Sekali saja, andai kesempatan itu datang, meminta kita datang ke Palestina, apa yang harus disiapkan?
Paspor visa, agar dapat berangkat dan pulang dengan selamat. Sejumlah uang yang dapat dikonversikan ke mata uang asing, tak mungkin di negeri orang tak bawa uang saku. Logistik, agar tak kelaparan sepanjang perjalanan maupun di tempat tujuan. Pakaian sesuai musim, mengingat Palestina dapat mengalami cuaca ekstrem sangat panas atau sangat dingin. Baterai, sebab listrik hanya dijatah 3-5 jam oleh Israel. Alat komunikasi, siapa tahu keadaan terjepit dan kritis, harus mengontak pihak otoritas. Oh ya, kamera. Mengabadikan perjalanan tak lengkap tanpa kesan visual. Sediakan kantong-kantong sisa di ransel dan koper, agar dapat membeli souvenir di toko-toko handicraft yang tersebar di sepanjang jalan di Gaza City. Harganya relatif murah. Kecuali jika ingin membeli abaya, perlu menyiapkan sekitar 200 shekel per gaun.
Cukupkah? Rasanya cukup.
Tambahkan tim penerjemah yang mampu berbahasa Arab, bila hanya paham ana dan antum. Jika perjalanan itu bertujuan menikmati eksotika Khan Khalili, Kairo, atau biru safir Mediterrania el Arish, daftar di atas cukup. Namun bila Anda berkehendak memasuki Palestina, ada hal-hal lain yang harus disiapkan.
1. Believe in Allah
Ini saran dari Rehab Shubair, Ministry of Women Affairs. Keadaan di Palestina betul-betul tak dapat diprediksi. Tak ada siklus rutin pasti sebagaimana kita bangun Shubuh, sholat, menyiapkan sarapan, berangkat ke kantor dan mengantar anak sekolah, pulang sore, dan bercengkerama kembali, melepas penat dan begitu seterusnya. Merencanakan akhir pekan, merencanakan beli sesuatu di awal bulan. Berniat melakukan sesuatu di tahun depan.
Terjebak jam malam. Terjebak sirene peringatan sehingga rumah dan sekolah harus bergegas mengawasi jendela agar anak-anak menjauhi kaca –sniper mengincar bahkan hanya sekedar gerakan melongok. Mereka yang kau cintai, belum tentu dapat kau cium dan peluk kembali, malam nanti. Seorang anak mungkin tewas dalam perjalanan pulang sekolah. Seorang ibu mungkin tertembak ketika sedang ke pasar atau bekerja mencari nafkah tambahan. Seorang ayah mungkin terkena rudal ketika tengah menunaikan kewajiban.
Kematian adalah hal biasa. Syahid adalah cita-cita.
Tapi Palestina, juga Gaza, berisi manusia-manusia yang punya hati; menjerit bila sakit, menangis saat terluka, terisak jika kehilangan. Siapa di antara kita yang sanggup kehilangan sesuatu yang dicintai dengan cara mendadak dan cara paling menyedihkan? Tak ada. Maka Ministry of Women, bekerja sama dengan semua lembaga pemerintah menggaungkan pesan-pesan propaganda, bahwa bila rakyat Palestina ingin bertahan, mereka harus percaya Allah. Believe in Allah bukan lips service, sekedar slogan dan teriakan.
Believe in Allah menggaung dari dinding-dinding rumah, dari program harian rumah tangga, dari kurikulum sekolah, dari target pemerintah. Pemerintah menetapkan bahwa summer camp adalah waktu wajib bagi para pelajar untuk libur sekolah, mengikuti supercamp untuk mengasah leadership dan life skill, dan program sepanjang kurang lebih tiga bulan ini terutama menempa para pelajar menghafal Quran. Quran adalah salah satu bentuk believe in Allah, tak ada tawar menawar lagi.
[caption id="attachment_314945" align="aligncenter" width="360" caption="Sholat, sholat, sholat"]
2. Al Waqiah
Ini adalah saran dari Abeer Barakah, seorang ibu muda cantik berputra putri 4 orang, dosen UCAS. Kehidupan di Gaza boleh jadi sangat rumit, diblokade bertahun-tahun. Pasokan barang terpaksa melalui smuggling tunnel, mulai genset, mobil sampai hewan Qurban. Mulai shampoo sampai jepit rambut. Mulai tabung gas hingga obat-obatan. Masih belum cukup rupanya, smuggling tunnel sering kali terpantau satelit dan dibombardir hingga menewaskan para pekerja dan merugikan ribuan rakyat yang tergantung hidupnya dari pasar gelap.
2012, Gaza masih dapat bernafas lega ketika Rafah dibuka atas kebijakan presiden Mursi. Sekarang, Rafah kembali ditutup dan rakyat Gaza terengah-engah memenuhi kebutuhan hidup.
Bagi Abeer, Allah Maha Kaya dan tidak terpasung hanya oleh blokade, hantaman rudal, smuggling tunnel atau sirene jam malam. Ia melazimkan bacaan al Waqiah setiap hari demi jaminan rizqi dari-Nya. Karena itu, sekalipun kondisi sulit dan kelaparan menimpa hampir setiap kepala penduduk Gaza, mereka selalu bahagia akan datangnya rizqi Allah yang tak disangka-sangka. Cairnya beasiswa, bantuan dari negara tetangga macam Yordania atau Qatar. Dan tentu, bantuan dari Indonesia adalah salah satu jawaban atas al Waqiah yang istiqomah dilakukan.
Abeer Barakah, bahkan masih merasa belum cukup membeli tiket ke surga dengan sekedar tinggal di tanah para Anbiya. Ia dan suaminya mendirikan yayasan, memelihara anak-anak yatim, berpegang pada salah satu hadits Rasulullah Saw yang artinya kurang lebih: Rasul dan penyantun para yatim bagaikan dua jari tak terpisahkan di surga.
Rindu padamu, Abeer.Miss you much, your family and all of Gaza people.
Dalam kehidupan yang sangat singkat ini mereka tak pernah lupa tempat kembali, tak pernah lupa bahwa tiket ke sana bukan semurah tiket masuk konser musik atau bioskop XXI.
[caption id="attachment_314946" align="aligncenter" width="480" caption="Kantor, Gaza City"]
3. An Anfaal dan At Taubah
Anda lelaki, seorang ayah atau pemuda? Akan sangat malu bila belum menghafalkan 2 surat ini. Surat kebanggaan yang menjadi pelipur lara, penegak tulang belakang, pembusung dada bahwa kaum muslimin tak akan pernah terhina meski terpaksa mengais belah kasih, bergantung hidup sebesar 70% dari bantuan internasional. Inilah surat yang menjadikan para pemuda boleh mendaftar sebagai prajurit Hamas.
Sekedar jago beladiri, tubuh tegap dan wajah sangar tak cukup. Sebab prajurit Palestina bukan berperang menggunakan drone atau melaju di atas pesawat-pesawat tempur, berlindung di balik tank-tank baja. Para pemuda harus siap menjadi prajurit kapan pun tugas negara memanggil. Mereka harus bergilir menjaga perbatasan, sewaktu-waktu terjebak perang yang pecah tiba-tiba, terkena peluru nyasar atau pecahan bom. Kekuatan mental dan ruhiyah menjadi syarat utama agar sanggup mengatasi rasa sakit fisik dan psikis.
Maka, jangan hanya terbakar emosi sesaat dan berniat mendaftar sebagai relawan perang di Palestina. Gaza tak pernah meminta bantuan pasukan perdamaian. Gaza tak pernah menghiba memohon gencatan senjata dengan Israel. Mereka merasa cukup dengan sumber daya manusia yang mereka miliki, yang tidak dimiliki negara mana pun di dunia ini termasuk Indonesia. Prajurit penghafal Quran. Yang Gaza harapkan adalah kepedulian warga muslim dunia, agar senantiasa mendoakan dan menyisihkan dana bagi operasional negara mungil yang bahkan tak boleh mencari ikan di perairan lautnya sendiri.
4. Sabar
Sabar adalah syarat mutlak bagi seseorang yang berniat memasuki Gaza, Palestina. Apalagi yang dibutuhkan bagi seseorang yang menunggu tanpa kepastian?
Pemeriksaan check point, tertolak di gerbang Rafah, perjalanan melelahkan via jalur darat, belum lagi diusir oleh tentara Mesir dari perbatasan. Tak ada bekal yang lebih baik kecuali sabar: baik dapat menerobos masuk ataupun tertolak. Beberapa relawan mengisahkan bahkan terpaksa gigit jari setelah tinggal berminggu-minggu di El Arish tak dapat menembus Rafah.
Bila berhasil memasuki Gaza, Palestina, bersabarlah. Belum tentu dapat pulang sesuai waktu yang dijanjikan sebab gerbang Rafah bukan terbuka-tertutup sesuai jam kerja. Inilah satu-satunya gerbang antarnegara paling ajaib di dunia: tak ada jadwal tetap, tak ada hukum pasti, tak ada prosedur yang dapat dipelajari, tak ada orang dalam yang dapat ditembus. Hanya dapat dibuka sesuai kesepakatan dengan Israel dan Mesir yang saat ini tak berpihak pada tetangga muslimnya sendiri.
