Dinda tersenyum lemah. "Waktuku di sini hampir habis. Aku harus kembali ke langit, untuk selamanya."
Ardi merasa dadanya sesak. "Tapi... kita sudah berjanji."
"Janji itu akan selalu ada di hati kita, Ardi," ujar Dinda, suaranya seperti angin senja yang lembut. "Tapi aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Aku harus kembali ke tempatku yang sebenarnya."
Ardi ingin mengatakan banyak hal ingin memohon, ingin menangis. Namun ia tahu, ini adalah takdir yang tak bisa ia lawan. Dinda adalah bagian dari senja, dan senja selalu berubah, selalu berakhir.
"Terima kasih karena telah memberiku kenangan yang takkan pernah aku lupakan," bisik Ardi, air matanya jatuh tanpa ia sadari.
Dinda mengulurkan tangannya, dan mereka saling menggenggam untuk terakhir kalinya. "Selamat tinggal, Ardi. Aku akan selalu menjadi bagian dari senja yang kau lihat."
Ketika matahari sepenuhnya tenggelam di balik horizon, Dinda perlahan memudar, menjadi satu dengan langit. Ardi menatapnya, merasakan kehangatan yang perlahan menghilang. Ia tahu, meski Dinda tidak lagi hadir langsung disisinya, setiap senja akan selalu mengingatkannya pada gadis yang pernah menjadi bagian dari langit jingga itu.
Dan sejak hari itu, Ardi terus datang ke tepi danau setiap senja. Ia duduk di bangku kayu tua, menatap langit yang berubah warna, dan meski Dinda tak lagi ada di sana, Ardi tahu ia masih merasakan kehadirannya. Mereka telah berjanji, dan janji itu hidup dalam setiap detik senja yang memeluk langit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H