Setiap sore, langit di tepi danau berubah menjadi lautan warna jingga, merah, ungu, dan emas yang membaur menjadi satu. Ardi selalu duduk di bangku kayu yang menghadap ke danau menatapi indahnya pantulan cahaya matahari di air. Sudah berbulan-bulan ia menanti senja di sana, merasa seolah ada yang memanggilnya, entah apa. Tapi hari itu berbeda.
Saat angin sore berhembus lembut, tiba-tiba sebuah suara terdengar di belakangnya. Suara lembut seorang gadis, penuh rasa takjub. "Kau menyukai senja?"
Ardi menoleh, mendapati seorang gadis berdiri tak jauh darinya. Rambutnya yang tertiup angin dengan pancaran mata yang berkilat membuat ardi terdiam seketika. Ada sesuatu yang aneh namun ada yang memikat dari gadis itu, seolah ia adalah bagian dari senja itu sendiri.
"Ya, setiap hari aku menunggu momen ini," jawab Ardi, sedikit terpana. "Senja selalu membawa ketenangan."
Gadis itu tersenyum. "Aku juga. Senja... adalah waktu terbaik, saat siang dan malam menyentuh satu sama lain."
Ardi hanya mengangguk. Mereka duduk bersama di bangku kayu itu, menikmati pemandangan tanpa perlu banyak bicara. Setelah beberapa saat, gadis itu memperkenalkan dirinya. "Namaku Dinda," ujarnya dengan lembut, senyumnya menyembunyikan rahasia yang belum bisa diterka oleh Ardi.
Hari-hari berlalu, dan tanpa direncanakan, Ardi dan Dinda selalu bertemu di tepi danau setiap sore untuk menikmati senja. Mereka berbagi cerita, tawa, dan menikmati es kelapa yang selalu tersedia di warung dekat sana. Namun ada satu hal yang terus mengganggu pikiran Ardi, Dinda selalu muncul dan pergi bersamaan dengan senja yang selalu ia dapati.
Pada suatu hari, setelah senja yang luar biasa indah, Dinda memandang Ardi dengan tatapan serius. "Ardi, ada sesuatu yang harus kamu tahu."
Ardi mengernyit, merasa ada yang ganjil dari nada bicara Dinda. "Apa itu?"
"Aku... tidak seperti yang kamu kira. Aku adalah bagian dari senja ini."
Ardi tertawa kecil, berpikir itu hanya lelucon aneh. "Maksudmu?"