Mohon tunggu...
Sinthia Nur Rahmawati
Sinthia Nur Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Writer | SEO Learner | Mahasiswi Sosiologi di Universitas Negeri Jakarta

Seorang mahasiswi Sosiologi yang memiliki ketertarikan untuk menganalisis berbagai isu sosial menggunakan teori Sosiologi. Ini merupakan cara saya untuk memahami materi yang telah dipelajari sekaligus mengasah kemampuan saya menjadi seorang Content Writer yang berkompeten.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menggapai Cita dengan KIP-K: Kuliah Gratis di UNJ dan Mendapat Uang Saku

21 Juni 2023   08:00 Diperbarui: 8 Juli 2023   18:01 2469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Setahun yang lalu, berbagai perdebatan terkait kerja atau kuliah sulit sekali untuk dihindari. Keinginanku untuk dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi memang sangat besar, tetapi keterbatasan finansial pun seperti menjadi tembok penghalang yang tak kalah besar untuk mewujudkan impian tersebut. Kondisi orang tua yang sudah "menyerah" karena tidak mampu membiayai kuliah pun turut menjadi beban pikiran yang tak terhindarkan.

Berbagai pertimbangan seperti menjadi teman yang selalu memenuhi pikiran ketika malam datang. Satu hal yang menjadi landasan: jika aku memilih untuk bekerja, apa pekerjaan yang akan aku dapat dengan kondisi tidak memiliki pengalaman dan kemampuan apapun?

Namun, jika aku memilih untuk tetap berkuliah, bukankah itu memaksakan keadaan? Lantas, bagaimana dengan beban biaya yang akan ditanggung oleh orang tuaku?

Terjebak dalam keadaan tersebut sungguh membuatku tersiksa. Rasanya aku menjadi manusia paling egois jika memaksakan diri untuk berkuliah dengan kondisi orang tua yang tak mampu menanggung beban biaya. Namun, di sisi lain keinginan untuk "mengubah takdir" kian membuncah.

Jika tidak berkuliah, bagaimana aku dapat mengubah nasib keluargaku? Pertanyaan tersebut berhasil memantik semangat dalam diriku untuk nekat melanjutkan kuliah.

Tekad untuk nekat. Jika orang lain memiliki persiapan finansial yang mumpuni, maka aku akan mempersiapkan tekad yang kuat demi meraih gelar sarjana tersebut.

Berbagai cara pun aku lakukan, salah satunya mencari informasi dengan detail terkait beasiswa. Mulai dari beasiswa pendidikan dari sebuah perusahaan, hingga pada akhirnya menemukan info terkait beasiswa pendidikan yang resmi dari pemerintah, yaitu program Kartu Indonesia Pintar - Kuliah (KIP-K).

Hanya dengan bermodalkan membaca dan mencermati buku panduan yang sudah disediakan pada laman pendaftaran KIP-K, aku nekat mengisi seluruh data dan berkas yang diperlukan, tentunya tanpa sepengetahuan orang tuaku.

Sejak mengikuti tahap pertama dari seleksi PTN, yaitu SNMPTN yang menggunakan nilai rapot, aku sudah resmi terdaftar menjadi peserta KIP-K. Namun, perjalananku terus berlanjut mengikuti seleksi selanjutnya, yaitu SBMPTN. Ya, aku gagal pada jalur SNM yang menjadi jalur prioritas karena tidak ada biaya apapun pada jalur ini.

Kabar baik pun muncul bahwasanya peserta yang telah terdaftar KIP-K akan terbebas dari biaya pendaftaran UTBK jalur SBMPTN sebesar Rp200.000 rupiah. Orang tuaku tidak mengetahui kalau anaknya ini nekat mendaftar pada jalur SBMPTN. Mereka hanya tahu aku mengikuti seleksi tersebut secara gratis tanpa minta biaya apapun.

Tuhan memang sudah merencanakan takdir terbaik bagi setiap manusia. 23 Juni 2022, pengumuman pun tiba. Tanpa disangka tulisan "SELAMAT! Anda dinyatakan lolos seleksi SBMPTN!" terpampang jelas di layar laptopku. Rasanya seperti seluruh jerih payahku mendapatkan bayaran yang sangat indah oleh Sang Pencipta.

Pasca pengumuman tersebut, aku mengurus seluruh berkas yang diperlukan sebagai mahasiswa baru pengguna KIP-K. Kali ini aku menyiapkan seluruh berkas tersebut dibantu oleh kedua orang tuaku.

Kini, aku telah berhasil mewujudkan mimpi untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri tanpa membebani biaya ke orang tua. Kartu Indonesia Pintar - Kuliah (KIP-K) telah menjamin biaya kuliahku hingga 8 semester. Tak hanya bebas dari biaya UKT, KIP-K juga memberi uang saku per semesternya sebesar Rp8.400.000.

Saat tulisan ini dibuat, aku telah berhasil menyelesaikan tahun pertamaku menjadi mahasiswa Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan akan memasuki semester 3. 

Melalui tulisan ini, aku ingin memberikan apresiasi kepada diri ini yang telah berjuang dan berhasil melewati masa-masa sulit itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun