Mohon tunggu...
Sint Jan
Sint Jan Mohon Tunggu... -

Seorang Pengamat Biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Asal Bukan Ahok?

20 Oktober 2016   08:13 Diperbarui: 30 Oktober 2016   00:14 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sebagai oposisi, kami juga punya 'shadow cabinet'. Jadi di seluruh dunia, oposisi itu punya kabinet bayangan, karena harus siap mengambil alih baik secara konstitusional maupun tidak, karena kita harus mempersiapkan diri mana tahu kekuasaan itu harus digantikan,"

Pernyataan tersebut keluar langsung dari mulut Waketum Partai Gerindra Ferry Juliantono. Saya rasa ia "keseleo lidah" membuka strategi partainya, dan sudah bisa diduga beberapa hari kemudian pernyataan itu dicabut (mungkin setelah dimarahi sang Ketum). Di samping itu, dari pernyataan tersebut bisa sedikit banyak diketahui strategi Gerindra untuk meraih kekuasaan yang selama ini diidamkan ketua umumnya. Tanpa banyak diketahui, semua itu ternyata berhubungan erat dengan pilgub Jakarta.

Sebagian besar dari kita mungkin bertanya mengapa pilgub DKI begitu panas layaknya pilpres. Dari jauh hari, berbagai intrik dan konflik politik sudah berseliweran hingga terakhir menyangkut “Al Maidah 51”. Mengapa hal itu bisa terjadi ? Kita perlu flashback beberapa tahun ke belakang.

Andai ada orang yang paling malang di Indonesia, maka orang itu adalah Prabowo. Prabowo tidak bisa dipungkiri berperan banyak dalam mengangkat Jokowi sebagai Gubernur Jakarta, tanpa menyadari bahwa Jokowi di kemudian hari akan naik menjadi saingan utamanya dalam perebutan kursi Presiden. Dan akhirnya Prabowo kalah oleh Jokowi. Segala modal dan investasi yang tak terhitung angkanya dalam rangka memuluskan impian Prabowo musnah oleh seorang “plonga-plongo” bernama Jokowi. Ibaratnya membesarkan anak singa, lalu singa itu memakan sang majikan... Semua itu karena kesalahan kalkulasi politik Prabowo dan penasehatnya yang terlalu percaya diri.

Sakit hati Prabowo sedikit terobati dengan penguasaan parlemen oleh KMP dan duduknya kader Gerindra (saat itu Ahok) sebagai Gubernur Jakarta. Tapi apa mau dikata, Ahok memilih keluar dari Gerindra karena partai tersebut mendukung penghapusan pilkada langsung... Bagi Ahok dan orang yang berpikiran lurus lainnya, keputusan KMP yang ingin mengembalikan pemilihan kepala daerah oleh DPRD sama dengan memudurkan demokrasi. Menurut asumsi KMP, apabila tidak bisa mendapat kursi presiden, setidaknya mereka bisa menguasai semua kursi kepala daerah. Untunglah SBY yang takut citranya tercoreng segera membatalkan usulan tersebut.

Keluarnya Ahok dari Gerindra menambah sakit hati Prabowo. Bagaimana tidak, Ahok sudah disokong setengah mati oleh Prabowo dan Hasjim tapi kemudian beraksi layaknya “kacang lupa dengan kulitnya”. Pengkhianatan Ahok tidak akan pernah termaafkan.

Baca : http://megapolitan.kompas.com/read/2014/09/16/06581731/Hashim.Ceritakan.Kejengkelannya.terhadap.Ahok

http://www.tribunnews.com/metropolitan/2016/04/10/yusril-sebut-ahok-seperti-malin-kundang-karena-durhaka-kepada-megawati-dan-prabowo

Padahal Ahok bersikap seperti itu karena tidak setuju dengan arah politik gerindra yang menolak pilkada langsung (padahal sekarang Gerindra tetap berpartisipasi dalam pilkada langsung). Sikap Ahok yang tidak bisa dikendalikan menjadi masalah utama bagi partai. Skenario utama bisa gagal. Skenario apakah itu ?

Sumber: kaskus.co.id
Sumber: kaskus.co.id
Seperti diungkapkan dalam kalimat di awal tulisan, Gerindra memiliki agenda mengambil alih kekuasaan “baik secara konstitusional maupun tidak”. Skenario pertama yaitu menjatuhkan Presiden secara konstitusional agak susah karena mayoritas partai mengalihkan dukungan ke pemerintah. Oleh karena itu dipertimbangkan skenario kedua, yaitu menjatuhkan Presiden secara non-konstitusional. Bagaimana caranya ? Soal ini setiap ahli strategi militer pasti paham...

