Mohon tunggu...
Sintong Silaban
Sintong Silaban Mohon Tunggu... profesional -

Berkeinginan terus membaca dan menulis selama ada di dunia ini.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Permainan Politik SBY di Masa Akhir Jabatannya

26 September 2014   11:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:28 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungguh menarik menyaksikan drama politik terkait RUU Pilkada. Koalisi Merah Putih (KMP) dengan 5 partai: Gerindra, Golkar, PKS, PAN dan PPP  mendukung pilkada oleh DPRD, sementara koalisi 3 partai: PDIP, PKB dan Hanura mendukung pilkada langsung oleh rakyat. Demokrat tadinya berada di kubu KMP menduku pilkada oleh DPRD, tetapi setelah SBY berbicara di video yang diunggah di Youtube beberapa hari lalu, pendulum Demokrat bergeser. Lalu dengan tegas, Ketua Harian Partai Demokrat mengumumkan bahwa Demorat mendukung pilkada langsung oleh rakyat.

Apa yang disampaikan SBY sungguh-sungguh mendapat apresiasi yang tinggi dari pengamat, dari tokoh-tokoh masyarakat, dan berbagai elemen masyarakat. SBY dipuji dan Partai demokrat pun disanjung karena secara tepat menyerap aspirasi mayoritas rakyat kali ini.

Dengan hitung-hitungan suara di DPR, jelas KMP menang dan RUU Pilkada akan mengarah ke pilkada oleh DPRD. Tetapi kalau Demokrat solid memberi suara untuk mendukung pilkada langsung oleh rakyat, maka KMP akan kalah. Sepertinya itu yang akan terjadi, sebab dari mulut petinggi-petinggi Demokrat jelas-jelas mengatakan akan mendukung pilkada langsung. Bahkan Ruhut Sitompul berkata, kalau ada anggota Demorkat yang tidak melaksanakan kehendak SBY akan menanggung risiko. Jadi, seruan civil society untuk tetap mempertahankan pilkada langsung sepertinya bakal terwujud.

Tetapi menjelang hari H pengambilan putusan di DPR, tiba-tiba Partai Demokrat menyampaikan hal baru: "Akan mendukung pilkada langsung apabila dipenuhi 10 syarat". Ditambah lagi, kesepuluh syarat itu kolektif dan absolut. Artinya, semua syarat itu harus dipenuhi, kalau ada yang tidak dipenuhi, Demokrat bisa menarik dukungan terhadap pilkada langsung.

Agak aneh sebetulnya pengajuan 10 syarat Demokrati itu. Pertama, SBY tidak ada menyebut 10 syarat itu, beliau hanya menyinggung perlunya perbaikan dalam pilkada langsung. Kedua, walaupun ke 10 syarat itu dapat disebut layak untuk memperbaiki sistem pilkada langsung, tetapi membuat narasinya dalam RUU bukan hal sederhana, apalagi waktunya sudah mepet. Ketiga, Demokrat secara sengaja menempatkan dirinya dalam posisi yang seolah pro rakyat dan pro PDIP dan kawan-kawan, tetapi dengan sekaligus membuat ancaman.

Sebetulnya sudah banyak yang curiga dengan sikap Demokrat tersebut. Demokrat sudah diwanti-wanti tengah memainkan sebuah permainan politik tingkat tinggi, dan itu tidak lepas dari kehendak SBY. Siapapun tahu, Demokrat menganut budaya nurut kehendak pimpinan, lebih kurang sama dengan PDIP.

Sungguh demikian, PDIP, PKB dan Hanura -- yang curiga permainan politik Demokrat masih menahan diri. Sampai menjelang tengah malam Kamis (25/9), mereka masih berharap Demokrat akan sunguh-sungguh mendukung pilkada langsung. Sehingga berulang-ulang ada suara di gedung DPR yang mengatakan: "Hidup Demokrat, Hidup SBY". Kalangan PDIP, PKB dan Hanura pun mendukung penuh keinginan Demokrat supaya 10 syarat yang disebutkan dimasukkan dalam RUU Pilkada.

Namun apa yang terjadi kemudian. Dalam detik-detik terakhir, Demokrat "walkout" dari sidang paripurna DPR. Akhirnya dalam voting pengambilan putusan: pilkada langsung Vs pilkada oleh DPRD, KMP menang, PDIP, PKB dan Hanura kalah. Keputusan DPR, dalam pilkada, DPRD-lah nani yang memilih kepala daerah.

Apakah ini sudah final? Apakah di masa mendatang sudah pasti DPRD yang akan memilih kepada daerah? Tunggu dulu, belum tentu. Kenapa? Di samping kemungkinan judicial review oleh MK, masih ada satu lagi kartu trup yang dapat dimainkan oleh SBY.

Menurut UUD 1945 (dan amandemennya), bahwa sebuah UU berlaku atas persetuan bersama DPR dan Presiden. Jika sekarang DPR sudah memutuskan pilkada oleh DPRD, kekuatannya itu masih 50%. Kalau Presiden tidak setuju dengan RUU Pilkada yang telah diputus DPR ini, maka RUU yang telah disetujui DPR itu tidak akan menjadi UU, tidak dapat berlaku.

Saya yakin, terhadap RUU Pilkada ini, SBY akan memainkan kartu trup yang saya maksud untuk pertama kalinya. Jadi, di akhir masa jabatannya ini, SBY akan mempertunjukkan permainan politik tingkat tinggi. Tapi sayang, karena sarat dengan niat pencitraan, tidak tulus, maka nilainya akan sama dengan berbagai tindakan SBY selama ini. Alih-alih untuk mengangkat citra Partai Demokrat, justru semakin membenamkan citranya. Partai Demokrat kemungkinan akan terjun bebas dalam pileg 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun