Mohon tunggu...
sinta nuryanti
sinta nuryanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Muhammadiyah Malang

Saya suka main Badminton

Selanjutnya

Tutup

Surabaya

Dinamika Sosial Budaya Lokal Kerapan Sapi

23 Desember 2024   16:28 Diperbarui: 23 Desember 2024   16:28 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surabaya. Sumber ilustrasi: KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Kerapan sapi adalah tradisi budaya yang sangat populer di Pulau Madura, Jawa Timur. Tradisi ini sudah ada sejak ratusan tahun lalu dan hingga kini tetap menjadi bagian integral dari kehidupan masyarakat Madura. Kerapan sapi bukan hanya sekadar lomba untuk melihat siapa yang memiliki sapi tercepat, tetapi lebih dari itu, ia menjadi simbol kekuatan sosial, identitas budaya, dan rasa kebanggaan masyarakat setempat. Sebagai bagian dari budaya lokal, kerapan sapi memiliki peran penting dalam menjaga warisan tradisi yang terus dilestarikan oleh generasi demi generasi. Sebagai ajang pertunjukan, kerapan sapi mampu menarik perhatian banyak wisatawan dan memberikan dampak ekonomi positif bagi masyarakat sekitar. Namun, di tengah globalisasi yang semakin berkembang, budaya ini juga menghadapi tantangan, seperti perubahan pola hidup masyarakat dan pengaruh budaya asing yang masuk ke dalam masyarakat Madura. Artikel ini bertujuan untuk membahas peran dan fungsi kerapan sapi dalam dinamika sosial budaya Jawa Timur, serta melihat bagaimana budaya ini beradaptasi dengan perkembangan zaman. Selain itu, akan dibahas pula tantangan yang dihadapi dan solusi yang bisa diterapkan untuk pelestariannya.

Masyarakat Madura Adalah salah satu etnik di Indonesia yang mempunyai karakteristik dan ciri yang khas, hal ini dapat dilihat dari bahasa yang digunakan serta beberapa jenis adat istiadat yang spesifik. Kebanyakan masyarakat Madura merupakan masyarakat agraris, kurang lebih sembilan puluh persen penduduknya hidup terpencar-pencar di daerah pedalaman, di desa-desa, dukuh-dukuh, dan kelompok-kelompok perumahan petani. Pulau ini memiliki empat kota, dari barat ketimur berturut-turut Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep, kota-kota tersebut adalah sekaligus ibu kota kabupaten yang membagi daerah itu dengan menggunakan nama yang sama. Salah satu acara tradisional yang cukup spesifik, menarik dan sangat dominan di pulau Madura adalah Iomba lari cepat sepasang sapi jantan yang disebut kerapan sapi. Di Madura, sapi merupakan simbol penting dalam kehidupan dan berhubungan antara manusia dan sapi sangat erat. Sapi bagi orang Madura memiliki banyak fungsi dan menguntungkan sehingga dapat menunjang dalam kehidupannya.

Karapan adalah fungsi lain dari sapi yang sudah menjadi darah daging dikalangan orang Madura, karapan sapi ini makin lama makin populer dan menunjukkan kekhususan budaya Madura. Acara karapan sapi ini diperkirakan berlangsung sejak abad ketujuh betas dan kelestariannya tetap bertahan hingga sekarang, saat ini kerapan boleh dikata telah menjadi simbol bagi masyarakat Madura. Keberadaannya tetap lestari dan sulit diprediksi bahwa kerapan sapi akan teracam punah, hal ini penulis melihat bahwa Karapan sapi temyata bukan hanya sekedar perlombaan sapi belaka, di pandang dari sudut pandang antropologi, karapan sapi tidak hanya sekedar tontonan yang sangat menarik tetapi lebih dari itu temyata karapan sapi merupakan suatu proses empati kebudayaan masyarakat Madura. Karapan sapi merupakan suatu yang mempunyai kaitan erat dengan aspek sosial budaya masyarakat Madura. Maka dengan mendeskripsikan karapan sapi dapat dikaitkan dengan persoalan struktur sosial masyarakat Madura. Karapan sapi sebagai budaya asli orang Madura yang mencenninkan beberapa hal tentang kultur dan struktur sosial di pulau Madura, kalau pada awlanya karapan sapi membudayakan pertanian, pada akhimya hiburan ini mengalami perubahan dan secara tidak langsung menjadi persaingan ketat antara pemilik sapi yang bermotivasi untuk meningkatkan status sosial dan gengsi mereka. Namun ada beberapa pemilik sapi karapan yang bermotivasi hanya sebagai menyalurkan hobi dan minat untuk mengejar pretasi tanpa mengejar nilai prestise atau menunjukkan identitas dirinya dalam komunitas sosial tempat dia tinggal. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan menggunakan tehnik pengumpulan data observasi partisipatif. Kerapan sapi dapat dilihat sebagai contoh dari perubahan sosial dalam masyarakat Madura. Teori perubahan sosial menjelaskan bagaimana sebuah tradisi atau kebiasaan dapat beradaptasi dengan perubahan zaman. Kerapan sapi yang awalnya hanya sebuah ajang tradisional di tingkat lokal, kini telah berkembang menjadi festival yang dikenal hingga mancanegara. Perubahan dalam cara penyelenggaraan, dari yang sederhana menjadi lebih modern, mencerminkan bagaimana tradisi ini tetap bertahan meskipun ada tekanan dari perkembangan sosial dan budaya yang lebih global.

Kerapan sapi juga berkaitan erat dengan teori identitas sosial. Identitas sosial merujuk pada bagaimana individu dan kelompok mengenali dirinya sendiri melalui simbol-simbol budaya, yang dalam hal ini adalah kerapan sapi. Lomba ini menjadi bagian dari identitas etnis Madura yang memancarkan kekuatan fisik dan semangat juang. Hal ini berperan penting dalam membangun kebanggaan diri dan memperkuat solidaritas sosial dalam komunitas Madura. Kerapan sapi juga berhubungan dengan teori budaya, yang menjelaskan bagaimana tradisi dan nilai budaya dipertahankan dalam masyarakat. Budaya tradisional seperti kerapan sapi tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai-nilai sosial yang meliputi gotong royong, kerjasama, dan rasa kebanggaan akan identitas lokal. Penelitian ini tergolong dalam penelitian yuridis Empiris. Adapun pendekatan penelitian ini adalah kualitatif. Sumber data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari wawancara dengan narasumber dan data skunder yaitu data yang diperoleh dari informasi lain. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan dokumentasi. Selanjutnya metode pengolahan data yang peneliti gunakan adalah Editing, Klasifikasi, Verifikasi, analisis data, dan kesimpulan.

Hasil penelitian yang peneliti peroleh adalah pertama, Sistem Dan Realisasi yang menfasilitasi penggunaan Lapangan Kerapan Sapi Secara umum telah terealisai dengan baik. Dimana Realisasi yang menfasilitasi lapangan tersebut lebih mampu untuk di pertanggung jawabkan kepada Otoritas yang lebih tinggi dan kepada Masyarakat. Kedua, Pendistribusian Dana Desa untuk Pembangunan Lapangan Kerapan Sapi dilihat dari tujuan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan Ekonomi Masyarakat Sudah sesuai dengan\ perundang-Undangan No 6 Tahun 2014. Ketiga, tinjauan maslahah mursalah tehadap hukum kerapan sapi boleh karena kemaslahatan yang ditimbulkan oleh kerapan sapi sejatinya kemaslahatan yang nyata adanya, terbukti dengan keberadaan Kerapan Sapi yang dapat dirasakan oleh masyarakat umum. Semula, kerapan sapi diselenggarakan sebagai kesenian rakyat khas Madura yang diadakan setiap selesai panen dalam rangka "pesta panen". Kini, kerapan sapi telah bergeser jauh dari tradisi aslinya, tercerabut dari akarnya. Bergeser dari yang semula kesenian ke komersialisasi, dari festival ke bullraces. Dengan perubahan orientasi tersebut, kerapan sapi masa kini mengandung lebih banyak sisi negatif dibanding positifnya. Karena itu, menjadi tidak arif dan tak bijaksana mempertahankan tradisi yang kini cenderung anarkis tersebut, kecuali dikembalikan pada tradisi aslinya. Jika tidak, masih ada tradisi khas Madura lainnya---terkait dengan perlombaan sapi-- yang lebih layak dilestarikan  dan lebih cocok dengan karakter orang Madura yang andep asor. Tradisi tersebut adalah kontes sap sono' dan sapi hias.

Kerapan sapi adalah tradisi lomba sapi yang dilakukan oleh masyarakat Madura, khususnya di desa-desa di Pulau Madura. Tradisi ini berasal dari kebiasaan para petani dan peternak Madura yang ingin menguji ketangguhan dan kecepatan sapi mereka. Lomba ini biasanya diadakan pada musim panen atau dalam rangka merayakan acara tertentu, seperti pernikahan, pesta adat, atau upacara syukuran. Sapi yang digunakan dalam kerapan ini adalah sapi Madura yang terkenal dengan kekuatan dan ketangguhannya. Lomba ini dilakukan dengan cara sapi yang dipacu di atas tanah yang dilapisi pasir dan dipandu oleh seorang pengendara yang berfungsi sebagai pemandu atau "jockey". Para peserta bersaing untuk mendapatkan waktu tercepat dalam jarak tertentu, dan pemenangnya akan mendapat hadiah berupa uang atau barang. Simbol Kekompakan dan Kerjasama Sosial
Kerapan sapi bukan hanya lomba individu, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai sosial seperti kerjasama dan gotong royong. Seluruh masyarakat desa terlibat dalam persiapan dan pelaksanaan acara ini, mulai dari pengaturan sapi, persiapan tempat, hingga perayaan setelah lomba.
Sebagai bagian dari tradisi, kerapan sapi juga membawa dampak positif bagi ekonomi lokal. Acara ini menarik banyak wisatawan, baik dari dalam negeri maupun mancanegara, yang ingin menyaksikan keunikan budaya Madura. Banyak pedagang lokal yang mendapat keuntungan dari penjualan makanan, minuman, dan barang-barang lainnya selama festival.
Kerapan sapi menjadi bagian dari identitas etnis Madura. Bagi masyarakat Madura, kerapan sapi adalah kebanggaan dan simbol kekuatan mereka. Lomba ini menjadi sarana untuk memperkuat hubungan sosial antar individu dan antar desa, serta memperkenalkan budaya Madura ke luar daerah.

Dalam beberapa tahun terakhir, kerapan sapi mengalami perubahan signifikan, terutama dalam cara penyelenggaraannya. Festival kerapan sapi kini telah menjadi event besar yang tidak hanya mengutamakan kecepatan sapi, tetapi juga memperkenalkan elemen hiburan lainnya seperti musik tradisional, tari-tarian, dan pertunjukan seni lainnya. Kerapan sapi kini juga semakin terbuka untuk penonton dari luar Madura, yang melihatnya sebagai atraksi budaya yang unik dan menarik. Namun, meskipun mengalami perkembangan dalam hal format penyelenggaraan, esensi dari kerapan sapi sebagai simbol kekuatan dan identitas budaya tetap dipertahankan. Salah satu contoh paling terkenal dari kerapan sapi adalah "Festival Kerapan Sapi"  yang diadakan setiap tahun di Pulau Madura, khususnya di Kabupaten Sampang, Pamekasan, Bangkalan, dan Sumenep. Festival ini telah menjadi salah satu ajang budaya terbesar di Madura yang menarik ribuan wisatawan, baik dari dalam maupun luar negeri. Acara ini tidak hanya mempertandingkan kecepatan sapi dalam berlomba, tetapi juga menampilkan berbagai atraksi budaya lainnya yang menjadi daya tarik tersendiri. Festival Kerapan Sapi di Madura dimulai dengan seleksi sapi-sapi terbaik yang telah dilatih untuk mengikuti lomba. Setiap sapi dibimbing oleh pengendara atau "jockey" yang memiliki keterampilan khusus dalam mengendalikan sapi. Lomba ini dilakukan di tanah yang sudah dipersiapkan dengan baik, biasanya menggunakan pasir untuk mengurangi gesekan dan memberikan kecepatan pada sapi saat berlomba. Keterlibatan Masyarakat Lokal; Masyarakat Madura, baik yang terlibat langsung dalam lomba atau sebagai penonton, merasakan semangat kebersamaan yang tinggi. Mereka bekerja sama untuk menyukseskan acara, seperti menyiapkan sapi, memastikan fasilitas lomba, hingga menyelenggarakan perayaan setelah lomba. Bukti Kekuatan Budaya Lokal; Festival ini mencerminkan bagaimana kerapan sapi telah menjadi simbol kekuatan, ketangguhan, dan kebanggaan masyarakat Madura, sekaligus menunjukkan pentingnya menjaga tradisi lokal yang telah berlangsung lama.

Kerapan sapi tidak hanya terbatas pada ajang lomba lokal, tetapi juga telah mengalami pengaruh dari globalisasi dan modernisasi. Salah satu contoh adaptasi budaya ini adalah penyelenggaraan "Kerapan Sapi Internasional" yang diadakan di beberapa tempat di luar Madura, seperti di Jakarta dan Bali, yang mengundang para peternak sapi dari luar negeri untuk ikut serta dalam lomba.Perkembangan dalam Era Digital; Kerapan sapi kini tidak hanya dilihat secara langsung di arena, tetapi juga dapat disaksikan melalui platform digital seperti YouTube, Instagram, dan Facebook. Banyak video kerapan sapi yang diposting secara online, memperkenalkan tradisi ini ke audiens yang lebih luas. Live streaming dari acara-acara besar seperti Festival Kerapan Sapi juga memungkinkan orang yang tidak bisa hadir langsung di Madura untuk menikmati pertunjukan ini, yang semakin memperkenalkan budaya lokal Madura ke dunia internasional. Tantangan dalam Era Modern; Di tengah globalisasi, kerapan sapi menghadapi tantangan besar, yaitu bagaimana mempertahankan esensi tradisionalnya, sementara tetap relevan dengan perkembangan zaman. Ada kecenderungan untuk mengkomersialkan acara ini demi menarik lebih banyak pengunjung atau sponsornya. Selain itu, ada pula isu tentang kesejahteraan hewan yang mulai mendapat perhatian. Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa pihak mulai menyoroti perlakuan terhadap sapi yang digunakan dalam lomba, dan ada upaya untuk memastikan bahwa kerapan sapi dilakukan dengan cara yang lebih humanis dan sesuai dengan standar kesejahteraan hewan.

Kerapan Sapi Sebagai Simbol Identitas Madura; Kerapan sapi tidak hanya berfungsi sebagai ajang hiburan atau perlombaan, tetapi juga menjadi simbol identitas budaya Madura. Di daerah Madura, kerapan sapi dianggap sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Setiap desa memiliki tim atau kelompok yang melatih sapi-sapi mereka untuk berlomba, dan ini menjadi momen kebanggaan bagi masyarakat setempat. Sebagai bagian dari budaya Madura, kerapan sapi mempererat hubungan antar individu dalam komunitas, serta menjaga dan memperkuat kebanggaan atas warisan budaya mereka. Kerapan Sapi sebagai Representasi Kekuatan dan Ketangguhan; Dalam kerapan sapi, sapi yang diperlombakan tidak hanya menunjukkan kekuatan fisiknya, tetapi juga ketangguhan para peternak yang telah melatih sapi-sapi mereka selama berbulan-bulan. Setiap lomba menjadi simbol perjuangan dan keuletan masyarakat Madura yang dikenal dengan sifat keras kepala dan berani.

Penyebaran Tradisi di Kalangan Generasi Muda; Meskipun kerapan sapi telah mengalami perubahan dalam hal format acara dan teknologi, tradisi ini tetap dijaga dan diperkenalkan kepada generasi muda. Beberapa sekolah di Madura bahkan mengajarkan tentang pentingnya kerapan sapi dalam pelajaran seni budaya, yang memberikan kesadaran lebih dalam kepada generasi muda tentang nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi tersebut. Selain festival tahunan, kerapan sapi juga mendapatkan sorotan melalui media sosial dan platform digital. Banyak video kerapan sapi yang dibagikan di YouTube dan Instagram, yang memperkenalkan tradisi ini kepada khalayak internasional. Hal ini membantu dalam memperkenalkan budaya Madura ke dunia luar dan menarik perhatian lebih banyak orang untuk datang ke Madura dan menyaksikan langsung festival ini. 

Karapan sapi tidak lagi dikenal sebagai sebuah ritual kebudayaan pada pertanian, tetapi menjadi ajang perlombaan atau kejuaraan sehingga ada pergeseran fungsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) motivasi yang mendorong pemilik sapi untuk mengikuti karapan sapi; dan 2) mengetahui dampak pergeseran nilai budaya karapan sapi dari aspek sosial dan ekonomi.Data yang digunakan sebagai bahan pembahasan adalah data skunder dan data primer yang bersumber dari hasil wawancara dengan para pemilik sapi karapan, dinas pariwisata, dan kepolisian. Data dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Dampak ekonomi dilihat terhadap pelaku karapan dan pihak lain yang terlibat tidak secara langsung.Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) motivasi pemilik sapi karapan adalah bukan financial tetapi hobby dan gengsi; 2) secara ekonomi karapan tidak menguntungkan bagi pemilik sapi karapan tetapi mempunyai dampak positif terhadap masyarakat lapangan kerja dan membuka peluang usaha untuk suplay factor produksi, kerajinan, pedagang kaki lima, hotel dan travel agent, serta pedapatan pemerintah. Sedangkan dampak sosial adalah terpeliharanya budaya karapan sapi, naiknya status sosial pemilik sapi karapan, dan munculnya potensi pertikaian dan perjudian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Surabaya Selengkapnya
Lihat Surabaya Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun