Pelestarian budaya merupakan salah satu tugas Pemerintah Kabupaten Sampang untuk menjaga budaya pacuan sapi sebagai salah satu potensi budaya lokal daerah. Sistem komunikasi Pemerintahan Sampang sangat terbatas padahal sistem tersebut harus tetap seimbang, agar sistem tersebut dapat mempertahankan eksistensinya terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Beberapa permasalahan hingga saat ini belum dapat terselesaikan karena keterbatasan anggaran, keterbatasan pengetahuan dan intensitas komunikasi antara pemerintah dan pelestari. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sistem komunikasi pemerintah dalam melestarikan budaya karapan sapi. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus untuk menganalisis dan mengkaji fenomena permasalahan budaya balap sapi di Kabupaten Sampang. Hasil penelitian Sistem komunikasi yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Sampang dalam pelestarian budaya karapan sapi mencakup beberapa unsur seperti unsur komunikasi, kualitas pesan dan hubungan antara komunikator dan komunikan: (1) unsur komunikasi meliputi komunikator, yaitu instansi terkait (Disperta KP dan Disporabudpar), isi pesan dan media komunikasi yang digunakan masing-masing unsur komunikator. (2) permasalahan dan kualitas pesan terdapat dua jenis permasalahan yaitu peristiwa dan perawatan ternak pada kualitas pesan yang disampaikan pemerintah belum sesuai dengan yang dibutuhkan sehingga permasalahan sulit untuk diselesaikan (3) komunikator dan komunikan elemen.
Kerapan sapi merupakan tradisi budaya yang sangat penting bagi masyarakat Madura, yang sudah ada sejak abad ketujuh belas dan terus berkembang hingga kini. Awalnya, kerapan sapi diadakan untuk merayakan panen atau acara tertentu dan menjadi simbol kekuatan serta identitas budaya Madura. Saat ini, kerapan sapi tidak hanya berfungsi sebagai hiburan lokal, tetapi juga sebagai ajang budaya yang menarik perhatian wisatawan domestik dan internasional, memberikan dampak positif terhadap ekonomi lokal. Namun, kerapan sapi juga menghadapi tantangan besar, seperti dampak globalisasi yang mendorong komersialisasi acara ini, serta masalah terkait kesejahteraan hewan yang semakin mendapat perhatian. Meskipun mengalami perubahan, esensi kerapan sapi sebagai simbol kekuatan dan kebanggaan masyarakat Madura tetap dipertahankan. Dalam konteks sosial, kerapan sapi memiliki peran penting dalam mempererat hubungan antar individu dan antar desa. Selain itu, sebagai ajang lomba, kerapan sapi juga mencerminkan nilai-nilai sosial seperti kerjasama dan gotong royong dalam masyarakat Madura. Meskipun ada pergeseran dalam fungsi dan nilai budaya, kerapan sapi tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas budaya Madura. Pemerintah daerah juga turut berperan dalam pelestarian budaya ini, meskipun terdapat keterbatasan dalam komunikasi dan pendanaan. Untuk mempertahankan kerapan sapi sebagai warisan budaya, perlu ada upaya yang lebih intensif dalam memperbaiki sistem komunikasi antara pemerintah dan masyarakat, serta meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menjaga kesejahteraan hewan dalam pelaksanaan kerapan sapi. Secara keseluruhan, kerapan sapi tidak hanya memiliki nilai budaya yang tinggi, tetapi juga memberikan kontribusi terhadap ekonomi lokal, identitas sosial, dan kebanggaan masyarakat Madura.x
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H