Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cara Pandang

5 April 2018   12:07 Diperbarui: 5 April 2018   12:26 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber image: Gunawan Kartapranata

Cara pandang. Ada yang menyebutnya, kerangka pikir/perasaaan. Perspektif. Paradigma. Persepsi. Bagaimana manusia memandang Tuhan? Bagaimana manusia memandang dirinya? Bagaimana manusia memandang orang lain? Dan bagaimana manusia memandang dunia/alam? Cara pandang itulah yang menjadi dasar filsafat. 

Tuhan

Manusia yang tergolong baik memandang Tuhan secara sangat baik. Melalui sifat, asma/nama, dan perbuatan Tuhan. Manusia yang memandang baik Tuhan, akan memiliki sisi paling hikmah dari setiap qada-qadar Tuhan. Itulah yang kita sebut, manusia beriman, yang yakin dan berharap bahwa Tuhan selalu merahmati, mengasihi, melindungi, menolong, dan asmaul husna Tuhan lainnya. Manusia yang beriman lebih terdorong pada upaya mengamalkan sifat Tuhan daripada memikirkan wujud Tuhan. 

Misalnya, dengan meningkatkan takwa, syukur, ikhlas, tawakal, tawaduk, dan kualitas amaliah lainnya. Secara umum dan kebiasaan selalu berprasangka baik (husnuzzhan) kepada Tuhan. Bagaimanapun keadaan, kondisi, atau situasi yang dialami seorang yang beriman.

Sebaliknya, manusia yang termasuk buruk tampak menentang Tuhan. Memandang Tuhan secara negatif. Prasangkanya terhadap Tuhan berupa suuzhan, buruk sangka. Baginya, Tuhan "tidak adil." Sampai, ia banyak menghabiskan perhatian dan fokusnya suka mengeluh, menggerutu, mengkritik berlebihan, dan hidupnya selalu cemas dan tidak memilik makna.

Diri Sendiri

Ada manusia, yang tidak saja selalu memandang buruk orang lain, tetapi juga bahkan dirinya. Harga diri yang rendah dalam memandang diri dapat menjadi sumber kejahatan dan keburukan. Sebagaimana juga cara pandang diri berlebihan berharga dapat terperangkap dengan sikap angkuh, arogan, dan sombong. 

Sebagai guru sekolah, kadang saya menyelipkan selingan pertanyaan kepada siswa sederajat SLTA. Bagaimana cara pandang-mu terhadap dirimu? Mulailah dengan kata, "Saya atau aku..." Lalu, tambahkan dengan kata sifat. Contoh, saya sangat bahagia,...saya sangat baik..., saya sangat percaya diri,...saya sangat kasih,...saya sangat dermawan..., saya sangat suka memberi....Inilah di antara hal positif yang dijawab dan disisipkakan siswa.

Sebagian lain, sebaliknya berupa pernyataan negatif. Saya buruk...saya jelek...saya bodoh...saya tidak percaya diri...saya gugup....saya cemas...saya pesimis....saya merasa tak berharga. Cara pandang yang negatif ini menyusup ke sebagian siswa.

Pembaca dapat menyimpulkan dengan cara pandang yang manakah paling memberdayakan diri untuk lebih baik atau menjurus sikap buruk.

Orang Lain

Tagih saja kepada orang, bagaimana ia memandang orang lain. Mulai dari kata, "Kau atau Anda..." Lalu, tambahkan kata sifat. Contoh, kau sangat baik atau sebaliknya kau egois. Apabila, seorang memandang orang lain lebih positif, biasanya ia berpandangan positif terhadap diri. Sebaliknya, cara pandang negatif terhadap orang lain menandakan cara pandang yang negatif terhadap diri sendiri.

Dunia/Alam

Manusia yang memandang semesta sangat luas akan menunjukkan sikap dermawan dan toleran. Sebaliknya, manusia yang memandang dunia sangat sempit bisa merujuk kesempitan dirinya. Citra itu, dapat secara pelit atau sebaliknya tamak dalam kehidupan. Kini, banyak cara pandang terhadap dunia, seperti materialisme.

Dunia sangat luas, cuma sebagian tangan jahil manusia melakukan pengerusakan lingkungan yang berdampak pada bencana alam dan sosial. Semoga saja, cara kita dalam memandang dunia sebagai ladang amal baik berkontribusi positif selama hayat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun