Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Mau Jadi Penulis Artikel (Opini) di Koran?

3 Desember 2016   20:32 Diperbarui: 5 Desember 2016   02:24 1227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: kfk.kompas.com

Kelima, modal menyunting tulisan sendiri. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengediting tulisan; (1) Kejelasan penyusunan kalimat. Subjek dan predikatnya jelas. Yang dipentingkan diawal dan penjelasannya diakhirkan. (2) Ketelitian fakta. (3) Kesopanan artinya memeriksa secara teliti hal yang berbau sara dan bertentangan dengan negara. (4) Menggunakan Ejaan yang disempurnakan (EYD) dan menggunakan tata bahasa baku. (5) Menghilangkan kata mubazir (berlebihan), seperti bahwa, adalah, telah/sudah, untuk, dari, dan penjamakan ganda. (Rosihan Anwar, 2004: 27).

Patokan Menulis

Masih menurut, wartawan dan penulis senior, Rosihan Anwar (almarhum), dalam bukunya, “Bahasa Jurnalistik Indonesia & Komposisi.” Ia menyebutkan patokan menulis; gunakan kalimat pendek, bahasa biasa yang mudah dipahami, hindarkan kalimat majemuk, dan gunakan kalimat aktif, bukan pasif.

Sebagai tahapan menulis, menurut Sabarti Akhadiah, dan kawannya. Ada tiga hal: Pertama, pra-penulisan, pemilihan topik dan tema serta pengumpulan bahan bacaan. Kedua, penulisan. Pada tahap ini, pengorganisasian, penyusunan, dan pengetikan artikel opini. Ketiga, penyuntingan tulisan sendiri.

Di samping itu, kode etik menulis harus dipelajari, dipahami, dan diperhatikan penulis pemula. Jangan sampai, nama penulis pemula tercemarkan, sampai dimasukkan dalam “daftar hitam” media massa, karena pelanggaran etika jurnalistik.

Praktik Menulis

Tentukanlah pokok pikiran atau tema tulisan. Topik tulisan tidak terlalu luas, juga tidak terlampau sempit. Pilihlah topik yang dikuasai, sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Lalu, susunlah pokok pikiran tadi menjadi kata. Kata ke kalimat, kalimat ke paragraf. Paragraf haruslah memiliki kesatuan, kepaduan, dan kelengkapan.

Agar antarkalimat padu, misalnya. Gunakanlah penghubung antarparagraf, di antaranya; agaknya, akan tetapi, akhirnya, akibatnya, biarpun begitu, biarpun demikian, berkaitan dengan itu, dalam hal ini, dalam hubungan ini, dalam konteks ini, dengan kata lain, di samping itu, di satu pihak, di pihak lain, jika demikian, meskipun demikian, oleh karena itu, oleh sebab itu, pada dasarnya, pada prinsipnya, sebaliknya, sebelumnya, sesudahnya, sebetulnya, selanjutnya, sungguh pun demikian, dan tambahan lagi. Semua penghubung paragraf, harus diikuti tanda koma. (Lihat Pamusuk Eneste, “Buku Pintar Penyuntingan Naskah”).

Jadi, mulailah menulis! Tulislah kegembiraan, kesedihan, ketakutan, kemarahan, dan bahkan ketraumatikan Anda! Riset, Dr. Pennebaker menunjukkan sekelompok mahasiswa relawan yang menuliskan pikiran dan perasaan terdalam dan paling traumatis lebih sehat dibanding relawan lainnya yang hanya menulis persoalan sepele. Malahan tidak menulis sama sekali. Kelompok terakhir itu, justru lebih sering sakit.

Selain itu, perjalanan, pengalaman, pengamatan, dan penelitian dapat dituliskan. Hasil renungan, bacaan, dan observasi. Bahkan sepucuk surat pada perusahaan listrik setempat memberi tahu lampu di luar rumah Anda padam, saran Fatima Mernissi dari Maroko.

Nah, dari mana harus memulainya?Mulailah kini. Bisa dari belakang, tengah atau awal. Kesimpulan, judul, atau tengahnya. Tidak ada yang melarang, bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun