Mohon tunggu...
Sinta Lestari
Sinta Lestari Mohon Tunggu... Lainnya - Analyst

Seorang yang sedang belajar membuat tulisan, yang sekiranya bermanfaat untuk diri sendiri dan orang banyak. Menyukai bidang Sains, Lyfe, Health, Self-Improvement, Pengembangan Karir dan lainnya.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengenal Pewarna Alami Merah Karmin dari Serangga Cochineal

30 September 2023   06:20 Diperbarui: 30 September 2023   14:40 2426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kolase Foto Pewarna Alami Merah Karmin dari Serangga Cochineal | Sumber gambar: Getty Image dan Wikipedia.

Saat ini sedang ramai kembali bahasan tentang status kehalalan pewarna alami merah Carmin (Karmin) di sosial media. Sebenarnya, saya dari beberapa bulan lalu sudah menyiapkan draf tulisan tentang pewarna karmin untuk saya bagikan ke laman Kompasiana ini. Namun, karena lain hal saya sampai  belum rampung menyelesaikan tulisannya waktu itu. Nah, saat ini dengan ramainya berita pewarna karmin itu, akhirnya saya mencoba kembali lagi untuk aktif submit tulisan ke laman Kompasiana ini.

Semoga saja dengan sedikit ulasan ini, tentang pewarna merah Carmin (Karmin) dapat membantu teman-teman kompasianer dan pembaca ya. Saya mencoba rangkum pembahasannya dari beberapa sumber, seperti MUI Pusat, LPPOM MUI, dan juga lainnya yang relevan. Yuk, kita simak bersama ulasannya !

Definisi Pewarna

Definisi pewarna (colour) menurut Permenkes No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, adalah bahan tambahan pangan berupa pewarna alami dan pewarna sintetis, yang ketika ditambahkan atau diaplikasikan pada pangan, mampu memberi atau memperbaiki warna.

Pewarna Alami 

Pewarna alami (Natural Colour) menurut Permenkes No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, merupakan bahan tambahan pangan (BTP) ataupun lainnya yang berasal dari alam atau makhluk hidup.

Menurut Winarno (1997) yang dikutip di laman e-journal Universitas Atma Jaya, bahwa pewarna alami merupakan zat pewarna alami yang diperoleh dari tumbuhan, hewan atau sumber-sumber mineral.

Menurut Yernisa, dkk., (2013) yang dikutip di laman Media Neliti (2015), Pewarna alami merupakan pilihan alternatif pewarna yang tidak toksik, dapat diperbaharui (renewable), mudah terdegradasi (mudah terurai), dan ramah lingkungan.

Selain itu, pewarna alami saat ini menjadi pilihan yang baik untuk digunakan. Karena pastinya, masyarakat akan berfikir bahwa sesuatu produk yang alami itu lebih baik dan aman bagi kesehatan, jika dibandingkan dengan bahan atau produk yang diproses secara sintesis (buatan).

Dikutip dari laman Media Neliti (2015), zat pewarna alami memiliki kelemahan diantaranya, warna yang dihasilkan tidak stabil, keseragaman warna kurang baik, konsentrasi pigmen rendah, spektrum warna terbatas, mudah kusam dan ketahanan rendah bila dicuci serta terkena sinar matahari.

Pewarna alami merah biasanya dapat kita peroleh dari berbagai macam tumbuhan. Diantaranya dari buah bit, wortel, bayam merah, pepaya, buah naga, kulit manggis, dan lain sebagainya yang memiliki warna buah, kulit atau daun berwarna merah. Ternyata, perwarna alami merah selain dari tumbuhan yang sudah disebutkan. Pewarna alami merah ada yang bersumber dari hewan serangga. Produsen sering menuliskan di kemasan produknya itu sebagai “Pewarna Alami Carmin atau Karmin”.

Nah, apa sih Pewarna Alami Carmin sendiri ?, berikut ini adalah sedikit bahasannya :

Pewarna Alami Merah Carmin (Karmin)

Ilustrasi Pewarna Alami Merah Karmin | Sumber gambar : @Fitopardo/Getty Images; via Smithsonian Magazine 
Ilustrasi Pewarna Alami Merah Karmin | Sumber gambar : @Fitopardo/Getty Images; via Smithsonian Magazine 

Pewarna Alami Carmin atau Pewarna Alami Merah Carmin adalah pewarna alami yang bersumber dari hewan serangga Cochineal atau kutu tumbuhan. Wujud serangga Cochineal tersebut berwarna merah.

Dikutip dalam Fatwa MUI  No. 33 Tahun 2011 tentang Hukum Pewarna Makanan dan Minuman dari Serangga Cochineal, serangga cochineal merupakan binatang yang mempunyai banyak persamaan dengan belalang dan darahnya tidak mengalir. Serangga cochineal hidup di atas kaktus dan makan pada kelembaban dan nutrisi tanaman

Dijelaskan kembali pada laman Halal MUI (2021), melalui informasi dari Prof. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni M.Agr, yang merupakan dosen Ilmu dan Teknologi Pangan  IPB University sekaligus sebagai auditor halal di LPPOM MUI, menerangkan bahwa Karmin dibuat dari serangga Cochineal (Dactylopius coccus) atau kutu daun yang menempel pada kaktus pir berduri (genus Opuntia).

Serangga cochineal banyak ditemukan di Amerika Tengah dan Selatan. Dilansir dalam laman Halal MUI (2021), pada tahun 2021 negara Peru dikenal sebagai penghasil karmin terbesar di dunia, yaitu dapat mencapai 70 ton per tahun.

Proses pembuatan pewarna alami merah carmin (karmin) menurut data laman Halal MUI (2021), diantaranya :

  • Produksi cochineal kering (dimulai dari pasangan cochineal diinduksikan pada kaktus; kemudian cochineal betina berkembang biak, dan menjadi dewasa, ditandai dengan bentuk tubuh membesar dan berisi; setelah serangga menjadi besar dan berisi, kemudian dipanen dengan cara disikat, dikeringkan dengan sinar matahari, dan ditampi untuk menghilangkan bulu).
  • Pengolahan cochineal kering menjadi pewarna (setelah serangga cochineal dikeringkan dengan cara di jemur, selanjutnya dilakukan proses pengancuran dengan mesin pengering dan penggiling; setelah diperoleh serbuk cochineal berwarna merah tua cerah hasil proses penggilingan, selanjutnya dilakukan proses ekstraksi dengan larutan alkohol asam untuk diperoleh warna yang lebih cerah atau pun agar lebih memunculkan warna. Asam carminic dalam tubuh serangga cochineal yang bertindak memberikan warna merah, awalnya oleh serangga cochineal digunakan sebagai pertahanan untuk mengusir serangga pemangsa lainnya).

Penggunaan Pewarna Alami Merah Carmin (Karmin) pada Produk di Sekitar Kita

Pewarna alami merah carmin (karmin), saat ini sudah banyak sekali penggunaannya oleh pelaku Industri Pangan, Kosmetik, ataupun lainnya.

Pewarna alami merah carmin dapat ditemukan pada produk pangan, diantaranya :

  • Minuman seperti susu ataupun yogurt rasa strawberry
  • Jus ataupun minuman sirop yang berwarna merah
  • Saos atau sambal
  • Permen dan Makanan ringan anak-anak
  • Produk biskuit rasa stawberry
  • Kue red velvet ataupun lainnya yang berwarna merah
  • Dan produk pangan lainnya dengan catatan produsen mengklaim produknya memakai pewarna alami. Bisa jadi pewarna alami merah itu memakai pewarna alami carmin yang berasal dari serangga cochineal.

Sedangkan pewarna alami merah carmin pada produk kosmetik, biasanya mungkin saja ditemukan pada produk lipstik, liptin, lipcream, eye shadow, produk perawatan tubuh seperti shampo dan lotion atau pun lainnya yang berwarna merah. Dengan catatan bahwa produsen mengklaim produknya memakai pewarna alami merah carmin (karmin).

Efek Samping Penggunaan Pewarna Alami Carmin (Karmin)

Dilansir dalam laman ScienceDirect (2015) hasil tulisan Voltolini et.al (2014), pada beberapa orang mungkin saja dapat terjadi reaksi efek samping berupa syok anafilaksis saat penggunaan pewarna alami carmin yang berasal dari serangga cochineal ini.

Menurut laman Siloam Hospitals (2023), analhylaxis atau anafilaksis adalah reaksi alergi berat dan dapat berujung syok yang dikenal sebagai syok anafilaksis. Syok anafilaksis dapat menyebabkan tekanan darah menurun secara drastis, serta penyempitan saluran pernafasan, sehingga perlu mendapatkan penanganan dengan cepat oleh petugas medis.

Penulisan Label dan Indeks Khusus Pewarna Alami Carmin (Karmin) pada Kemasan Produk

Untuk memudahkan konsumen melihat dan mengetahui bahwa suatu produk pangan itu mengandung suatu bahan tambahan pangan (BTP), dalam hal ini adalah pewarna alami karmin atau Carmin. Maka, produsen harus mencantumkan tulisannya dengan jelas, atau pun dapat menggunakan kode tulisan. Penulisan kode tulisan harus sesuai dengan aturan regulasi pemerintah, dalam konteks penulisan label bahan tambahan makanan.

Kode indeks khusus pada kemasan produk untuk ciri penggunaan suatu produk itu menggunakan pewarna alami merah carmin (karmin) yaitu, E-120 Pewarna merah Cochineal (Asam Karminat) atau  biasanya lebih banyak ditulis pada label kemasan produk sebagai “Pewarna Alami Karmin Cl 75470”, “Pewarna Alami Carmin”, “Karmin Cl. No 75470”, atau ditulisan dalam wujud kode “E-120” saja.

Pelabelan tulisan nama dan indeks khusus pewarna alami karmin Cl No. 75470 dan kode indeks No. 120 atau lebih dikenal E-120, telah diatur pula sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan, bagian BTP golongan pewarna (colour), dan dapat dilihat pada lampiran hal. 34 bagian pewarna alami (natural colour).

Dilansir dari laman Pubindo.com, E merupakan kode awalan untuk bahan pewarna (Colorings). E-numbers (huruf E kapital yang diikuti 3 angka) adalah kode biasa yang digunakan untuk memudahkan identifikasi bahan baku (ingredients) pada kemasan produk makanan. E-numbers untuk produk bahan tambahan pangan, dalam hal ini pewarna digunakan untuk identifikasi sumber bahan baku yang dipakainya. Seperti kode E-120, jika dilihat kembali pada lampiran Permenkes No. 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (bagian BTP golongan pewarna), maka kode indeks 120 menunjukkan bahwa pewarna teresebut berasal dari pewarna alami karmin ekstraks cochineal.

Bagaimana status kehalalannya Pewarna Alami Carmin (Karmin) ?

Dilansir dari laman Halal MUI (2021), status hukum kehalalan pewarna alami carmin yang berasal dari serangga cochineal ini adalah Halal, sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan.

Direktur Utama LPPOM MUI, Ir. Muti Arintawati, M.Si menjelaskan, dilihat dari bahan dasarnya yakni cochineal, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa, yakni Halal.

Melalui keputusan Komisi Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2011, menjelaskan bahwa serangga cochineal merupakan serangga yang hidup di atas kaktus dan makan pada kelembaban dan nutrisi tanaman. Cochineal merupakan binatang yang mempunyai banyak persamaan dengan belalang dan darahnya tidak mengalir. Adapun pewarna makanan dan minuman yang berasal dari serangga cochineal hukumnya halal, sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan.

Direktur Utama LPPOM MUI pun mengingatkan bahwa penggunaan pewarna juga membutuhkan adanya bahan pelarut, bahan pelapis, hingga bahan pengemulsi agar warna semakin cerah, tidak mudah pudar dan stabil.

Bahan pelarut pada saat mengolah pewarna biasanya menggunakan bahan etanol, triacetin atau gliserin. Nah, karena gliserin dapat dihasilkan dari proses hidrolisis lemak hewani, pun bahan pelapis yang dapat menggunakan dari sumber gelatin yang umumnya berasal dari gelatin hewani. Juga bahan pengemulsi yang dapat menggunakan turunan asam lemak yang berasal dari asam lemak hewani.

Mengingat bahan tambahan pada pewarna alami tersebut banyak menggunakan bahan dari hewan, maka harus dipastikan bahwa bahan tersebut berasal dari hewan Halal dan juga yang di proses secara halal.

Ada tambahan informasi terbaru yang dilansir dari laman Halal MUI (September 2023) sebagai informasi klarifikasi atas isu yang telah beredar.  Menurut ungkapan Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh, terkait dengan penggunaan Cochineal untuk pewarna makanan, MUI telah melakukan pembahasan yang sangat intensif, dilakukan beberapa kali rapat dan juga pembahasan. Lebih dari enam (6) kali forum diskusi dilaksanakan. Di dalamnya, kita mendengar berbagai pendapat dari para ahli di bidangnya untuk dijadikan pertimbangan penetapan hukum [fatwa],”

Salah satu ahli yang menjadi narasumber saat itu adalah ahli entomologi, Dr. Dra. Dewi Sartiami, M.Si yang memberikan penjelasan mengenai anatomi Cochineal, siklus hidup, termasuk tentang pola hidup, bahaya, dan manfaat. Selain itu, berbagai ahli juga menyebutkan bahwa dari sisi keamanan karmin telah diterima penggunaannya oleh berbagai otoritas kemanan pangan dunia. Dari sisi sejarah penggunaannya karmin telah digunakan sejak ribuan tahun lalu oleh suku Aztec di Amerika Selatan dan terbukti aman, tidak membahayakan (’adam al-dlarar).

“Dari berbagai penjelasan ahli diperoleh kesimpulan bahwa sifat Cochineal memiliki kemiripan dengan belalang. Sementara belalang dalam konteks fiqih Islam, sekalipun masuk dalam hasyarat, tapi memiliki kekhususan tersendiri,” tegas Kiai Niam

Hadist Riwayat Ahmad, menyebutkan, “Dari Abdullah ibnu Umar ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: dihalalkan bagi orang muslim dua bangkai dan dua darah; sedang dua bangkai ialah ikan dan belalang, sedang dua darah ialah hati dan limpa.”

“Atas dasar itu, MUI menetapkan fatwa bahwa penggunaan Cochineal untuk kepentingan pewarna makanan hukumnya halal sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan,” pungkas penjelasan Kiai Niam.

Sehingga, dapat diambil kesimpulan bahwa status kehalalan pewarna alami carmin (karmin) yang berasal dari hewan serangga cochineal itu Halal, selama penggunaan bahan pelarut, bahan pelapis, pengemulsi bersumber dari bahan yang Halal, pun juga diproses produksi coochineal  dilakukan secara Halal dan tidak mengandung najis.

Yuk, teman-teman saatnya kita menyaring informasi dan mencari sumber informasi yang valid. Terutama, saat kita dihadapkan masalah status kehalalan pada bahan pangan yang akan kita konsumsi. 

Semoga ulasan ini ada manfaatnya. Salam literasi untuk teman-teman pembaca dan kompasianer. Sehat selalu. Sampai berjumpa diulasan selanjutnya.


Referensi :

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun