Mohon tunggu...
Abdul Hakim Siregar
Abdul Hakim Siregar Mohon Tunggu... Guru - guru

Guru

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Terima Kasih Dukun-ku

16 April 2014   01:35 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:38 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sewaktu Sekolah Dasar, kelas 2. Datanglah, seorang dukun ke kampung kami. Satu per satu kami anak di ramalnya. Setelah memerhatikan guratan, garis tanganku. Sang dukun berkomentar: "Kau (katanya), tidak sukses sekolahnya karena kau suka jajan." Aku kecewa juga dituduh begitu. Namun, setamat SD, aku masuk pesantren. Terutama saat mau beli sesuatu, makanan ringan di kantin: Tudingan dukun itu kerap mengiang di kupingku, "Hei kau akan gagal sekolah karena banyak jajan." Dari situ aku terus membatasi jajan. Malahan, sampai kuliah dan kini aku jarang masuk kantin kampus. Salah satu alasannya, aku kerap teringat kata-kata dukun dulu sewaktu aku kanak-kanak.

Jadi, ramalan dukun yang mungkin sepengetahuannya aku akan gagal sekolah berdasarkan guratan (rotak) tanganku. Justru kumaknai secara positif, aku harus menangkal yang diramalkan secara terbalik. Apalagi sewaktu di pesantren seorang nenek yang tak kukenal di perempatan jalan di pasar Matanggor. Nenek ini meminta kepada saya dan teman saya (Tamrin) sedekah. Kami berikan sekitar 200 ratus rupiah tahun 1994-tan. Lalu, ia membaca guratan tangan dan telapak kaki kami. Kepadaku dikatakannya, "Kau nanti pung (cucu) akan menyeberangi lautan." Maksudnya, aku diramalkannya aku merantau jauh, sampai seberang laut. Sebelum itu, tak sekalipun aku ke pinggir pantai. Aku merasa sangat bahagia dan gembira dengan ramalannya. Sebagai anak pesantren tentunya aku tahu tidak boleh percaya seratus persen pada ramalan. Tapi, ucapan nenek tua yang tak kukenal kujadikan menguatkan tekadku untuk harus merantau, sampai menyeberang lalutan, yang aku sendiri tidak tahu laut mana yang dimaksudkan nenek itu.

Sewaktu wisata perpisahan santri 1997, kami berwisata ke Berastagi Sumatera Utara. Sepulang dari situ, kami sebentar singgah ke pelabuhan Belawan. Di pinggir dermaga, tiba sebuah kapal yang hendak mendempet kapal lain untuk berlabuh. Empunya, mengajak kami untuk naik. Kebetulan akulah yang diajak duluan, kami pun menaiki kapal yang sebelumnya aku tak pernah naik kapal. Tapi, kalau sampan sejak kecil aku terbiasa naik lantaran sungai Barumun di desa kami. Di atas kapal aku sempat berseloroh dengan temanku, Tamrin dulu yang kami diramal berdua. Kukatakan padanya, "Tamrin, benar juga ramalan ompung (nenek) itu, kita kini di atas laut." Hahaha. Kami pun, tertawa sangat gembira.

Yang lebih nyata kurasa, setamat S1 tahun 2003. Aku kerap mohon izin pada ibu agar diizinkan merantau ke Jakarta. Oleh ibunda saya dirasa, ditunda dulu. Sampai nanti saya jadi PNS. Ternyata, beberapa kali aku melamar PNS gagal. Aku pun mencari beasiswa lewat internet. Beasiswa International Fellowships Program (IFP) dua tahap aku lulus. Tapi, aku kalahTOEFL. Barangkali di sinilah sebagian ramalan dukunku yang di SD, pendidikanku gagal. Tapi, kalau menurut dia karena aku buas jajan. Dan ini sudah kutangkal sejak dini. Aku menghindari kantin atau tempat jualan. Kurasa ketersendatan pendidikanku bukan karena boros, melainkan karena kemiskinanku.

Lalu, tahun 2007 aku ikut tes beasiswa Departemen Agama. Aku lulus. Dan Universitas yang kutuju adalah Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Agustus 2007 aku berangkat lewat jalur darat naik bus ALS dari Padangsidimpuan. Sesampainya di Lampung, di Bakahuni di atas kapal laut, aku seorang diri kembali teringat dengan ucapan nenek di pekan Pasar Matanggor: "Oppung, cucuku kau akan menyeberang laut." Aku termenung mengenangnya. Aku bersyukur pada Tuhan, yang mewujudkan tercapainya impianku menyeberang laut untuk menuntut ilmu ke Jogja. Kepada dukun yang tak kukenal, yang meramalkan di SD dan sewaktu aku santri, Aliyah. Aku hanya bisa berdoa: Mudah-mudahan amal baik mereka menjadi pahala dan jika mereka khilaf mendapat ampunan Tuhan. Aku sangat bersyukur pada Allah atas rahmat-Nya, aku diberi pemahaman untuk menafsiri ramalan dukun demi kesuksesan pendidikanku. Dua ramalan dukunku, kumaknai secara positif. Dukun SD-ku, kusangkal pendapatnya, sedangkan dukun MA (SMA)-ku menjadi penguat tekadku untuk merantau, hijrah. Apalagi, sepulang dari Jogja, 2009 aku lulus PNS yang menjadi doa ibuku. Haza min fadli Rabbi, libaluwani a-asykuru am akfuru. (Qs.An-Naml: 40) -Ini karunia Tuhanku, untuk mengujiku apakah aku syukur atau aku kufur.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun