Aspek yang paling menonjol dari kepemimpinan Sosrokartono mungkin adalah sisi humanismenya. Setelah kembali ke Indonesia, Sosrokartono mengabdikan dirinya untuk membantu orang lain, terutama melalui pengobatan spiritual dan penyembuhan. Dia tidak memungut bayaran, dan hanya hidup dari pemberian sukarela mereka yang ia bantu.
Kehidupan sederhana yang dijalaninya setelah kembali ke Indonesia mencerminkan betapa dalam komitmennya terhadap rakyat biasa. Dalam sebuah surat, ia pernah menulis, "Aku ingin menjadi manusia yang berguna, bukan sekadar hidup untuk diri sendiri." Prinsip humanis ini merupakan inti dari kepemimpinannya --- dia tidak mencari kekuasaan, pengakuan, atau kekayaan, tetapi lebih berfokus pada pengabdian kepada sesama.Â
Inilah yang membuatnya dihormati dan dikenang, bukan hanya sebagai seorang pemimpin, tetapi sebagai sosok yang menginspirasi melalui tindakannya yang tanpa pamrih.
Aspek lain dari kepemimpinan Sosrokartono yang sangat kuat adalah humanismenya. Setelah kembali dari Eropa, Sosrokartono memilih untuk hidup sebagai penyembuh spiritual, membuka praktik pengobatan alternatif dan melayani rakyat tanpa memungut biaya
. Gaya hidupnya yang sangat sederhana dan pengabdian tanpa pamrih kepada sesama menunjukkan bahwa dia melihat kepemimpinan sebagai pelayanan, bukan sebagai alat untuk mencapai kekuasaan atau status.
Sikapnya ini sejalan dengan filosofi "manusia seutuhnya", di mana seorang pemimpin harus hidup untuk membantu orang lain dan menciptakan dampak positif di masyarakat.Â
Bagi Sosrokartono, seorang pemimpin tidak hanya diukur dari apa yang ia capai di kancah politik atau diplomasi, tetapi lebih dari bagaimana ia membantu orang lain untuk mencapai potensi terbaik mereka.Â
Kepemimpinan humanis ini sangat kontras dengan gaya kepemimpinan otoriter atau yang berbasis kekuatan material. Ini adalah bentuk kepemimpinan yang memadukan kelembutan, kasih sayang, dan pengabdian tanpa pamrih pada sesama
Kepemimpinan Visioner: Mengantisipasi Masa Depan Bangsa
Sosrokartono memiliki pandangan yang jauh ke depan tentang masa depan bangsa Indonesia. Dia sadar bahwa bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri secara mental dan intelektual untuk kemerdekaan.Â
Baginya, kemerdekaan bukanlah akhir dari perjuangan, tetapi awal dari tugas besar untuk membangun bangsa yang adil dan beradab. Ini mencerminkan visinya yang holistik, di mana ia melihat pembangunan moral, spiritual, dan intelektual sebagai fondasi yang sama pentingnya dengan kemerdekaan politik.