Mohon tunggu...
siprianus jemalur
siprianus jemalur Mohon Tunggu... Wiraswasta - Berkontribusi bagi kemajuan daerah melalui tulisan

lahir dan dibesarkan untuk memuja kehidupan meskipun seringkali tidak bersahabat...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menunda Kematian Ibu (AKI): Sebuah Refleksi Kritis

17 Desember 2015   23:38 Diperbarui: 18 Desember 2015   01:13 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada level regulasi misalnya UU tentang perkawinan yang menmpatkan laki-laki sebagai kepala keluarga. Implikasinya sangat besar. Dalam bidang ekonomi misalnya, untuk mendapatkan pinjaman kredit pada lembaga perbankan seorang perempuan tidak bisa dengan mudah didapat kecuali atas persetujuan seorang kepala keluarga atau suami. Demikian pun dalam hal penggunaan alat kontraspesi KB. Sebagian besar alat kontrasepsi KB ditujukan kepada perempuan ketimbang laki-laki. Kedua,

Buruknya kondisi kehidupan ibu hamil pada level rumah tangga dan masyarakat serta buruknya kebijakan dan regulasi pemerintah adalah dua factor utama mengapa persoalan kematian ibu di Indonesia tetap tinggi. Betatapun bagusnya visi dan program yang dicanangkan oleh PBB baik MDGs maupun SDG terkait penurunan angka kematian ibu, sejauh tidak ditopang oleh perubahan yang besar oleh ideology patriarki di Indonesia, maka visi itu tetap tidak berhasil dengan baik. Itu berarti, dalam konteks Indonesia, jika program SDG masih menggunakan model implementasi seperti MGDS yang gagal itu, maka tidak mempengaruhi tingkat angka kematian Ibu di Indonesia.

Tawaran Solutif

Memandang persoalan kematian Ibu saat melahirkan dengan hanya mengacu pada persoalan kesehatan tentu tidak menyelesaiaknnya. Karena itu, perlu perubahan yang cukup mendasar terhadap perempuan sebagai pemilik tubuh untuk berdaualat atas dirinya sendiri dan keterlibatan laki-laki yang aktif. Relasi yang timpang dalam keluarga dan masyarakat antara perempuan dan laki-laki menjadi sangat mendesak. Selain itu, perbaikan kebijakan yang lebih berpespektif gender perlu dilakukan secara serius dan bertanggung jawab.

Jika kedua hal ini tidak dilakukan maka program untuk menurunkan aki di Indonesia tidak pernah mencapai hasil yang memuaskan. Pada level kebijakan, kiranya apa yang dilakukan oleh Finlandia kiranya perlu ditiru. Mereka memberikan cuti kepada ibu hamil juga kepada suaminya untuk memastikan proses kelahiran berjalan dengan baik. Lebih dari itu, pemerintah juga memberikan jaminan kesehatan kepada ibu melahirkan. Kebijakan ini telah membuat Ibu melahirkan dengan selamat. Tidak mengherankan Angka kematian ibu disana sangat rendah bahkan tidak ada.

Dalam masyarakat dan Negara yang ideology patriarkinya kuat, gagasan seperti ini barangkali terlihat seperti mengusik status quo. Tetapi hanya dengan demikian, narasi penderitaan dan kematian ibu di Indonesia dapat diakhiri.

Mengingat bahwa kondisi kehidupan rumah tangga merupakan factor yang paling berpengaruh terhadap jumlah kematian ibu di Indonesia, maka perubahan kehidupan dalam rumah tangga perlu dilakukan. Pertama, mengurus kehidupan rumah tangga (domestik) bukan pekerjaan kodrati perempuan tetapi adalah hasil konstruksi social dan budaya. Sebagai hasil konstruksi, ia dapat diubah. Konsekuensinya adalah bahwa suami dan laki-laki pada umumnya harus mengambil bagian dalam pekerjaan rumah tangga.

Pekerjaan ini penting untuk mengurangi beban ganda perempuan. Kedua, perubahan regulasi atau kebijakan yang tidak menguntungkan perempuan terutama pada ibu hamil baik pada level pemerintah pusat dan terutama pemerintah daerah. Ketiga, partisipasi aktif masyarakat, Upaya menurunkan angka kematian Ibu bukan hanyalah peran dan tanggung jawab pemerintah tetapi juga peran dan tanggung jawab warga masyarakat. Lebih dari sekedar angka, setiap nyawa itu bermakna. Tidaklah fair, jika angka kematian ibu turun, setiap nyawa itu sama nilainya. Karena itu, perjuangan kesejahteraan gender itu bukan hanya untuk keadilan dan kebaikan bagi perempuan tetapi juga manusia secara umum entah laki-laki dan perempuan..

Oleh: Siprianus Jemalur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun