Tulisan saya tadi pagi yang berjudul "Tidak Adakah Orang Batak Yang Layak Menteri" telah menuai tanggapan kritis dari teman-teman. Kebanyakan teman mendebat saya, umumnya teman memandang tidak patut orang Batak kecewa kalau di Kabinet Jokowi tidak ada orang Batak.
Topik ini sedikit menjadi seru, karena ada beberapa teman (Mawalu, Venusgazer, Meyrist Situngkir) membuat tulisan tentang tidak adanya orang Batak di Kabinet Jokowi. Tapi nada tulisan mereka bertolak belakang dengan nada tulisan saya. Teman-teman itu seakan menyalahkan orang Batak yang kecewa karena absennya orang Batak di Kabinet Jokowi.
Mawalu menuliskan: ".... makanya kalau jadi orang jangan berjuang dengan pamrih karena hanya akan memetik kekecewaan dan sakit hati."
Venusgazer menggoreskan: "Hari gini rasanya terlalu picik jika masih berpikir soal kesukuan. Tengok saja hasil dari kabinet lalu, ada banyak nama dari Sumatera Utara. Tapi apakah ada sesuatu yang signifikan yang mereka perbuat untuk Sumatera Utara?"
Oklah, sah-sah saja kalau ada yang menilai sikap kecewa orang Batak (tetapi mungkin hanya sebagian kecil orang Batak yang kecewa) itu sebagai sikap yang tidak pada tempatnya. Tetapi izinkanlah saya menambah sedikit pembelaan terhadap orang Batak yang kecewa itu.
Menurut rekaman saya, bahwa orang Batak mayoritas (termasuk fantastis prosentasenya) mendukung Jokowi-JK dalam pilpres lalu murni adalah karena menilai sosok Jokowi lebih baik, lebih cocok untuk memimpin Indonesia. Perjalanan hidup Jokowi dari tiada menjadi ada sangat nyambung dengan kebanyakan perjalanan hidup orang Batak yang meraih keberhasilan di perantauan. (berasal dari keluarga miskin, sekolah, merantau, berjuang keras, dan berhasil).
Jadi, tidak ada di pikiran orang Batak memilih Jokowi-JK supaya nanti dapat balasan, kecuali supaya membawa perubahan dan kemajuan bagi Indonesia.
Bahwa kemudian setelah Jokowi terpilih sebagai presiden, lalu orang Batak berharap ada menteri di Kabinet Jokowi dari etinis Batak, harapan itu boleh juga disebut patut dan tidak berlebihan, karena:
1. Sangat fantastis dukungan orang Batak terhadap Jokowi-JK dalam pilpres (di 4 kabupaten di tanah Batak, masing-masing kabupaten menyumbangkan lebih dari 90% suara untuk Jokowi-JK), belum lagi kabupaten Tapanuli Tengah, Simalungun, Karo, Dairi yang penduduknya mayoritas Batak menyumbang suara rata-rata 70 s.d. 80% per kabupaten.
2. Waktu pilpres yang barusan berlalu, tim sukses Jokowi-JK lumayan orang Batak, dan cukup menonjol. Di TV, berulang-ulang kita menyaksikan Adian Napitupulu, Maruarar Sirait, Efendy Simbolon dan lain-lain sebagai anggota tim debat pasangan Jokowi-JK dan mereka rata-rata mampuni (kalau dibuat dalam prosentase, mungkin 50% juru debat pasangan Jokowi-JK yang tampil berulang-ulang di TV adalah orang Batak).
3. Lagi-lagi dari tayangan TV, sewaktu kampanye pilpres, berulang-ulang kampanye Jokowi selalu didampingi Maruarar Sirait dan juga Luhut Panjaitan. Bahkan Maruarar tampak sudah seperti pengawal pribadi Jokowi dalam pilpres, termasuk dalam debat capres di KPU. Saya pikir, bukan tanpa alasan atau sesuatu yang biasa saja kalau Jokowi selalu ditemani Maruarar semasa kampanye pilpres, bahkan pernah sebelum debat capres di KPU, di satu ruangan Jokowi hanya ditemani Maruarar dan mereka berdiskusi. Apa berlebihan kalau disebut Maruarar termasuk spesial pada waktu itu?
Berdasarkan "alasan berharap" di atas, lantas setelah kemudian tidak ada satu pun orang Batak masuk dalam Kabinet Jokowi, salahkah kalau ada orang Batak yang kecewa? Cengengkah orang Batak dan picikkah mereka? Dan salahkah saya jika mencoba menuliskan sedikit rasa kecewa orang Batak itu?
Teman-teman, kalau suatu saat kita membantu orang lain, katakanlah membantu biaya sekolah seseorang, atau membantu bisnis seseorang dengan tenaga, pikiran, atau biaya. Waktu memberi bantuan itu kita sama sekali kita tidak berharap pamrih, iklas saja. Tetapi kemudian orang yang kita bantu itu sukses, salahkah kalau kita berharap dia mengingat bantuan kita dan berharap dia memberi penghargaan kepada kita? Dan kalau orang tersebut kemudian tidak ingat kita, dan sepertinya tidak niat menghargai bantuan kita yang dulu, padahal dari segi waktu dan kemampuan dia bisa memberi penghargaan kepada kita -- salahkah kalau kita memiliki rasa kecewa sedikit?
Kira-kira begitulah teman-teman yang dialami sebagian kecil orang Batak sekarang, dimana ada yang menyampaikan kekecewaannya lewan facebook, twitter, dan lain-lain. Tetapi saya yakin, rasa kecewa orang Batak itu, sedikit saja kok.
Yang banyak adalah sampai hari ini orang Batak tetap bangga dengan Jokowi. Mayoritas orang Batak akan setia mendukung kepemimpinan Jokowi. Sebab karakter kebanyakan orang Batak itu, tidak mudah pindah ke lain hati. Lihat saja, banyak orang Batak yang kecewa dengan tingkah laku istrinya, sudah tidak cantik tukang merepet pula lagi, tetapi orang Batak kebanyakan tetap bertahan, tidak lantas mencari istri yang baru. Memang ada satu dualah yang berbeda, wajarlah itu.
Akhirnya, No problem tidak ada orang Batak di Kabinet Jokowi. Yang penting, kabinet Jokowi benar-benar seperti namanya: Kabinet Kerja, benar-benar bekerjalah untuk membangun dan memajukan Indonesia di segala bidang. Saya pribadi sesungguhnya cukup puas dengan cara Jokowi memilih menteri-menterinya, termasuk cukup puas dengan orang-orang yang dia pilih.
Selamat bekerja. Kabinet Kerja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H