Mohon tunggu...
Laniah
Laniah Mohon Tunggu... Freelancer - Emaknya Nyonyo

Tulisan, konstelasi pemikiran.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Ibu Bergerak, Semua Selamat

20 September 2019   23:30 Diperbarui: 20 September 2019   23:35 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bencana alam, dapat mengancam negara mana pun di dunia ini. Baik negara digdaya maupun merana ekonominya, membludak populasi manusianya ataupun tidak, serta di posisi geografis mana saja lokasinya. Tetap saja, semua negara di bumi kita tetap berpotensi terkena bencana. Pun Indonesia, negeri tercinta yang "gemah ripah loh jinawi" dan dianggap sebagai potongan surgawi ini. Tak akan pernah lepas dari potensi bencana.  

Sesuatu dapat disebut sebagai bencana apabila ia mengganggu kehidupan dan penghidupan manusia, baik yang disebabkan oleh faktor alam, non alam maupun manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda serta dampak psikologis. Mari sejenak persempit pandangan, kita bahas satu hal yang terdekat dengan kita. 

"Ada sesuatu yang dihasilkan oleh manusia, sangat sulit dikelola apalagi dihilangkan, lantas merugikan manusia melalui bencana yang ditimbulkannya. Ia adalah, SAMPAH ANDA. SAMPAHNYA MANUSIA."

Mari kita runut aktivitas harian sebagian besar keluarga di Indonesia, terutama dalam hal "sandang (pakaian), pangan (makan), papan (tempat tinggal)". 

Dalam hal bebersih, baik gosok gigi, mandi, keramas, maupun mencuci baju, tak dapat dielakan bahwa kita selalu saja memproduksi sampah plastik. Mulai dari bungkus pasta gigi hingga bungkus sabun cuci, hampir semuanya berupa plastik aneka warna yang pada akhirnya menjadi sampah. Terkait pangan (makan), lebih krusial lagi karena sebagian besar bungkus bahan makanan maupun bungkus makanan siap santap terbuat dari plastik, sterofoam, atau kertas. 

Begitu juga dengan bungkus minumannya, plastik, seng (kaleng) atau pun kaca. Semua barang pendukung penyiapan makanan ini, ketika selesai masa gunanya dan tidak dikelola dengan baik maka akan menjadi sampah juga. Begitu pula dengan kebutuhan pendukung kenyamanan rumah. Rumah dilengkapi dengan berbagai pernak-pernik pendukung yang terbuat dari plastik, logam, kaca atau lainnya yang pun ketika sudah habis masa pakainya maka akan menjadi sampah juga. 

Jadi keseharian keluarga Indonesia, sejujurnya tidak pernah terbebas dari kegiatan "memproduksi sampah". Karena proses produksi sampah ini berada di lingkup rumah tangga masing-masing keluarga, maka kita dapat menyebut sampah yang kita hasilkan setiap harinya sebagai sampah rumah tangga.

Lantas adakah hubungannya antara sampah rumah tangga dengan bencana? Tentu saja ada. Menilik definisi bencana pada awal tulisan, sampah rumah tangga yang sangat menumpuk di satu lokasi (misalnya bataran sungai) hingga memicu luapan air bahkan banjir pada area itu saat musim penghujan sehingga menimbulkan korban (jiwa/kerugian materi/gangguan psikologis) termasuk ke dalam kategori penyebab bencana. 

Tidak hanya itu, sampah rumah tangga yang dipindah dari rumah masing-masing keluarga hingga ke Tempat Pembuangan Sampah (TPS) maupun ke Tempat Pemprosesan Akhir (TPA) lantas menghasilkan cairan (leachate) yang mencemari tanah dan air sekitar tumpukan hingga mengakibatkan Kejadian Luar Biasa (KLB) seperti diare, kholera, gatal-gatal dll pun termasuk dalam kategori penyebab bencana. 

Banyak keluarga di Indonesia yang tidak ambil bagian dalam pengelolaan sampah rumah tangga, tapi syukurnya sebagian kecil keluarga Indonesia telah mulai peduli terhadap pengelolaan sampah rumah tangga yang mereka produksi sehari-hari. Semakin banyak keluarga Indonesia yang peduli terhadap sampahnya, maka budaya sadar bencana semakin merebak dalam keseharian masyarakat Indonesia. Dan tentu saja, salah satu manfaatnya ialah tertundanya bencana-bencana tersebut melanda Indonesia.

Produksi sampah rumah tangga luar biasa banyaknya, dan hal ini terjadi setiap hari dengan pola berulang yang sangat sulit diminimalisir. Setelah beberapa daerah di Indonesia sempat menggaungkan darurat sampah, kini tidak ada jalan lain kecuali kita mulai kenali ancamannya, siapkan strategi, dan siap untuk selamat dari sampah rumah tangga. Strategi pengelolaan sampah LANGSUNG DARI SUMBERNYA (rumah tangga masing-masing keluarga) menjadi solusi jitu untuk meminimalisir sampah tertumpuk di TPA atau tempat pembuangan lainnya (bantaran sungai, dll). Dan strategi ini dapat terlaksana, dengan IBU sebagai komandan pelaksananya. Beberapa tips teknis pelaksanaannya sebagai berikut : 

1. Ibu memilah sampah dapur dan sampah lainnya menjadi golongan-golongan tertentu (plastik, botol, kaca, organik, kardus, dll)

2. Untuk sampah an-organik yang kotor, misal plastik bungkus makanan, dapat Ibu bersihkan lalu jemur hingga kering. Jaga sampah dalam keadaan cukup bersih sehingga tidak menimbulkan bau yang mengundang datangnya lalat, tikus, kecoa dan lainnya. 

3. Untuk sampah organik, Ibu dapat membuat komposter, atau biopori atau pun menggunakan lalat hitam (black soldier fly) untuk mengurainya dan menjadikannya sebagai pupuk kompos.

4. Ibu mengajak Ayah dan anak-anak serta anggota keluarga lainnya untuk turut mensukseskan misi Ibu mengelola sampah rumah tangga. Percayalah, ke-cerewet-an Ibu merupakan senjata yang sangat baik untuk menggerakkan keluarga. 

5. Ibu diantarkan oleh anggota keluarga, mengantarkan sampah an-organik yang terkumpul ke bank sampah terdekat  secara berkala. Tukarkan sampah yang Ibu kumpulkan dengan lembaran rupiah. Lumayan untuk jajan bocah.

6. Ibu dibantu anggota keluarga yang lain menjual pupuk kompos yang didapatkan dari hasil pengelolaan sampah organik rumah tangga, atau mempergunakannya untuk bercocok tanam di tempat tinggal Ibu. Lumayan, dari sampah organik menjadi rupiah atau menjadi adem-adem rumah. 

7. Ibu, lihatlah apa yang sudah Ibu lakukan, Ibu berhasil menjadi motor pengelolaan sampah di rumah tangga Ibu sendiri. Meminimalisir sampah, menunda-mencegah bencana datang, menyelamatkan diri Ibu dan Keluarga Ibu dari bencana. 

Begitulah ketika kita jaga alam, maka alam akan jaga kita. Ketika Ibu menjaga alam dari sampah rumah tangga yang diproduksi oleh keluarga Ibu, maka alam akan menjaga Ibu dan keluarga dari bencana. 

 

Rujukan : UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Definisi Sampah Rumah Tangga. Definisi Leachate Sampah. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun