Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wow, Ini Rahasia Santri Pesantren Sehingga Jago Berpidato dan Menulis

14 Maret 2017   17:43 Diperbarui: 14 Maret 2017   18:11 2466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Reviewer: Ghazi Alghifary

Sumber: Reviewer: Ghazi Alghifary
Sumber: Reviewer: Ghazi Alghifary
Kitab kuning menjadi buku daras pesantren. Buku teks pesantren adalah kitab kuning dengan berbagai bidang ilmu semisal di atas. Anda dapat memerhatikan bagian tengah yang dibingkai. Pada kitab kuning, sering bagian pinggir, sebelah kiri dalam contoh di atas merupakan matan (teks utama), sedangkan yang bagian dalam kotak segi empat ialah syarah atau penjelasan matan, yang berada di pinggir kiri tadi. Dalam beberapa buku, atas-bawah, kanan-kiri bisa jadi matan, teks dasar, asli, dan utama.

Sebetulnya, kalau penelitian di dunia ilmiah kerap dibubuhi catatan kaki (footnote) pada bagian bawah lembar penelitian/buku. Sungguh kitab kuning jauh lebih awal dan lengkap daripada itu semua. Malahan, tataplah pada contoh lembar kitab kuning di atas, syarahnya, catatan footnotenya yang berada di tengah jauh lebih banyak dibanding matan atau teks dasarnya.

Begitu juga, sistem yang digunakan dalam mengkaji kitab kuning ialah dhobit. Kiai mengartikan matan kitab kuning lalu santri mendhobit (membuat catatan arti tadi pada bagian atas atau bawah per kata yang belum dimengerti). Istilah mendhabit merupakan khas pesantrenan. Apalagi dallam contoh yang dikemukakan dalam kitab kuning, terutama dalam belajar nahu (tata letak kata) dan sharaf (morfologi) banyak syair sastrawi yang digunakan. Tentu saja mendukung upaya lisan dan tulisan agar santri cekatan membuat catatan pinggir. Tentu saja, pembelajaran yang baik dalam membudayakan tradisi menulis.

Dan kalau Anda mau menghitung betapa banyaknya sumbangsih tulisan ulama Islam dan sampai kini menjadi buku daras di pesantren. Ketika, kita hendak membangun pola pendidikan nasional. Sepertinya, kita tidak begitu jelas merumuskan buku teks hingga pola pendidikan sekolah. Kecuali, comot sana-sini produk luar negeri yang belum di-Indonesia-kan sesuai dengan adat nusantara.

Belakangan, sebagian orang yang tak pernah memondok pesantren mengkritik sistem pesantren. Meski secara malu-malu juga sebenarnya mencontoh pondok pesantren secara rahasia dengan adopsi sana-sini. 

Misalnya, tukang kritik pesantren mencela sistem hapalan dan tidak update di pesantren? Padahal, kalau Anda mau belajar menulis, mengarang, dan meneliti menghapal sangat membantu keberhasilan Anda. Secara pribadi, saya menggunakan hapalan dan dhabit pesantren dalam mengembangkan kemampuan menulis yang saya miliki. Saya merasakan banyak manfaat dari menghapal dan mendhabit demi kepentingan menulis kini.

Mereka yang hanya tahu mencela sistem menghapal dan mendabit, biasanya juga karena daya hapal dan dabitnya tak terlatih. Atau bahkan pelupa dan lemah ingatan sama sekali. Jadi, dengan terbiasa menghapal teks yang mau Anda tulis. Serta memberikan catatan pinggir, penjelasan terhadap suatu topik. Saya hakul yakin, insya Allah, hajat Anda menjadi pandai menulis terkabul.

Jadi, rahasia menulis orang pesantrenan ialah dimulai dari hapalan hingga dobitan. Apalagi dengan ukuran pondok pesantren di masa saya, 2x2 m dapat menambah ilham meningkatkan daya khayal dan imajinasi lebih luas. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun