Mohon tunggu...
Sintawati
Sintawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Program Studi Ilmu Tasawuf Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah (IAILM) Suryalaya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Bawah Langit Senja

17 Oktober 2024   20:15 Diperbarui: 17 Oktober 2024   20:25 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Aku adalah bagian dari senja yang selalu kamu tatap," lanjut Dinda dengan suara yang kini terdengar lebih serius. "Aku hanya bisa ada di dunia ini saat matahari tenggelam, dan ketika malam tiba, aku harus ikut kemana senja itu pergi."

Ardi terdiam. Hatinya seperti jatuh ke dalam kekosongan. Semua mulai masuk akal mengapa Dinda selalu muncul dan menghilang tanpa jejak, mengapa ia tampak begitu memikat, begitu penuh misteri.

"Jadi... kau tidak nyata?" tanya Ardi, suaranya gemetar.

Dinda menunduk, memandang tangannya yang mulai samar. "Aku nyata... hanya saat senja. Setelah itu, aku kembali menjadi bagian dari langit yang selalu kau bilang sangat indah ini."

Ardi menatapnya dengan perasaan campur aduk. Ia ingin menyangkal, ingin berkata bahwa semua ini tidak mungkin. Namun di dalam hatinya, ia tahu apa yang dikatakan Dinda adalah kebenaran. Senja telah mengikat mereka dalam sebuah pertemuan yang mustahil.

Mereka berjanji untuk selalu bersama di setiap senja, menikmati momen-momen yang singkat namun penuh makna. Setiap kali Dinda muncul, Ardi merasa senja semakin indah, dan bersama-sama mereka menikmati es kelapa, menyaksikan dunia perlahan berubah warna.

Namun, suatu hari ketika Ardi tiba di danau, langit tampak lebih kelabu. Tidak ada sinar jingga, tidak ada Dinda. Senja datang, tetapi Dinda tidak muncul. Ardi menunggu, berharap gadis yang kini telah menjadi bagian dari hidupnya akan muncul seperti biasa. Namun, hingga malam tiba yang ia temukan hanyalah kesunyian.

Selama tiga hari Ardi duduk di tepi danau, menunggu kehadiran Dinda. Ia merindukan tawa lembutnya, senyumnya, dan cerita-cerita mereka tentang langit yang selalu berubah. Tapi setiap senja, yang ia temui hanyalah kekosongan.

Pada hari selanjutnya, ketika senja mulai menyelimuti langit lagi, Ardi mendengar suara yang sudah lama ia rindukan. "Maaf aku terlambat, Ardi."

Ardi menoleh dan melihat Dinda berdiri di sana, lebih lemah dari biasanya. Cahaya senja yang biasa membuatnya bersinar tampak mulai memudar.

"Ada apa? Kenapa kau tidak datang?" tanya Ardi, merasa ada sesuatu yang tidak beres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun