Namun demikian, saya dan teman-teman Batak tidak bisa melupakan begitu saja faktor mengapa tidak ada orang Batak di Kabinet Jokowi. Seperti diketahui, parpol pendukung Jokowi-JK diberi jatah menteri, dan yang menentukan siapa perwakilan parpol yang jadi menteri adalah Ketua Umum partai. Jadi kalau tidak ada Batak di Kabinet Jokowi, salah satu faktornya adalah karena tidak direkomendasi Megawati Soekarnoputri sebagai Ketum PDIP.
Konon menurut informasi yang sudah beredar, Maruaras Sirait sudah masuk daftar calon menteri dari PDIP, dan Jokowipun sudah setuju. Tetapi di last minute, Megawati mencoret nama Maruarar. (soal mengapa PDIP hanya mendapat jatah 4 menteri, bukan 6 atau 7 seperti yang diplot semula, itu bukan karena kehendak Jokowi semata, tetapi karena Megawati mencoret beberapa nama, termasuk Maruarar sehingga Jokowi menggantinya dari partai lain).
Jadi, saya garis bawahi di sini, Jokowi ingin ada orang Batak di kabinetnya dan calonnya pun sudah tersedia dari profesional murni dan usulan partai. Tetapi kemudian, Batak yang dari profesional murni tidak memenuhi syarat tertentu, sedang yang memenuhi syarat kebetulan dari PDIP, yaitu Maruarar Sirait dicoret oleh Megawati. Pencoretan Megawati terhadap Maruarar terjadi di menit terakhir menjelang pengumuman Kabinet, maka putuslah "keinginan Jokowi" tentang adanya Batak di Kabinet.
Mungkin ada masalah pribadi Megawati dengan Sabam Sirait, ayahnya Maruarar, atau ada tidak respeknya Megawati dengan Maruarar di saat terakhir. Dan itulah Megawati, pendendam ulung, jauh dari negawaran. Gara-gara masalah pribadinya, Dewi PDIP itu tanpa sadar/atau mungkin sadar lantas menghukum orang Batak.
Maka sebagai orang Batak, yang mengutamakan keadilan, banyak orang Batak yang merasa "hukuman" Megawati itu tidak adil. Ya, proteslah, kepada PDIP dan terutama ke Megawati. Jadi protes orang Batak sekarang bukan ke Jokowi. Mayoritas orang Batak masih percaya kepada niat tulus Jokowi untuk membawa kemajuan bagi negeri ini.
Selama ini, mayoritas masyarakat Batak yang tersebar di seluruh Indonesia sangat mendukung PDIP. Maka, almarhum Taufiq Kiemas pernah berkata, kontribusi orang Batak sangat besar membuat PDIP besar. Lihat saja contoh, hanya 6 orang anggota DPR RI 2014 dari PDIP di DKI Jakarta, tetapi 3 orang Batak, itu kan menunjukkan representasi dukungan orang Batak ke PDIP sangat besar, dan begitu fight-nya orang Batak mendukung PDIP? Orang-orang yang menjadi die hard-nya Jokowi dalam pilpres kemarin, dari kalangan PDIP kebanyakan orang Batak, contoh di Jakarta: Maruarar Sirait, Adian Napitupulu, Efendy Simbolon.
Jadi PDIP sebagai partai utama pendukung Jokowi-JK sudah sewajarnya menghargai orang Batak? Caranya dengan menyodorkan orang Batak ke Presiden, soal terpilih nanti memang hak prerogatif Presiden. Eh, PDIP bukannya menghargai, malah menghukum. Sangat tidak adil.
Tinggalkan PDIP di Pemilu 2019
Tadi saya sebutkan, orang Batak berkarakter "pendekar keadilan", dan demi keadilan berani sampai "mapukpuk". Juga saya sebut tadi, orang Batak memiliki sifat "guru", yang suka memberi pelajaran demi kebaikan orang lain. Oleh sebab itu, untuk merespon ketidakadilan Megawati terhadap orang Batak, sudah pasti mayoritas orang Batak akan membuat perhitungan keadilan dan memberi pelajaran. Perhitungan keadilan dan pembelajaran yang akan dilakukan oleh orang Batak terhadap Megawati dan PDIP tentu saja melalaui mekanisme yang adil, lewat pemilu. Maka dalam pileg 2019 yang akan datang, masyarakat Batak akan berbondong-bondong meninggalkan PDI.
Kalau dugaan saya tidak meleset, akan ramai-ramai pula nanti pengurus PDIP pindah partai dan siap-siap nyaleg pada pileg 2019 lewat partai lain. (khusus kalimat ini adalah sugesti politik).
Maka kepada Ibu Megawati kami sampaikan sekarang: "Jangan lagi datang berkungjung Sumatera Utara, khususnya daerah Batak. Sebab pidatomu yang nyaring dan meledak-ledak itu sudah tak lagi enak kami dengar. Begitu juga Puan Maharani, jangan lagi datang ke Tapanuli, ya? Tak ada lagi ulos yang akan kami sematkan ke bahu kalian."