Iklim ekstrim dan tak karuan menjadi salah satu hal yang membuat makhluk hidup di bumi terpaksa untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Pada tahun 2023ini, bumi memecahkan rekor sebagai suhu terpanas rata-rata di banding tahun-tahun sebelumnya. Perubahan iklim inilah yang bisa menyebabkan fisik seseorang menjadi lemah, mudah terserang penyakit jika tidak menerapkan pola hidup sehat.
Baru-baru ini juga peneliti mengungkap adanya hubungan antara perubahan iklim dengan penyusutan ukuran otak pada manusia. Dikatakan bahwa hubungannya sangat besar dan terdapat respons adaptif yang muncul dalam analisis catatan iklim dan sisa-sisa manusia selama periode 50.000 tahun. Pemahaman penelitian ini mengungkap bahwa adanya peningkatan suhu global dan saat iklim menjadi lebih hangat rata-rata ukuran otak menyusut jauh lebih kecil daripada saat iklim lebih dingin. Hal ini menambah pemahaman tentang bagaimana manusia dapat berkembang dan beradaptasi sebagai respons terhadap tekanan lingkungan.
Selama periode pemanasan Holosen, otak manusia mengalami penuruan yang cukup besar sekitar 10,7 persen. Tingkat  kelembapan dan curah hujan juga sangat berpengaruh pada pertumbuhan otak. Dampaknya terhadap manusia jika pemanasan global terus berlangsung maka sangat buruk bagi kognisi manusia. Dalam hal ini faktor suhu merupakan faktor paling signifikan.
Hasil perubahan iklim memang sangat berpengaruh dalam penyusutan otak manusia. Namun iklim nampaknya tidak menjelaskan semua variasi evolusioner. Faktor ekosistem lain dan faktor non iklim pun berperan dalam penyusutan otak manusia misalnya karena faktor budaya dan teknologi yang terus berkembang, semuanya berkontribusi terhadap penurunan otak manusia.
Lantas apa yang akan terjadi jika manusia mengalami penyusutan otak?
Memang penyusutan otak biasanya rentan dialami oleh lansia. Namun berkat perkembangan tekonologi saat ini anak muda pun bisa saja mengalami kondisi ini. Dan hal ini mulai terlihat pada masa sekarang seperti kesulitan untuk belajar dan berpikir abstrak, gangguan fungsi eksekutif seperti pengambilan keputusan, mengatur dan mengurutkan benda bahkan kesulitan mengenal ruang sudah ditemukan pada beberapa orang yang mengalaminya.
Penyusutan otak ini memang bisa terjadi pada siapa saja saat ini. Perubahan iklim yang ekstrim, letak wilayah geografis, budaya, jenis kelamin, lingkungan dan teknologi manusia yang semakin maju dan modern segala nya serba instan dan cepat membuat manusia memiliki kemungkinan mengalami penyusutan otak ini. Jadi, bukan hanya karena perubahan iklim saja namun perilaku manusia itu sendiri pun bisa sangat berpengaruh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H