Hasil pilgub putaran pertama ternyata kurang menggembirakan. PKS sangat terkejut dengan hasil yang mereka peroleh. Seorang mantan ketua MPR dan tokoh terbaik mereka hanya mendapat sekitar 12 % suara. Jauh dari pasangan Jokowi-Ahok yang mencapai 42%. Hal ini disebabkan karena warga kota tidak terlalu familiar dengan tokoh HNW. PKS menyadari hal itu sehingga mereka mendorong HNW untuk turun langsung ke lapangan, meniru aksi blusukan Jokowi... Upaya ini tidak berhasil...
Pada putaran kedua, PKS memutuskan untuk mendukung Foke. Menurut kabar yang beredar, hal ini diputuskan setelah permintaan mahar mereka ditolak oleh kubu Jokowi-Ahok. Sejak inilah benih kebencian PKS terhadap Jokowi memuncak, mereka menganggap Jokowi sebagai orang sombong yang tidak menghargai kebesaran PKS. Berbagai serangan membabi buta untuk memuluskan Foke menjadi gubernur pun mulai dilancarkan, salah satunya dengan mengangkat isu SARA.
Kemenangan Jokowi-Ahok dalam pilgub putaran kedua (Foke langsung mengakui kekalahannya setelah melihat hasil Quick Count) semakin memanaskan emosi PKS. Kader-kader tetap dikondisikan untuk merongrong pemerintahan Jokowi-Ahok baik lewat pemerintahan (DPRD) maupun media hingga kepentingan mereka diakomodir. Untungnya Jokowi-Ahok tidak bergeming.
Sejauh ini kita sudah bisa mendapatkan beberapa penyebab kebencian PKS terhadap Jokowi, yaitu :
1. Jokowi menghalangi niat PKS untuk menguasai Jakarta dan Indonesia
2. Jokowi tidak menanggapi permintaan mahar dari PKS
Menjelang Pilpres 2014Â terjadi peristiwa penting yaitu ditangkapnya LHI oleh KPK terkait kasus korupsi daging. Peristiwa ini sangat mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap PKS sehingga partai itu seringkali diidentikan dengan "sapi". Berbeda dengan sikap partai-partai lainnya yang seringkali tidak melawan tindakan KPK, PKS secara lantang menuduh terjadinya konspirasi di balik tindakan tersebut. Hingga saat ini, tokoh PKS seperti Fahri Hamzah terus menyuarakan pelemahan atau pembubaran KPK yang dianggapnya telah mencoreng nama baik PKS. Fahri mungkin lupa kalau lebih banyak masyarakat yang bersimpati terhadap KPK daripada PKS. Akibatnya kepercayaan masyarakat terhadap PKS semakin melemah. Simpatisan non kader yang tadinya mempercayai kebersihan PKS mulai merasa ragu dan mencari tokoh lain yang dianggap bersih.
Pemilu 2014 menjadi hakim bagi PKS. Partai ini hanya mendapatkan 8.480.204 suara atau 6,79% secara nasional. Jumlah ini tentunya sangat kecil dilihat dari kiprah PKS yang telah berdiri sejak 1998 atau dibandingkan misalnya Partai Nasdem yang baru berdiri dan sanggup meraih 8.402.812 suara. Perolehan suara PKS bisa jadi merupakan suara kader murni. Pimpinan PKS lagi-lagi terkejut atas hasil ini karena target mereka adalah meraih 3 besar. Mereka pun menyalahkan KPK yang dianggapnya telah merusak nama baik PKS dan menghilangkan suara simpatisan. Mereka tidak sadar kalau penyebab kekalahan tersebut lebih banyak berasal dari masalah internalnya. Berikut adalah beberapa penyebab kekalahan tersebut "
1. Aksi-aksi tidak simpatik tokoh PKS seperti Fahri Hamzah yang kerap menyuarakan pembubaran KPK menghilangkan suara masyarakat yang menaruh kepercayaan pada KPK. Mereka lupa bahwa masyarakat lebih menyoroti keburukan tokoh politik daripada kebaikannya. Segala prestasi dan kredibilitas yang dibangun oleh kader-kader terbaik PKS tertutupi oleh aksi-aksi seorang Fahri Hamzah. Kejadian ini terulang kembali ketika pilpres.
2. PKS tidak memiliki tokoh yang bisa dijual kepada masyarakat. Pasca ditahannya LHI, otomatis PKS tidak memiliki banyak pilihan untuk bisa diajukan sebagai Presiden. Sebenarnya setelah kekalahan HNW dalam pilgub, PKS lebih realistis dengan hanya mengajukan cawapres. Mereka pun mengajukan tiga tokoh capres dalam PEMIRA yaitu Aher, HNW dan Anis Matta. Ketiga tokoh tersebut memiliki kekuarangan masing-masing. Aher belum dikenal secara nasional, HNW terbukti kalah dalam pilgub (apalagi pilpres), sedangkan Anis Matta tidak memiliki keunggulan apa-apa dibandingkan capres lainnya.