Tinggal di Gaza berarti harus bersiap-siap kekurangan air dan listrik, juga harus waspada terhadap kemungkinan tembakan-tembakan Israel yang lepas tanpa perjanjian.
5. Waspada
Tak perlu khawatir akan keamanan yang berasal dari warga Gaza. Insyaallah aman tidur malam meski tanpa mengunci pintu. Insyaallah tak ada pencopet sebab warga Gaza memiliki izzah. Jangankan mencopet, mengemis saja mereka enggan. Yang harus diwaspadai adalah, demikian tipisnya jarak antara hidup dan mati. Siapa sangka, sesaat ketika mengajar, terdengar dentuman dan di waktu yang sama kita telah terlempar ke dimensi yang lain: alam barzakh?
Bukan berarti warga Gaza membabi buta menuju kematian dan tak lagi peduli pada perjuangan hidup. Mereka tetap bekerja, menuntut ilmu, bahkan hingga strata tiga. Mereka giat mencari beasiswa ke negeri jauh untuk diaplikasikan kembali ke Palestina. Mereka berlatih survival, bagaimana menyelamatkan diri dari bahaya pecahan peluru. Hingga anak-anak, tahu bagaimana menghadapi tentara Israel meski hanya berbekal sebentuk batu.
Saya mungkin seperti Anda dan jutaan manusia yang lain, menyangka bahwa kematian hanya akan menjemput nanti ketika usia menginjak angka 60 tahun ke atas. Kehidupan saat ini masih sangat layak dinikmati. Rancangan mingguan, bulanan bahkan tahunan ke depan menggambarkan kebutuhan-kebutuhan manusia dalam dimensi duniawi. Sangat sedikit mengingat kematian kecuali saat takziyah dan melewati areal pemakaman.
[caption id="attachment_314947" align="aligncenter" width="480" caption="Gaza"]
Di Gaza, Palestina, hidup terasa demikian aneh dan asing, namun juga menentramkan. Udara pagi demikian segar, pasokan oksigen yang disiapkan tumbuhan zaitun dan tiin. Salam bertebaran, dengung Quran tiada henti. Wajah-wajah ramah teduh. Riuh rendah suara anak-anak sekolah, percakapan warga yang sama seperti warga lainnya dari belahan mana pun di dunia ini. Hanya saja, warga negara ini tak gentar menghadapi kematian. Kepahitan tentulah ada, tapi mereka tak pernah takut hingga berniat meninggalkan Darul Ma’ad. Mereka selalu waspada dengan kematian yang begitu dekat berteman dengan kehidupan. Amat sangat waspada. Hingga setiap langkah. Setiap jejak. Setiap nafas. Ditujukan bagi persiapan menuju keabadian.
Sekali lagi, Palestina dihantam kesulitan. Para penjaga al Aqso, pengawal tanah kenabian, terbiasa menghadapi kelaparan dengan berpuasa dan berbuka hanya dengan segelas air putih. Mereka sanggup menghadapi persenjataan canggih dengan lemparan batu dan merakit roket-roket sederhana.
Tapi, apakah kita, hanya berdiam diri? Atas nama kemanusiaan dan surga yang diimpikan, atas nama Allah Yang Maha Menyaksikan. Setiap keping rupiah dari kita adalah pertemuan dahsyat doa-doa mereka dengan cinta kaum muslimin. Setiap kepedulian kita adalah jalinan kuat dengan impian warga Gaza: ya Allah, jadikan saudara-saudara kami di Indonesia dapat menunaikan sholat di Al Aqso, kiblat pertama kaum muslimin.
Salurkan dana pada lembaga yang anda pilih. Atau bersama Forum Lingkar Pena, FLP.
Organisasi Kepenulisan Muslim yang insyaallah terbesar di dunia, aktif dan konsisten menyebarkan nilai-nilai Islami yang Universal.
BSM (Bank Syariah Mandiri) cabang Dewi Sartika, Jakarta, no rekening 7033 101858, an Forum Lingkar Pena. Harap konfirmasi kepada Nurbaiti Hikaru 0815 72014615. Tweet ke @flpoke dan amati daftar donasi melalui website www://flp.or.id
Dana insyaallah sampai langsung kepada warga Gaza Palestina, melalui mitra FLP : BSMI dan KNRP insyaAllah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H