Didalam kebisaaanpun memasak adalah identik dengan tugas perempuan.
Pernahkah kalian bertanya mengapa ibu kita memasak setiap hari? Apakah diperintah oleh suaminya?.
Tidak, mereka mengerjakan rutinitas tersebut seolah-olah itu adalah kewajibannya. Bayangkan jika setiap kali makan kita beli dari luar?? Boros bukan.
Sayapun bertanya kepada ibu saya, “Mah, kenapa masak tiap hari?” Tanya saya.
“kalau mamah tidak masak, siapa lagi?” ujarnya
“emang wajib gitu masak? Kan bisa beli? Atau sewa pembantu gitu? Tanya saya lagi
“berapa banyak uang yang akan bapak kamu keluarkan jikalau beli dari luar, untuk urusan sesederhana ini kenapa harus cari pembantu, mamah juga masih mampu” jawabnya lagi
Karna saya berasal dari desa, ternyata masyarakat banyak menilai untuk hal memasak tersebut adalah hal lumrah dan wajar yang dilakukan seorang istri. Mungkin saja jikalau dikota kebanyakan memiliki pembantu mungkin. Ataupun untuk wanita karir yang sibuk, hingga tak sempat memasak mungkin.
Tetapi kebetulannya lagi, saya pernah bekerja dan pimpinan saya dua-duanya seorang perempuan setiap pagi mereka masih sempat memasak, dan mengurusi keluarganya terlebih dahulu sebelum ngantor.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam Fatawa Nur ‘alad Darb berkata,
فعليهن مثل ما عليهم بالمعروف، ولهن ما لهم بالمعروف، وبناءً على ذلك فإننا قد نقول في وقت من الأوقات إنه يلزمها أن تخدم زوجها في الطبخ وغسيل الأواني وغسيل ثيابه وثيابها وثياب أولادها وحضانة ولدها والقيام بمصالحه، وقد نقول في وقت آخر إنه لا يلزمها أن تطبخ ولا يلزمها أن تغسل ثيابها ولا ثياب زوجها ولا ثياب أولادها حسب ما يجري به العرف المتبع المعتاد