"Pak, aku grogi," kata Kakak Aidan di malam hari sebelum esoknya masuk di salah satu sekolah di kota Depok.
"Kakak harus berani, nanti ketemu teman-teman baru dan bermain penuh sepanjang hari,"Â jawabku menenangkan. Sambil mengangguk, dia pun akhirnya tertidur pulas dan bangun pagi sekali di hari pertama sekolahnya.
Dia menginjak kelas tiga SD, tetapi rasanya seperti baru masuk sekolah di sana. Kakak Aidan akan bertemu teman-teman baru karena kelas kembali di acak. Tahun ajaran baru ini sepertinya akan menjadi awal tahun petualangan paling menyenangkan selama sekolah. Karena di tahun ini, rencana belajar dari awal telah full belajar di sekolah. Sehingga kata-kata "sekolah di rumah" sepertinya akan perlahan menghilang. Tablet untuk sekolahnya pun sudah jarang terpakai, dan aplikasi zoomnya bahkan mau di uninstall karena katanya bikin penuh penyimpanan.
Hari pertama sekolah tugasku adalah menjemputnya pulang, karena untuk mengantarnya sekolah, Sang Ibu sepertinya lebih berkompeten untuk membuatnya tenang. Setelah beberapa menit menunggu di depan gerbang sekolah bersama dengan puluhan orangtua penjemput yang lain, tiba-tiba aku melihat sesosok yang sangat familiar yang keluar dari sekolah. Senyum merekah menghiasi wajahnya ketika melihat saya berdiri di antara puluhan orang yang sedang mengantri untuk menjemput.
Sambil mengacungkan tangan dia berteriak, "Bapak!" seolah mengisyaratkan ke semua teman-temannya kalau yang berdiri lusuh dan kaus apa adanya di ujung gerbang ini Ayahnya.
"Ayok Kak, pulang," kataku.
Sambil berlari kecil dia menerobos puluhan orangtua yang menjemput. Wajah sumringahnya membuatku lega, karena pasti dia senang di hari sekolah yang pertamanya. Akhirnya dia belajar kembali di sekolah dan mengikuti kegiatan bersama dengan anak seusianya. Bertemu dengan teman-teman baru, bermain bersama, belajar bersama dan tentu saja bercanda bersama. Selama perjalanan pulangpun dia bercerita siapa saja teman barunya dan main apa saja saat pertama kali di sekolah.
Yah pandemi memang telah membuat jarak anak-anak menjauh. Tetapi bukan berarti mereka menyerah untuk menjalani masa anak-anak, masa paling penting dalam membentuk karakternya dewasa nanti. Maka Ketika mereka diberi kesempatan saling berdekatan, mereka akan menjadi anak-anak yang saling bermain dan tertawa, meskipun baru kenal di hari itu.
Dua minggu awal di sekolah, anak-anak tidak mendapatkan pelajaran seperti biasanya. Kata Bu Guru, anak-anak di masa pandemi sering belajar di rumah, sehingga adaptasi yang dibutuhkan cukup lama. Bahkan kebanyakan anak-anak masih kesulitan untuk menulis rapi dan malu-malu bila bertemu teman baru, karena memang jarang bersosialisasi dan bermain bersama. Sehingga anak-anak perlu proses adaptasi yang membutuhkan waktu dan toleransi.
Hari Anak Nasional 23 Juli 2022, tentu menjadi momentum tepat untuk mengembalikan anak-anak kita menjadi anak-anak sesungguhnya. Dunia yang penuh dengan suka cita, bermain dan canda tawa bersama teman-temannya. Ekonomi dan Kesehatan tentu menjadi faktor pertama yang harus ditanggulangi ketika pandemi berlangsung, tetapi bukan berarti pendidikan dan masa depan anak-anak tersisihkan. Indonesia dengan bonus demografinya yang diperkirakan mengalami puncak di 2045 tentu harus meletakkan posisi anak-anak ditempat paling strategis sebagai harapan bangsa menjadi negara maju. Sudah saatnya anak-anak pandemi unjuk gigi. Sudah saatnya anak-anak kembali beraksi dan memberikan harapan cerah bagi masa depan negeri ini.
"Pak, Adik mau sekolah," kata Adik Abian melihat Kakaknya juga berangkat sekolah.
"Wah pintar," kataku tersenyum sambil memanasin motor untuk mengantar kakak berangkat sekolah di hari berikutnya.
Yah, sebagai orangtua, tentu momen-momen seperti ini begitu meluluhkan hati. Masa kecil mereka dihadapkan pada pandemi yang membatasi mereka. Saya dan tentu jutaan orangtua lainnya merasakan dampak pandemi bagi buah hati kita. Mereka jadi cenderung menyendiri, dan kadang males untuk pergi keluar sekadar bermain. Tetapi kita harus terus bergerak, dan tak boleh menyerah. Anak-anak sebagai masa depan bangsa harus terus melangkah, menerjang pandemi dan mengejar cita-cita, apapun mimpi-mimpinya. Mereka harus kembali berinteraksi, bermain dan menjalani hidup seperti anak-anak kembali.
Selamat Hari Anak Nasional, dari ayah dari 2 anak laki-laki yang dibatasi oleh pandemi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H