, tetapi sama mengalami kecemasan.
Sekali lagi, ini lebih bersifat personal ketimbang profesional psikolog. Tapi jangan menyepelekan cara personal, sebab yang sifatnya pribadi juga gejala umum. Sehingga psikolog terbaik adalah diri sendiri. Sebab, bahkan banyak psikolog lebih bermasalah daripada pasien atau kliennya, sehingga dengan begitu, ia dapat menangani masalah orang.Â
Ini tidak berarti, menderita dulu baru psikologl. Tapi, ya semacam refleksi diri, psikolog paling profesional pun masih mengalami keterbatasan, untuk kerendahan hati.
Jadi, saya lebih banyak memanfaatkan penulisan ini sebagai guru. saya menganalisis diri saya. Data tambahan sebagai guru, saya berhadapan dengan banyak peserta didik dari tingkat dasar hingga mahasiswa perguruan tinggi.Â
Setelah saya mengamati ada banyak rasa cemas, takut yang dialami oleh para siswa saya. Meskipun mereka para siswa, sama saja yang dialami anak-anak juga banyak dirasakan orang dewasa kalau kita dengan jeli lebih teliti mengamatinya.
Karena jenis kecemasan bermacam-macam, seperti daftar menu makanan, minuman di restoran. Setiap orang memiliki ragam dan tingkat kecemasan berbeda. Misalnya, ada orang mencemaskan dirinya di depan umum. Ada orang yang cemas berpidato. Ada orang bisa cemas kalau bertemu dengan pihak tertentu. Ada orang cemas terkait dengan rumah, uang, mobil, kerja. Ada orang cemas terkait dengan pasangan, anak, dan mertua. Ada orang cemas dengan masalah kesehatan. Sehingga detak atau debaran jantung langsung dibayangkannya "penyakit jantung?" Padahal, mungkin jatuh cinta saja!
Coba perhatikan, banyak pelajar atau bahkan mahasiswa sesaat menunggu sidang skripsi, saya mengamati banyak yang bolak-balik ke wc atau toilet, mungkin karena rasa cemas sampai membuat mereka beser dan "menceret?" Karena mereka membayangkan sidang skripsi seperti Masito di hadapan Raja Firaun?
Ada kawan saya yang pernah "jatuh cinta pada seseorang" yang pada malam harinya dia mengkhayal besok hari akan menemui langsung idolanya. Begitu siang hari, ia hanya mematung (berhala, idol) karena cemas, dan tidak kuat berhadapan dengan si dia.