Tentu saja caranya dengan menguasai ibu kota. Benar sekali jika Aidit pernah bilang “Jawa adalah Kunci”. Untuk menguasai Indonesia, yang perlu dilakukan hanyalah menguasai Jawa khususnya Jakarta. Langkahnya antara lain dengan mengerahkan massa “perusuh” serta ditambah dukungan militer. Pengerahan massa bukanlah hal yang sulit. Terbukti dengan keberhasilan beberapa kali pengerahan massa (yang secara diam-diam) diorganisir Gerindra. Misalnya demo-demo buruh yang diadakan KSPI, demo anti komunis FPI, hingga demo anti Ahok yang terakhir. Tidak perlu berpikir keras untuk bisa membaca hal tersebut. Jokowi paham soal itu, sehingga ia melepas Sutiyoso yang dianggapnya tidak bisa mengendalikan FPI padahal keberadaan FPI tidak terlepas dari pengaruh Bang Yos.

Jangan aneh apabila buruh yang demo seragamnya itu-itu saja, atau kenapa buruh bodetabek ikut demo urusan UMR Jakarta atau menolak Tax Amnesty... Pokoknya jangan aneh...Show Off massa ini tujuannya tidak lain untuk merongrong pemerintah dan menghambat kemajuan pembangunan. Bagaimanapun, keberhasilan pemerintah adalah acaman terbesar bagi oposisi.

Penguasaan ibu kota seperti yang pernah terjadi beberapa kali dalam sejarah, dilakukan dengan cara menjalankan kerusuhan. Kita sudah mahfum bahwa mustahil sebuah kerusuhan terjadi tanpa pihak-pihak yang "mengorganisir" dan "mengizinkan" peristiwa tersebut. Untuk mendukung suasana itu, dimunculkanlah isu-isu pemantik kerusuhan seperti sentimen SARA, Kebangkitan PKI, dan nasib buruh. Apabila kita mau teliti sedikit, maka semua isu tersebut tampaknya sengaja diangkat oleh "orang-orang Prabowo". Isu-isu SARA dihembuskan oleh PKS-FPI-Amin Rais Dkk, isu PKI dihembuskan Kivlan Zein, dan gerakan buruh diorganisir Said Iqbal. Semua itu terlalu telanjang untuk dilihat.

Sumber: tribunnews.com
Sumber: tribunnews.com
buruh-58092d02597b61303b271730.jpg
buruh-58092d02597b61303b271730.jpg
Selanjutnya, Menguasai ibu kota hanya bisa terjadi apabila Gubernurnya bisa “dikondisikan”. Hal inilah yang mustahil karena Ahok sangat dekat dengan Presiden. Oleh karena itu, tujuan utama Gerindra yang utama adalah menguasai Ibu Kota dengan menempatkan pengganti Ahok, siapapun itu. Masih ingat kenapa kudeta turki gagal ? padahal salah satu syarat kudeta yang berhasil adalah adanya dukungan militer ? salah satunya karena pemerintah lokal dan masyarakat tidak mendukung kudeta itu. Untuk Indonesia, Massa bisa dimobilisasi, tinggal bagaimana menempatkan pemerintah lokal yang mendukung atau setidaknya "membiarkan" aksi. Soal gerakan militer, Jokowi sudah menyadari potensi itu sehingga ia menempatkan lebih banyak tokoh militer di kabinet.

Setelah skenario mengusung “RK” dan “Risma” kandas, Prabowo cukup frustasi karena ia tahu tidak ada yang bisa mengalahkan elektabilitas Ahok. Yusril terlalu tua dan tidak populer di kalangan pemilih muda. Sandiaga Uno terlalu hijau dan kurang “menjual”. Sjafrie Sjamsoeddin kurang “menjual” juga. Ah sudahlah terpaksa pilihan jatuh pada Anies Baswedan yang kebetulan baru dilepas dari kabinet. Diharapkan Anies bisa menarik simpati anak muda dan sebagian pendukung Jokowi.

Selain itu sepertinya Anies bisa “dikondisikan” tidak seperti Ahok. Skenario Gerindra untuk "menggoyang" Jakarta sepertinya bisa berjalan mulus dengan naiknya Anies. Untungnya SBY tidak menyetujui skenario tersebut sehingga ia mengusung calon sendiri yang tidak lain adalah putranya. Pemerintah mendukung langkah tersebut dengan mengerahkan partai-partai pendukung pemerintah untuk merapat ke SBY. Bagaimapun Agus yang memiliki latar belakang militer ditambah sokongan politik dianggap lebih kompeten untuk "menjaga" Jakarta apabila Ahok gagal terpilih.

So, urusan Pilgub Jakarta ini sangat serius karena menyangkut nasib kehidupan bernegara. Entah apa yang akan terjadi apabila kursi gubernur dipegang oleh kelompok oposisi. Apakah program-program pemerintah pusat akan dihambat, atau bisa jadi perebutan kekuasaan secara “tidak konstitusional” akan terjadi...

gank-prabowo-5814d7ef6f7e61332be4bb6d.jpg
gank-prabowo-5814d7ef6f7e61332be4bb6d.jpg
Disclaimer : Tulisan ini hanyalah opini dan analisis terhadap perkembangan politik terbaru.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun