Prinsip dasar hukum pidana, yaitu actus reus dan mens rea, telah menjadi fondasi penting dalam menentukan tanggung jawab pidana, baik untuk individu maupun korporasi. Actus reus, yang merujuk pada tindakan melanggar hukum, dan mens rea, yang mengacu pada niat atau mentalitas pelaku, menjadi elemen utama dalam membuktikan sebuah tindak pidana. Dalam kasus PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE), kedua prinsip ini diterapkan untuk memastikan bahwa perusahaan tersebut tidak hanya melakukan pelanggaran hukum, tetapi juga melakukannya dengan kesengajaan.
Kasus ini bermula dari keterlibatan PT NKE dalam sejumlah proyek pemerintah, termasuk pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Udayana di Bali. PT NKE terbukti memanipulasi proses tender proyek, termasuk melakukan suap kepada pejabat pemerintah untuk memastikan kemenangan dalam pengadaan proyek tersebut. Tindakan manipulatif ini merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah. Dalam kerangka hukum pidana, manipulasi tersebut merupakan bentuk nyata dari actus reus. Perusahaan, melalui direksi dan stafnya, melakukan tindakan-tindakan seperti pemalsuan dokumen dan pemberian suap, yang jelas melanggar hukum dan menimbulkan kerugian pada kepentingan publik.
Namun, actus reus saja tidak cukup untuk menjatuhkan hukuman. Perlu dibuktikan pula bahwa tindakan tersebut dilakukan dengan mens rea, yaitu niat jahat atau kesengajaan. Dalam kasus PT NKE, bukti keterlibatan aktif direksi perusahaan, termasuk arahan untuk menyuap pejabat pemerintah, menunjukkan adanya niat jahat untuk memperkaya perusahaan dengan cara melanggar hukum. Keberadaan sistem yang terencana dan skema manipulasi anggaran menunjukkan bahwa tindakan ini bukan hasil dari kelalaian atau kesalahan prosedur semata, melainkan tindakan yang disengaja dan bertujuan untuk memperoleh keuntungan.
Pengadilan yang menangani kasus ini menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp 700 juta kepada PT NKE dan memerintahkan pengembalian uang pengganti sebesar Rp 85 miliar, sebagai upaya untuk memulihkan kerugian negara. Selain itu, direktur utama perusahaan juga dijatuhi hukuman pidana penjara, karena terbukti mengarahkan dan menyetujui tindakan-tindakan korupsi tersebut. Sanksi ini mencerminkan penerapan prinsip tanggung jawab pidana korporasi di Indonesia, yang memungkinkan korporasi sebagai entitas hukum dimintai pertanggungjawaban atas tindakan melanggar hukum yang mereka lakukan.
Kasus ini menjadi tonggak penting dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, terutama dalam menegakkan hukum terhadap korporasi. Melalui kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunjukkan peran strategisnya dalam mengungkap jaringan korupsi yang melibatkan sektor swasta. KPK tidak hanya berhasil membongkar praktik kotor dalam pengadaan proyek, tetapi juga mengirimkan pesan tegas bahwa korporasi tidak kebal hukum.
Selain memberikan hukuman, kasus ini juga menyoroti pentingnya reformasi dalam proses pengadaan barang dan jasa di Indonesia. Transparansi dan akuntabilitas menjadi elemen penting untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan. Melalui edukasi antikorupsi dan penguatan sistem pengawasan, diharapkan korupsi dalam sektor korporasi dapat diminimalisasi. Kasus PT NKE mengajarkan bahwa integritas dalam praktik bisnis tidak hanya melibatkan kepatuhan terhadap hukum, tetapi juga kesadaran moral untuk tidak merugikan kepentingan publik.
Sebagai kesimpulan, penerapan prinsip actus reus dan mens rea dalam kasus ini menunjukkan bagaimana hukum pidana digunakan untuk menegakkan keadilan. PT NKE, melalui tindakan sistematisnya, melanggar hukum secara sadar dan sengaja, sehingga layak mendapatkan sanksi hukum. Kasus ini juga menjadi pelajaran bagi korporasi lain untuk menjalankan bisnis dengan etika dan integritas, demi menciptakan ekosistem bisnis yang sehat dan bebas dari korupsi.
Â
Edward Coke: Actus Reus dan Mens Rea dalam Hukum
Edward Coke adalah tokoh penting dalam sejarah hukum Inggris yang dikenal melalui kontribusinya dalam pengembangan prinsip dasar hukum pidana, yaitu actus reus (tindakan melanggar hukum) dan mens rea (niat jahat). Prinsip ini menjadi landasan untuk menentukan tanggung jawab pidana, termasuk dalam tindak pidana korupsi.
- Actus Reus adalah elemen tindakan nyata yang melanggar hukum. Dalam konteks korupsi, actus reus meliputi tindakan-tindakan seperti penyuapan, manipulasi tender, dan penggelapan dana.
- Mens Rea adalah niat atau sikap batin pelaku ketika melakukan tindakan tersebut. Korupsi tidak hanya melibatkan tindakan, tetapi juga niat untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.