Mohon tunggu...
Amin Rois Sinung Nugroho
Amin Rois Sinung Nugroho Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Akun twitter: @sinunkdotnet. Blog: http://sinunk.net

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Kata Pertama: Kaos Kaki

25 September 2012   15:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:42 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih Jauh tentang Bahasa sebagai Alat Menyampaikan Rasa

Ada satu hal lagi yang terlupakan ketika orangtua menginginkan anak balita (dan bayinya) diajarkan bahasa asing sejak dini: mereka belum bisa memahami bahasa secara utuh sebagai alat komunikasi dan alat menyampaikan rasa.

Mereka menggunakan bahasa secara sederhana untuk menyampaikan apa yang mereka maksud. Itu saja. Mereka belum sampai di tahapan menyadari bahwa selain nilai informatif, kata-kata juga punya nilai rasa yang menjadikan satu kata berbeda "rasa"-nya dengan kata-kata lain walaupun maksudnya sama.

Misalnya saja kata Ayah dan Papa. Maksudnya sama saja. Tapi tiap kata itu mengandung rasa yang berbeda. Ayah terdengar lebih sederhana dan membumi dibandingkan Papa. Itulah yang ingin saya ajarkan kepada mereka.

Saya pikir, wilayah pemahaman bahasa sebagai alat penyampai rasa ini tidak hanya terbatas kegunaannya untuk keperluan penulisan sastra saja, tapi juga untuk membedakan kesantunan dan kearifan penggunaannya. Kita sudah mengenal pembagian kata-kata dengan sistem kasta seperti ini di kebudayaan Jawa. Bahasa Jawa dibedakan menjadi tiga tingkatan: ngoko, kromo, dan kromo inggil.

Saya ingin anak-anak saya belajar bahwa bahasa Indonesia itu tidak "dingin", tapi kaya dan banyak variasi rasanya. Contohnya kalau saya bisa memilih antara melihat, melirik, memperhatikan, dan memandangi untuk menjelaskan aktivitas mata saya terhadap suatu objek. Tinggal dipilih saja mana rasa yang tepat.

Tentang Bahasa dan Alat Penalaran

Berikutnya adalah tentang bahasa yang menjadi alat untuk berpikir. Manusia bisa berpikir karena berbahasa. Hewan juga berbahasa, tapi karena bahasa yang mereka gunakan tidak sekompleks manusia, maka kompleksitas cara berpikir dan pemikiran mereka pun terbatas.

Bagaimana anak-anak saya bisa berpikir dengan baik dan benar bila mereka tidak menguasai struktur bahasa yang benar?

Kita tidak bicara bahasa sebagai alat gaya-gayaan saja. Walaupun keliahatannya memang lebih gaya kalau ada balita yang bisa berbahasa Inggris, tapi apakah orangtuanya sudah memikirkan tentang struktur dan logika berbahasa kepada mereka? Bukan hanya sekedar mengajarkan kata-kata dan maknanya?

Kalau sekedar mengajarkan bahasa sebagai alat gaya-gayaan, memang kelihatannya dalam jangka pendek sangat menarik ya. Kelihatan tidak ketinggalan jaman juga. Tapi menurut pendapat pribadi saya, daripada mengajarkan bahasa asing yang kegunaannya pun belum mendesak bagi anak-anak saya, saya lebih memilih untuk memanfaatkan waktu saya untuk mengajarkan mereka menggunakan struktur kalimat yang benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun