Mohon tunggu...
Sintus Runesi
Sintus Runesi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Senang dengan kata-kata berikut:”Hidup batin adalah tidak mengetahui apa yang engkau kehendaki tetapi memahami yang tidak engkau butuhkan (Anthony Melo, Doa Sang Katak 2).” ingin selalu berteman sunyi, menyukai sastra dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Antara "Banality of evil" dan "Contigency of evil"

2 Februari 2014   15:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:14 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dengan menekankan kontingensitas kejahatan, Goenawan Mohamad seolah ingin mengafirmasi pernyataan Foucault bahwa gagasan selalu berarti gagasan sebuah zaman, pada suatu tempat, yang bila ditarik ke konteks kejahatan berarti suatu kejahatan selalu merupakan kejahatan sebuah zaman. Namun bukankah secara kultural, apa yang di alami pada masa sekarang merupakan warisan dan beban? Bukankah kejahatan itu merupakan beban sejarah yang harus diselesaikan? Atau kita memang mesti mengafirmasi pernyataan Malinowski: Ein fach ist kein fach.

Membaca catatan pinggir tersebut, kita bertemu dengan kekhasan Goenawan Mohamad sebagaimana ditulis oleh Ignas Kleden: "kritiknya terhadap otoritas intelektual tidak diimbangi secara sama kuatnya dengan kritik terhadap skeptisisme intelektual. Dalam hal terakhir itu, harapan pada akhirnya tidak diberikan kepada kemampuan manusia, tetapi kepada kekuasaan waktu." (Ibid. 180-181) Artinya penyelesaian sebuah masalah besar bukan berada di tangan manusia.

Namun bukankah waktu yang mahakuasa lebih sering memancarkan kesewenangannya antara lain dalam diri para penguasa politik yang sewenang-wenang. Kekuasaan politik, seperti waktu, menunjukkan ciri dasar yang selalu identik, kendati nama dan program terkesan berbeda. Pergantian rezim tidak membawa perubahan yang berarti. Maka, periode kepemimpinan siapa pun tidak memiliki nilai yang khas, karena dia tidak lain daripada kamuflase baru dari sikap dan pola dasar kekuasaan yang sama.

Hemat saya, dengan lebih melihat sebuah kejahatan besar sebagai "yang bersifat kontingen", sang penulis tidak memertimbangkan (barangkali demikian intensinya) suatu kenyataan fundamental bahwa manusia pada dasarnya sangat rapuh, dan dalam kerapuhan itu kejahatan tidak pernah hadir melalui manusia hanya pada saat-saat tertentu saja (maka ia kontingen/sementara), sebaliknya selalu menyertai manusia sebagai sebuah kecenderungan dan akan selalu muncul bila manusia lengah dalam upayanya mengatasi kecenderungan tersebut.

Akhirnya, hemat saya, film The Act of Killing merupakan suatu bentuk atau cara kita menyelamatkan hati nurani rakyat lewat bercerita. Dalam ungkapan Benhabib, berarti The Act of Killing menunjukan "karakter emansipatoris dari bercerita". Sebab, sebagaimana Arendt menunjukan bahwa kejahatan itu lahir karena suatu pembiasaan yang buruk, maka keadilan dan perdamaian juga hanya bisa lahir dari sebuah pembiasaan sikap yang baik dan benar secara berkanjang.

Posisi tersebut sebagaimana tulis Ignas Kleden efektif memancing penerimaan atau penolakan secara pribadi. Bagaimana menurut Anda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun