Mohon tunggu...
Sintawati
Sintawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Program Studi Ilmu Tasawuf Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah (IAILM) Suryalaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

RA Kartini: Pahlawan Perempuan dan Inspirasi Pendidikan

16 November 2024   19:25 Diperbarui: 16 November 2024   19:54 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Raden Ajeng Kartini, yang lebih dikenal sebagai R.A. Kartini, adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang memperjuangkan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender di tengah masyarakat yang masih konservatif. Kartini tidak hanya dikenal sebagai pejuang pendidikan, tetapi juga sebagai simbol keberanian perempuan dalam melawan ketidakadilan dan membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.

R.A. Kartini lahir pada tanggal 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah, dalam keluarga bangsawan Jawa. Sebagai anak dari Bupati Jepara, Kartini memiliki akses pendidikan yang relatif lebih baik dibandingkan perempuan pada zamannya. Meskipun demikian, ia tetap terhalang oleh tradisi yang membatasi peran perempuan dalam masyarakat, terutama dalam hal pendidikan dan peran sosial.

Kartini bersekolah hingga usia 12 tahun, tetapi setelah itu ia harus berhenti karena adat yang mengharuskan perempuan dari kalangan bangsawan untuk tinggal di rumah dan mempersiapkan diri untuk pernikahan. Meski demikian, Kartini tidak menyerah. Ia terus belajar secara mandiri, membaca buku-buku yang diterjemahkan, dan menggali pengetahuan yang lebih luas dari apa yang diajarkan oleh pendidikan formal.

Salah satu perjuangan terbesar Kartini adalah dalam memperjuangkan pendidikan bagi perempuan. Dalam surat-suratnya yang terkenal, yang dikumpulkan dalam buku Habis Gelap Terbitlah Terang, Kartini mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi perempuan yang terkungkung oleh tradisi. Ia menulis dengan penuh semangat tentang pentingnya perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan pendidikan, agar mereka dapat mengembangkan potensi diri dan memberikan kontribusi lebih besar bagi bangsa.

Kartini percaya bahwa pendidikan adalah jalan utama untuk membebaskan perempuan dari belenggu ketidakadilan. Ia menulis kepada sahabat-sahabatnya di Belanda tentang keinginannya untuk mendirikan sekolah untuk perempuan di Indonesia, agar mereka dapat memperoleh pengetahuan yang lebih luas dan menjadi perempuan yang lebih mandiri.

Surat-surat Kartini yang ditulisnya kepada sahabat-sahabatnya di Belanda, termasuk kepada Stella Zeehandelaar dan lainnya, memberikan wawasan tentang pemikirannya yang jauh melampaui zamannya. Dalam surat-surat tersebut, Kartini menyuarakan kecemasannya mengenai ketidakadilan sosial, tradisi yang mengekang perempuan, serta pentingnya kesetaraan dalam pendidikan dan kesempatan hidup.

Surat-suratnya, yang diterbitkan setelah kematiannya, menjadi cerminan semangat Kartini yang tak kenal lelah untuk melihat perempuan Indonesia merdeka dalam pendidikan dan kehidupan. Kartini bukan hanya berjuang untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk generasi perempuan yang akan datang.

Kartini memandang bahwa emansipasi perempuan adalah hal yang penting, namun ia juga meyakini bahwa perubahan tersebut harus dilakukan dengan cara yang bijaksana, sesuai dengan budaya Indonesia. Ia tidak sepenuhnya menentang tradisi, namun menginginkan agar tradisi yang mengekang perempuan dapat diubah untuk memberikan ruang yang lebih besar bagi mereka untuk berkembang.

Kartini mengajarkan bahwa perempuan tidak hanya seharusnya menjadi ibu rumah tangga yang melayani suami, tetapi mereka juga berhak untuk mengejar pendidikan, berkarir, dan memiliki hak yang setara dengan laki-laki dalam masyarakat. Ia menginginkan perempuan Indonesia untuk lebih mandiri dan mampu berpikir kritis dalam menghadapi masalah sosial dan budaya.

Setelah Kartini wafat pada tahun 1904, perjuangannya dalam memajukan pendidikan bagi perempuan tidak berhenti. Pemerintah kolonial Belanda kemudian mendirikan sekolah perempuan pertama di Indonesia, yang merupakan impian Kartini. Pada tahun 1964, pemerintah Indonesia menetapkan 21 April sebagai Hari Kartini, untuk mengenang jasa-jasanya dalam memajukan emansipasi perempuan.

Kartini tidak hanya dikenang sebagai pahlawan emansipasi, tetapi juga sebagai seorang pemikir yang berani keluar dari batasan zaman. Ia memberikan inspirasi bagi perempuan-perempuan Indonesia untuk terus berjuang untuk hak-haknya, untuk mengejar pendidikan, dan untuk membangun masa depan yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun