Mohon tunggu...
Sinta Perila
Sinta Perila Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen"Mengapa Semua Terjadi"

24 Maret 2017   20:27 Diperbarui: 24 Maret 2017   20:45 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mengapa Harus Terjadi

Haripun menjelang sore, Ana pulang menuju rumah karena Maghrib segera berkumandang. Seperti biasanya hanya ada kesunyian yang menyambut Ana ketika dia tiba dirumah. Karena Ana masih merasakan letih, Ana memutuskan untuk berbaring sewaktu di atas kursi. Tidak lama kemudian, Ana merasa lapar. Akhirnya Ana pergi ke dapur untuk melihat makanan. Ketika dibukanya rantang makanan tersebut, dia hanya melihat sisa sayur dan sedikit nasi. Dia pun segera berteriak sambil memanggil ibunya dan menanyakan “Mengapa hanya ada mangkuk berisi kuah dan sedikit nasi yang ibu sisakan untukku? Tahukah ibu, seharian aku di sekolah, dan tidak diberi jajan bahkan pagipun aku tidak sempat makan, kata Ana dengan suara datar dan wajah kecewa.

Namun ibunya hanya menjawab ”Maafkan ibu nak, ibu sudah menyisakan kamu sayur dan nasi. Namun ketika ayahmu datang, ayahmu menghabiskan makanan yang telah ibu sisakan untukmu,” kata ibu dan pergi meniggalkan Ana. Ana hanya bisa menangis dan bersedih menghadapi semua itu, lalu akhirnya Ana hanya bisa makan seadanya. Tak lama kemudian maghrib pun berkumandang ibu dan Ana pun segera bergegas untuk pergi ke Masjid yang tidak jauh dari rumahnya.

Dia pun segera berjalan menuju Masjid. Sesudah itu dia pulang dari Masjid, di tengah perjalanan Ana bertanya kepada ibu,Ibu apakah itu ayah?” kata Ana. ibunya melihat rupanya itu memang ayahnya dan ibu hanya menjawab,”benar itu adalah ayahmu,” kata ibu. Dalam hati Ana kecewa dan tanpa sadar tiba-tiba Ana meneteskan air mata. Ana malu dengan apa yang dia lihat barusan. Seakan kecewa mempunyai ayah yang bisanya menghabiskan uang dengan hal yang tidak ada gunanya sama sekali. Dia hanya memikirkan kesenangan yang membuat kehidupanya hancur. Sebenarnya apa yang membuat mereka bahagia di tempat seperti ini. Hanya berjumpa dengan orang bodoh yang tidak mengerti arti pentingnya kehidupan itu sendirinya. Sudahlah mereka pasti tidak mengerti itu semua, bahkan mereka tidak mempunyai rasa bersalah yang mereka pikirkan hanyalah kesenangan, dan kesenangan. Ana hanya berharap dan memohon kepada yang diatas agar keluarganya dijaga dan di pelihara, dan cuma hanya bisa berharap agar ayahnya segera sadar akan semua yang dia lakukan selama ini. Lalu meninggalkan semua kelakuan buruk yang selama ini telah tertanam di dalam hatinya.

Akirnya Ana dan ibu tiba di rumah, Ana segera pergi kekamar dan belajar sekitar dua jam lamanya. Tiba-tiba Ani membayangkan masa kecil yang sangat indah di mana pada saat keluarga Ana masih utuh. Dia mengingat di mana pada saat ayahnya mengajak Ana bermain di taman, berlari-lari bersama ayah dan ibunya. Seakan-akan Ana bertanya kapan Ana bisa seperti itu lagi. Ana pun segera tidur, tiba-tiba seorang datang kepada Ana. dia takut kepada orang itu karena bajunya yang hitam dan menutupi seluruh tubuhnya bersama pedang yang digenggamnya. Dia berlari karena orang itu mengejar dia. Ketika Ana berlari kakinya terpeleset dan terjatuh, tetapi orang itu mendekat kepada Ani. Perlahan-lahan orang itu menggangkat pisau yang di pegangnya dan berniat untuk menancapkannya kepadanya. Ana sangat ketakutan, tiba-tiba ayah Ana datang dan melindungginya. Akhirnya tubuh ayahnya terpotong oleh pedang yang sangat tajam itu. Ketika Ana melihat kejadian itu Ana berteriak sangat kencang, tiba-tiba Ana terbangun ternyata itu hanyalah sebuah mimpi.

Ana duduk sejenak dan pergi kedapur untuk menggambil segelas air, setibanya di ruang depan Ana melihat ibu yang sedang berbaring di lantai. Ana berpikir kalau ibunya tidak sengaja tertidur. Lalu Ana melanjutkan untuk pergi kedapur mengambil Air putih. Ketika balik ke kamar Ana penasaran mengapa ibu nya tertidur di situ, karena tidak biasanya ibu tertidur di tempat seperti itu, akhirnya Ana menemui ibu supaya ibu pindah ke kamar, tetapi ketika dibangunkan ibunya tidak bangun juga. Ketika di lihat tubuhnya ternyata sebuah pisau tertancap di perut ibunya, Ana terkejut, menangis, dan berteriak seakan tidak percaya semua itu bisa terjadi seperti ini. Ia meneriakkan nama ibunya sekencang-kencangnya.

Tiga hari kemudian sesudah ibunya dimakamkan, selama ibunya tidak ada Ana hanya bisa terdiam dan memikirkan nasip hidupnya, dia benci dengan perjalanan hidupnya ternyata hidup yang dia jalani tidak seperti yang dia bayangkan ketika dia masih kecil, Ana kecewa mengapa ibunya harus diambil juga, dan seorang ayah yang dulu dia sayang, menjadi orang yang sangat dia benci, apalagi seorang ayah sendiri membunuh sosok ibu yang sangat dia sayang, seorang ibu yang hanya satu-satunya mengerti Ana dan menemani dia di rumah. 

Ternyata dia hanya bisa bertahan satu bulan di rumah,akhirnya dia memutuskan untuk pergi dari rumah, dan memutuskan untuk berhenti sekolah, padahal dia mendapatkan beasiswa dari luar negri, karena pada waktu SMA dia mendapatkan juara umum pada saat mendengarkan kelulusan, namun Ana tidak menghadiri pengumuman kelulusan tersebut karena Ana merasa kalau diasudah tidak mempunyai tujuan hidup lagi, pada akhirnya dia memutuskan melangkah dan meninggalkan rumahnya, dia seakan tidak pernah berfikir apa yang akan terjadi selanjutnya, hidupnya jadi berantakan bahkan dia juga membenci laki-laki, dia tidak pernah serius ketika bersama laki-laki yang suka kepadanya, tetapi ada seorang laki-laki datang dan mendekati Ana, ternyata itu adalah Putra yang pernah satu kelas dengan Ana dan yang sempat suka kepada Ana,Putra binggung mengapa Ana bisa berubah dengan secepat itu, Putra memberi tahu Ana bahwa Ana mendapatkan juara umum dan mendapatka beasiswa dari luar negri,namun Ana hanya tersenyum cuek seakan Ana tidak peduli dengan apa yang dibicarakan Putra, dan dia memikirkan bahwa itu hanya membuang waktu saja,akhirnya Ana pergi dari tempat itu, ditengah perjalanan Ana binggung harus berbuat apa lalu dia berhenti tepatnya di tepi jembatan, Ana menanis dan berteriak sekeras mungkin untuk mengeluarkan semua amarah yang di pendamnya, dia berdiri di tepi jembatan dia berniat untuk mengakhiri hidupnya ditempat itu, akhirnya dia terjun dari jembatan sambil mengatakan bahwa dia benci ayahnya, namun satu orang pun tidak ada yang melihat Ana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun