Mohon tunggu...
Sintha Wahyu Arista
Sintha Wahyu Arista Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

I was born to express, not impress others.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Arunika Di Puncak Ancala [Bagian Dua]

13 Maret 2023   21:32 Diperbarui: 15 Maret 2023   15:37 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arunika Di Puncak Ancala [Bagian Dua] sumber foto/pinterest
Arunika Di Puncak Ancala [Bagian Dua] sumber foto/pinterest

"Arunika!" panggil Ancala dari kejauhan.

Aku langsung bergegas menuju sumber suara.

"Kenapa, Al?" tanyaku.

"Kamu lihat yang di sebelah sana! Itu namanya Gunung Penanggungan. Bagus'kan?" 

"Oh jadi itu Gunung Penanggungan? Yang biasa kamu sering kesana itu ya, Al? Aku juga mau kesana."

"Iya, kalau ada waktu luang kita kesana ya. Kamu jangan kapok ya buat mendaki lagi hahahaha." ejek Ancala dan mulai berjalan menjauhiku.

"Ih apaan sih, jelek!"

Kalian tahu apa yang ada di fikiranku saat ini?

Aku ingin kembali mendaki gunung!

Tidak peduli seberapa lelah, letih di sepanjang perjalanan. Tapi semua akan terbayarkan saat kita menampakkan kaki di atap puncak gunung dengan panorama yang sangat indah.

Lautan awan yang sangat memanjakan mata.

Yes, ekspedisi pertamaku berhasil! ucapku dalam hati.

Sebulan setelah pendakian pertamaku, Ancala kembali mengajakku untuk melakukan ekspedisi menyusuri hutan.

Kali ini dia menempati janjinya. Ancala mengajakku untuk mendaki Gunung Penanggungan, bersama keempat kawannya.

Bohong banget kalau aku menolak ajakan Al.

Tanpa berfikir panjang lagi, aku langsung jawab "Yuk gas, Al!"

Tak terasa, aku dan Al kini sudah memasuki tahun keempat duduk di bangku kuliah alias semester 7. Dan kalian tahu, aku sudah mengunjungi berapa banyak gunung selama tiga tahun terakhir ini?

Tiga? Empat? Lima? Salah! Hehehehe. Kalian tebak sendiri aja yaa, wlee!

Untuk sementara waktu, aku dan Al vakum pendakian. Sekitar lima atau enam bulan, kita udah nggak pernah mendaki bersama.

Seperti yang kalian tahu, semester akhir pasti banyak tugas-tugas yang harus diselesaikan. Belum lagi magang, usai magang juga harus buat laporan'kan?

Kira-kira itulah kesibukan kita masing-masing.

Tepat di bulan Juli, liburan semester telah tiba. "Yeay, finally! bisa rehat juga, waktunya healing nih." ucapku pada Ancala.

"Mau kemana sih Arunika? Kan impian ndaki gunung di Jawa udah kesampean, terus sekarang mau kemana lagi?" tanya Ancala.

"Al, masih ada satu gunung di Jawa yang belum aku datangi. Kamu temenin aku kesana ya?"

"Masih ada lagi? Dimana?"

"Semeru." jawabku sambil tersenyum manis ke arah Al, berharap dia bisa menemaniku mengexplore hutan menuju Puncak Mahameru.

"Hah, itu tinggi banget anjir! Nggak nggak, yang lain aja yaa. Ke pantai aja gimana?"

Tumben! Nggak seperti biasanya Al menolak ajakanku buat muncak, ucapku dalam hati.

"Ya udah kalau nggak mau, aku bisa berangkat sendiri kok." jawabku ketus sambil berjalan meninggalkan Al.

"Bukan gitu maksud aku Arunika, kamu sini dulu biar aku jelasin!"

"Kamu tahu'kan kalau aku pengen banget ke Mahameru. Puncak impian aku. Kalau kamu nggak mau nemenin, ya udah gapapa Al. Aku bisa berangkat sendiri."

"Ya.. Ya udah, iya aku temenin Arunika. Mau berangkat kapan?" jawab Al dengan nada terpaksa.

"Sabtu depan gimana?"

"Eee.. Kalau tiga minggu lagi gimana? Janji deh aku temenin!" bujuk Al.

"Engga Al, aku maunya sabtu depan. Kalau nggak mau, ya udah gapapa kok."

"Iya iya, Al temenin."

Beberapa hari sebelum keberangkatan, aku coba menghubungi Ancala melalui aplikasi chatting, tapi nggak ada balasan. Mungkin Ancala lagi sibuk, pikirku.

Sampai tibalah hari Sabtu, hari dimana Ancala berjanji untuk menemaniku mendaki Puncak Tertinggi Jawa. Tapi anehnya, dia nggak ada kabar sama sekali, bahkan waktu aku samperin ke rumahnya, dia nggak ada.

"Maaf Non Arunika, Den Al, tuan sama nyonya sudah hampir seminggu ini tidak pulang ke rumah." ucap Bi Arti, ART Tante Vera dan Om Bayu.

Kemana sih nih bocah, tiba-tiba ngilang nggak jelas gini? tanyaku pada diri sendiri. Apa aku solo hiking aja kali ya, itung-itung buat pengalaman juga. Toh ini'kan weekend pasti banyak pendaki yang lagi naik juga.

Akhirnya aku memutuskan kembali ke rumah dan mengambil semua peralatan dan perlengkapan pendakian kali ini.

Ya, aku memutuskan untuk berangkat sendiri tanpa Ancala.

Rasanya ada yang beda. 

Sepi. Sunyi. Nggak ada canda gurau.

"Arunika?" terdengar suara pria dari arah kejauhan. "Arunika, tunggu aku!"

Kok nggak asing ya sama suaranya? ujarku dalam hati. Perlahan ku'palingkan wajahku, menengok ke arah sumber suara.

"Al?" 

Aku bergegas lari menuju arah Ancala. "Kamu kemana aja Al? Aku telpon nggak diangkat, aku chat juga nggak dibales. Terus aku tadi sempet ke rumah kamu, tapi kata Bi Arti, kamu sama mama papa kamu nggak ada di rumah. Nggak pulang satu minggu. Kamu kemana Al, kemana?" tanyaku sambil memeluk Ancala. Tanpa sadar, air mata sudah memenuhi pipi aku.

"Maaf ya, eee aku ada urusan keluarga di luar kota."

Tapi disini ada yang berbeda. Aku melihat wajah Ancala sangat pucat, seperti orang sakit. 

Aku coba memberanikan diri menanyakan hal ini ke Ancala, tapi katanya dia cuma capek aja karena buru-buru mengejarku.

Dengan polosnya, aku percaya -percaya aja dengan ucapan Ancala.

Aku dan Ancala melanjutkan perjalanan ke Pasar Tumpang dengan diantar oleh Pak Amir.

Sampai di Pasar Tumpang, kita menaiki jeep untuk sampai di Ranu Pani, desa terakhir sebelum memulai pendakian Gunung Semeru.

Setibanya di Ranu Pani, aku dan Ancala langsung menuju pos untuk mengurus simaksi.

Karena kita sampai basecamp sore hari, jadi mau nggak mau ya kita harus nunggu esok hari buat memulai pendakian. Dan itu sudah peraturannya.

Malam telah berlalu. Mentari pun menyambut dengan hangatnya dari arah timur.

Sebelum memulai pendakian, kita diarahkan ke ruang briefing untuk diberikan penjelasan oleh relawan Semeru seputar pendakian (penjelasan mengenai jalur, apa yang boleh dilakukan dan tidak, resiko pendakian, dan lain-lain). 

"Kita berdoa dulu ya sebelum memulai pendakian. Biar selamat sampai nanti kita turun." ujar Ancala.

07.10 WIB aku dan Ancala memulai pendakian.

Setelah berjalan kurang lebih 80 menit, sampailah kita di pos 1.

Aku merentangkan kedua kaki dan meminum beberapa teguk air yang telah ku'bawa.

"Gimana masih kuat nggak?" tanya Al dengan nada mengejek.

"Ya kuatlah, aku udah latihan fisik kok seminggu sebelum kita berangkat." jawabku. "Yuk lanjut jalan!" ajakku dengan penuh semangat.

Setelah berjalan cukup jauh dan melelahkan, akhirnya sampai juga di Ranu Kumbolo.

Pasti kalian udah tau dong danau yang satu ini?

Kata orang sih, Ranu Kumbolo ini the best place to see sunrise. Jadi pengen cobain bermalam disini deh.

"Al, kita ngecamp disini yuk! Besok jam 7 kita lanjut jalan." ajakku.

"Hah, perjalanan masih jauh Arunika. Sama aja kita buang-buang waktu kalau kita ngecamp disini sekarang."

"Al, kita masih punya banyak waktu. Santai aja, nggak usah buru-buru. Kita nikmatin aja setiap waktunya."

Aku terus berusaha membujuk Ancala agar menuruti keinginanku.

Keindahan Ranu Kumbolo menghipnotisku.

Daya magis yang ditimbulkan oleh keindahannya begitu luar biasa.

Benar-benar definisi keindahan surga di dunia.

Terlebih lagi airnya yang sangat bersih dan jernih.

Nggak sia-sia nih aku ngecamp disini, dapat sunset pula. ucapku dalam hati.

Tak terasa waktu pun berlalu.

Arunika Di Puncak Ancala [Bagian Dua] sumber foto/pinterest
Arunika Di Puncak Ancala [Bagian Dua] sumber foto/pinterest

Matahari senja mulai menyapa

Menampakkan dirinya dari kejauhan

Angin meliuk-liuk meniup ilalang

Pasir, bebatuan bermain tanpa batas

Jam menunjukkan pukul 20.00 WIB, aku segera masuk ke dalam tenda. 

Tapi tiba-tiba...

"Al, kamu kenapa Al? Bangun Al, kamu dengar suara aku'kan? Al? Ancala?" teriakku dengan nada lirih sambil mencoba membangunkan Ancala yang sedang tidak baik-baik saja.

STAY TUNED FOR THE NEXT STORY, GUYS!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun