Mohon tunggu...
Si Penjelajah Dunia
Si Penjelajah Dunia Mohon Tunggu... Wiraswasta - Regional Manager

Saya alumni Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, pada tahun 2008 sampai 2012 bekerja di atas kapal pesiar Holland America Line-Dianthus International. Saat ini saya telah selesai memperoleh gelar Magister Humaniora di STF Driyarkara. Selamat menikmati kisah-kisah di berbagai kota yang sempat saya kunjungi.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

La Pieta: Menggugat Perang dan Menghargai Kehidupan

31 Maret 2024   12:00 Diperbarui: 31 Maret 2024   12:11 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika kita sudah menjadi orang tua, hidup kita tidak lagi dimulai ketika kita lahir. Akan tetapi kehidupan itu dimulai ketika anak kita lahir. Segala hal yang kita lakukan sebelumnya hanya kepada diri kita, menjadi kepada yang lain. Sebuah entitas yang sama sekali tidak kita kenal, yang hanya membawa data-data genetik tetapi mempunyai identitas yang berbeda dari diri kita, mempunyai jiwa yang lain. Entah bagaimana, seketika itu pusat hidup kita bukan lagi ke diri kita. Dari situ ketika kita mulai bekerja atau ketika kita ditanya tujuan kita, kita akan menjawab, demi anak dan keluarga.

Yesus, meski Dia anak Allah, meski Dia dikandung dari Roh Kudus, Dia tetap lahir dari seorang yang bernama Maria. Maria dan Yusuf ketika itu menjadi Ibu dan Ayah, menjadi orang tua dan seluruh kehidupannya yang hanya antara aku melebur bersama kelahiran Yesus. Di saat itu mereka akan melakukan apa pun demi anaknya bahkan siap menanggung semua penderitaan anak itu dan mati bersama dia. Inilah waktu ketika kita menjadi orang tua. Hidup kita bukan menjadi milik kita lagi.

Santa Helena -- ibu dari Kaisar Konstantinus Agung. 
Santa Helena -- ibu dari Kaisar Konstantinus Agung. 

Apa yang Maria rasakan ketika dia memangku tubuh Yesus yang mulai mendingin? Ia merasakan masa-masa ketika Yesus masih bayi, ketika itu ia menimang-nimang dan berkata bahwa semua akan baik-baik saja. Ia merasakan bahwa kehidupan yang dimulai saat itu berakhir bersama Yesus. Itulah konsekuensi menjadi orang tua.

La Piet adalah waktu ketika Michaelangelo menangkap masa-masa sulit seseorang yang melihat anaknya tidak lagi bernyawa. Waktu ketika sebagai orang tua kita berjanji untuk menjaga dan melindunginya tetapi kita gagal. Waktu ketika kita berdoa, "Tuhan jangan pisahkan kami terlalu cepat" tetapi waktu dengan kejam merebut itu semua. Waktu ketika kita berdoa biarlah nyawaku lebih dulu diambil asal dia hidup, tetapi takdir berkata lain.

Potret La Piet inilah yang kita lihat diberbagai media dan surat kabar saat ini. Potret anak-anak di Gaza, Israel, Ukraina dan Russia yang meninggal karena kekerasan dan perang. Nyawa para tentara yang orang tuanya menunggu mereka untuk pulang. Nyawa itu direngut hanya karena orang-orang besar dan berkuasa tidak mau mengalah dan berdamai.

Paskah kali ini merupakan renungan untuk kita dan melihat kembali waktu-waktu kita sebagai orang tua. Apakah kita ingin melihat La Piet yang lain?

Arthur documentation
Arthur documentation

Salam, Jelajah Dunia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun