Mohon tunggu...
Sinta PramaDewi
Sinta PramaDewi Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar yang masih belajar

Pendidikan bukan untuk dihargai tapi untuk merubah hidup

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Antara Ekosistem dan Pembentukan Karakter Siswa

26 Desember 2019   22:50 Diperbarui: 29 Desember 2019   14:22 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pelajar SMP dan SMA memegang bendera merah putih. (sumber: shutterstock via kompas.com)

Jika pernah mendengar kata 'ekosistem' memang sudah tidak asing lagi istilah tersebut. Ekosistem dalam istilah biologi lingkungan merupakan interaksi antara komponen biotik dan abiotik (LIPI, 2013). Atau istilahnya adalah interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. 

Di sini penulis menyebut ekosistem sebagai interaksi antara manusia terhadap lingkungan tempat tinggalnya. Kita batasi manusia yang dimaksud di sini adalah seorang pembelajar. 

Dikatakan pembelajar karena setiap orang bisa belajar dimana saja. Baik dirumah, lingkungan masyarakat, lingkungan bekerja maupun lingkungan sekolah. 

Menurut KBBI pembelajar merupakan 'orang yang mempelajari'. Hal apapun dapat dipelajari, apapun yang dilihat, dirasakan, diraba maupun bisa dijadikan sebagai sumber belajar. Jadi pembelajar merupakan orang yang belajar dari sumber manapun. Bukan hanya disekolah, seseorang bisa belajar dari apa yang dia dapat.  

Dari sedikit pengantar diatas tentunya sudah tergambarkan dalam benak kita betapa pentingnya kata 'ekosistem' terhadap pembentukan karakter seseorang. 

Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakininya dan digunakannya sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak (Puskur, 2010). 

Mulai dari dilahirkan hingga menutup mata, ekosistem seseorang berpengaruh terhadap karakter seseorang tersebut. Pandangan filsafat pendidikan mengenai pembentukan karakter sangatlah luas dan mendalam. Karena pendidikan dapat dikatakan sebagai faktor penting pembentukan karakter siswa pada khususnya dan pembelajar pada umumnya. 

Pendidikan diharapkan dapat mengubah karakter seseorang yang tidak baik menjadi baik. Yang kurang tahu menjadi tahu. Namun, apakah ekosistem sekolah dapat berpengaruh 100% terhadap karakter siswa. Bukankah di awal sudah dijelaskan bahwa ekosistem seseorang bukan hanya di sekolah tapi juga di rumah dan lingkungan masyarakat.

Pendidikan disekolah memang memegang peranan yang penting dalam membentuk karakter seseorang. Karena tujuan Pendidikan Nasional sebagaimana tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2002 pasal 3 yang mnyebutkan bahwa: 

"Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didika agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."

Jelaskan tujuan pendidikan sangatlah mulia, tapi bagaimana bisa banyak kejadian luar biasa malah terjadi di dunia pendidikan. Kita ambil kasus tawuran pelajar tahun 2014 sebanyak 46 kasus, tahun 2015 sebanyak 126 kasus, dan tahun 2016 sebanyak 41 kasus. 

Lalu kasus anak sebagai pelaku kekerasan seksual tahun 2014 sebanyak 561 kasus, tahun 2015 157 kasus dan taun 2016 sempat menurun sebanyak 86 kasus. 

Saya ambil lagi satu kasus anak berhadapan dengan hukum sebagai pelaku pembunuhan tahun 2014 sebanyak 66 kasus, tahun 2015 sebanyak 36 kasus dan tahun 2016 sebanyak 31 kasus. Data diambil dari sumber Bank Data KPAI tahun 2016. Dan bagaimana kasus korupsi terjadi pada orang yang bertitel pendidikan sedemikan banyak. 

Korupsi atau penyelewengan pada institusi besar justru terjadi padahal pelakunya adalah orang-orang yang mengenyam pendidikan tidak dapat diragukan lagi. Ironis memang, pandangan pendidikan terhadap karakter seseorang tidak bisa dijadikan satu-satunya faktor penentu. Harus dilihat dari segala sisi mengapa permasalahan bisa terjadi.

Dalam jurnal pendidikan Edukatika tahun 2018 oleh Satira Novrian menyebutkan bahwa kegagalan anak-anak dalam melakukan penyesuaian berdampak pada kenakalan. Santrock daam Puslitjakdikbud (2015) mengatakan hal ini dapat terjadi karena anak-anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan teman sebayanya. 

Anak-anak lebih banyak berada di luar rumah bersama teman-teman sebayanya sebagai kelompok  daripada di dalam rumah bersama keluarganya. Hal ini dapat membentuk pengaruh bahwa teman sebaya atau lingkungan masyarakat berperan dalam pembentukan karakter anak. 

Mengapa hal ini bisa terjadi, faktor yang mungkin muncul yaitu pertama, ekosistem keluarga. orang tua kurang berperan dalam proses pembentukan karakter sesorang anak. Orang tua lebih sibuk dengan kegiatannya sehingga rasa peduli terhadap pola pembentukan kepribadian anak menjadi kurang. 

Orang tua menjadi amat sangat berkewajiban menjadi pelabuhan dan wadah pertama bagi anak untuk mendapatkan pendidikan. Dan tugas orang tua dalam mendidik anak tidak dibatasi oleh waktu. Kedua, ekosistem masyarakat. Anak berada pada ekosistem masyarakat yang kurang baik. Menurut Suharyadi, 2012 dalam bukunya menyebutkan bahwa institusi pendidikan tidak bisa menjadi satu-satunya sumber pengajaran untuk membentuk karakter dan kepintaran seseorang.  

Ketiga, ekosistem teman sebaya. Istilah mengatakan bila bergaul dengan seorang penjual minyak wangi maka kita akan ikut harum wanginya namun bila bergaul dengan pandai besi maka kita akan tercium baunya. Begitu juga seorang anak bila bergaul dengan teman yang salah maka akan ikut pula terbawa karakternya. 

Keempat, ekosistem sekolah. Komunitas sekolah ikut andil dalam peranan membentuk karakter anak. Alangkah baiknya bila keluarga sekolah dijadikan sebagai keluarga kedua bagi seorang anak. Sehingga tempat kembalinya seorang anak atas segala permasalahan bisa kembali ke keluarga di sekolah. Jangan jadikan ekosistem sekolah hanya sebagai tempat belajar. Tapi juga sebagai tempat seorang anak menemukan jati dirinya. 

Semua bisa menjadi keluarga apabila komunitas sekolah yang terdiri dari kepala sekolah, staf administrasi, guru dan berbagai komponen lain yang memiliki hubungan langsung degan sekolah (Yaumi, 2016). 

Komunitas tersebut secara bersama-sama mengembangkan nilai etika namun juga mengembangkan nilai kinerja. Kelima, ekosistem spiritual. Agama di beberapa negara yang memiliki dominansi terhadapnya menjadikan agama sebagai pedoman hidup. 

Dimana didalam pedoman tersebut diajarkan bagaimana menjalani kehidupan yang baik. Seorang anak yang diajarkan pendidikan agama sedari dini oleh orang tua, masyarakat maupun sekolah bisa berdampak positif terhadap karakter seorang anak. Pendidikan agama bisa didapat dari manapun. Terutama dari keluarga. Seorang anak yang bisa memahami itu di prediksi memiliki pegangan dan pandangan positif dalam menjalani kehidupannya.

Kelima ekosistem yang telah dijabarkan di atas. Selayaknya semua saling menopang agar tercipta pembentukan karakter anak yang diharapkan. 

Tidak hanya bertopang pada pendidikan disekolah saja, atau pendidikan di keluarga saja. Semua menjadi satu kesatuan yang dapat membentuk karakter seorang anak menjadi lebih baik. 

Semua ekosistem tersebut menjadi kesatuan yang saling timbal balik. Bila semua ekosistem berjalan baik, maka karakter yang terbentuk juga baik. 

Jangan salahkan anak yang tidak berprestasi disekolah bisa jadi dukungan keluarga dan masyarakat tidak ada sehingga terjadi tingkat kecemasan bagi seorang anak dalam belajar. 

Selayaknya pula seorang yang berpendidikan tidak melakukan tindak kriminal atau korupsi apabila pendidikan yang didapat diimbangi pula dengan kekuatan pendidikan agama dan pendidikan keluarga sedari dini.

Ilustrasi: falah-kharisma.blogspot.com | tawuran pelajar sebagai dampak dari ekosistem yang buruk
Ilustrasi: falah-kharisma.blogspot.com | tawuran pelajar sebagai dampak dari ekosistem yang buruk
Diskusi belajar kelompok di kelas. (foto: dokumentasi pribadi)
Diskusi belajar kelompok di kelas. (foto: dokumentasi pribadi)
aktivitas anak ketika berada di ekosistem yang baik
aktivitas anak ketika berada di ekosistem yang baik
Referensi
  • Endah, Alberthiene. 2012. Prof. Dr. Suharyadi. Mendidik dengan hati. PT. Gramedia: Jakarta
  • Kartawinata, Kuswata. 2013. Diversitas Ekosistem Alami Indonesia. LIPI Press: Jakarta
  • Mansur Muslich. 2010. Pendidikan karakter, Menjawab tantangan krisis multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Perdana, Novrian Satria. 2018. Implementasi Peranan Ekosistem Pendidikan Dalam Penguatan Pendidikan Karakter Peserta Didik. Jurnal Refleksi Edukatika 8 (2) (2018). Universitas Muria Kudus.
  • Yaumi, Muhammad. 2016. Pendidikan karakter landasan, pilar dan implementasi. Prenadamedia: Jakarta
  • afidburhanuddin.wordpress.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun