Mohon tunggu...
Sintong Silaban
Sintong Silaban Mohon Tunggu... profesional -

Berkeinginan terus membaca dan menulis selama ada di dunia ini.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

"Calon" Tidak Siap Kalah, Why?

8 April 2014   12:29 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:55 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalah dan menang dalam pertandingan adalah hal biasa. Mestinya hal itu berlaku juga dalam perebutan kursi atau kekuasaan dalam politik. Dalam kontes politik di Indonesia, sebenarnya kita sudah sangat berpengalaman soal kalah-menang pemilu. Dalam pemilu legislatif, sudah berganti-ganti partai pemenang pemilu -- pernah Golkar, PDIP, lalu Partai Demokrat. Pertarungan caleg, pemenang atau yang berhasil meraih kursi wakil rakyat hanya beberapa persen (mungkin hanya sekitar 10% dari jumlah caleg). Perebutan jabatan kepala daerah atau presiden, yang kalah lebih banyak dari yang menang (karena setahu saya belum ada pemilukada dan pilpres hanya melibatkan dua pasangan). Jadi sekali lagi, kalah merupakan hal biasa.

Karena kalah dan menang adalah hal biasa, mestinya setiap partai, setiap caleg, setiap calon kepala daerah, calon walikota, dan calon presiden harus siap menang dan siap pula untuk kalah. Sikap siap menang dan kalah itu seharusnya sudah ditunjukkan, selama proses kompetisi berlangsung (dalam pemilu proses kompetisi sudah terjadi sejak masa kampanye, bahkan sebelum kampanye secara resmi dimulai). Sikap siap itu adalah berupa sportivitas, menghormati lawan tanding. Sejalan dengan itu, untuk meraih kemenangan, dia akan menempuh cara-cara spertif, elegan, dan terhormat.

Lantas, kalau dalam kontes politik Indonesia selama ini sering terjadi jegal menjegal, saling menjatuhkan antar calon, bahkan terkadang dengan cara membabi buta, kasar dan kotor -- itu jelas menunjukkan bahwa si calon (entah caleg, calon kepala daerah, calon walikota, dan calon presiden) tidak siap kalah.

Mengapa seorang caleg, calon kepala daerah/walikota, atau calon presiden tidak siap kalah dalam pemilu, yang berimplikasi dianya akan menghalalkan berbagai cara supaya menang? Itu jelas disebabkan beberapa faktor, yakni:

1. Faktor ambisius. Si calon sangat berambisi untuk memiliki kekuasaan di bidang politik. (mengapa seseorang bisa terserang penyakit 'ambisius', ini bisa dibahas secara panjang lebih menurut ilmu psikologi).

2. Faktor over cost. Si calon telah mengeluarkan cost atau biaya yang berlebihan untuk maksud meraih kemenangan. Jadi hanya dengan meraih kemenanganlah cost atau biaya itu bisa ditarik kembali. Sedang kalau kalah, ada risiko bangkrut, malah terjerat utang.

3.  Faktor harga diri atau nilai diri. Ini masalah pikiran sebetulnya, si calon merasa kalau kalah merasa kegilangan kehormatan, harga diri (mau ditaroh dimana muka ini? kira-kira begitu).

4. Faktor kenyamanan dan keamanan. Ada memang kecenderungan, orang kalau sudah berkuasa akan lebih nyaman dan lebih aman hidupnya. Kalau ada utang bisa jadi lunas dan tidak ditagih lagi. Kalau ada kesalahan atau kejahatan, orang tidak akan mengungkitnya lagi, kalau toh ada yang mengungkit sudah mudah mengatasinya.

Ada yang aneh dalam kontes politik di Indonesia, dalam pemilu. Sering terjadi, bukan caleg atau calon kepala daerah/walikota atau calon presidennya yang tidak siap kalah, malah TS-nya, pendukungnya. Contoh sederhana dapat dilihat dalam "perang kata-kata" antar pendukung capres di media elektronik dan media sosial: pendukung lebih galak dan kasar dari orang yang didukungnya.

Yah, memang kita semua sebagai bangsa masih harus banyak belajar lagi. Dan agar proses pembelajaran bangsa ini berjalan baik dan cepat, kita membutuhkan pemimpin-pemimpin yang siap menang dan siap kalah kalau bertanding.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun