Mohon tunggu...
Sinta Fajri
Sinta Fajri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Budaya Baru Childfree

19 Juni 2023   10:12 Diperbarui: 19 Juni 2023   10:14 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak adalah anugerah, tanpa diragukan lagi. Dalam banyak budaya di seluruh dunia, memiliki anak dianggap sebagai salah satu tujuan utama dalam kehidupan seseorang. Beberapa waktu yang lalu di media sosial terutama di twitter, ramai masyarakat Indonesia membahas tentang child-free. Contoh nyatanya yaitu seorang content creator Bernama Gita Savitri memilih untuk child-free atau tanpa anak. Meskipun mungkin dianggap kontroversial oleh sebagian orang, memilih untuk tidak memiliki anak adalah keputusan pribadi yang harus dihormati.

Penting untuk diingat bahwa memilih untuk tidak memiliki anak bukan berarti bahwa seseorang tidak mencintai anak-anak atau bahwa mereka tidak mampu menjadi orang tua yang baik. Setiap individu memiliki alasan pribadi mereka sendiri untuk memilih jalur ini, dan kita harus memahami dan menghormati keputusan mereka. Ada berbagai alasan mengapa seseorang memilih child-free, dan beberapa di antaranya dapat dikaitkan dengan perkembangan sosial, perubahan gaya hidup, atau pertimbangan pribadi yang mendalam.

Salah satu alasan utama mengapa orang memilih child-free adalah dorongan untuk mengejar karir yang sukses. Di dunia modern yang kompetitif ini, banyak individu yang ingin fokus pada pencapaian profesional mereka. Mereka menginginkan kebebasan dan fleksibilitas untuk bekerja tanpa harus mempertimbangkan tanggung jawab mengasuh anak. Memiliki anak membutuhkan waktu, energi, dan perhatian yang besar, dan beberapa orang memilih untuk mengalihkan semua aspek ini ke karir mereka. Mereka ingin mencapai kesuksesan dalam bidang pekerjaan mereka, mengembangkan keterampilan mereka, dan mengejar tujuan hidup yang lebih luas.

Selain itu, banyak orang juga mempertimbangkan dampak lingkungan dari keputusan untuk memiliki anak. Dalam era perubahan iklim dan populasi dunia yang terus meningkat, beberapa orang merasa bahwa menambah jumlah manusia di planet ini hanya akan memperburuk masalah-masalah yang sudah ada. Mereka khawatir tentang sumber daya yang semakin terbatas, polusi yang meningkat, dan dampak negatif lainnya yang dapat ditimbulkan oleh peningkatan populasi. Oleh karena itu, dengan memilih child-free, mereka merasa mereka sedang membuat kontribusi terhadap upaya membatasi pertumbuhan populasi dan menjaga keberlanjutan lingkungan.

Selain alasan-alasan di atas, beberapa individu memilih child-free karena pertimbangan kesehatan, baik fisik maupun mental. Beberapa orang mungkin memiliki kondisi medis tertentu yang dapat memengaruhi kemampuan mereka untuk mengandung atau melahirkan anak. Untuk alasan ini, mereka memilih untuk tidak mengambil risiko atau tidak ingin memperburuk kondisi mereka. Di sisi lain, ada juga mereka yang menghadapi masalah kesehatan mental atau keluarga yang kompleks, dan mereka merasa bahwa menjadi orang tua tidak akan menjadi pilihan yang sehat bagi mereka atau bagi calon anak mereka.

Selain alasan-alasan di atas, beberapa orang memiliki child-free karena merasa dunia terlalu jahat, sehingga mereka memilih untuk tidak melahirkan anak di dunia yang kejam ini. Mungkin bagi mereka yang menjalani hidup dengan penuh perjuangan atau memiliki pengalaman kelam dalam perjalanan hidupnya, child-free menjadi salah satu pilihan karena tidak ingin anak yang nantinya dia lahirkan merasakan kejamnya dunia.

Selain alasan-alasan di atas, beberapa orang mungkin hanya merasa bahwa kehidupan tanpa anak memberi mereka kebebasan dan fleksibilitas yang lebih besar. Mereka ingin mengeksplorasi dunia, mengejar hobi mereka, melakukan perjalanan, atau memfokuskan diri pada hubungan pasangan mereka. Tanpa tanggung jawab yang melekat pada menjadi orang tua, mereka dapat mengalami kehidupan yang lebih bebas dan mengejar apa pun yang mereka inginkan.

Ada pandangan bahwa memilih untuk tidak memiliki anak dianggap sebagai tindakan egois karena individu tersebut hanya memikirkan kepentingan pribadi mereka sendiri tanpa memperhatikan masa depan keluarga atau masyarakat. Namun, penting untuk diingat bahwa setiap orang memiliki hak untuk mengambil keputusan yang terbaik untuk diri mereka sendiri, termasuk dalam hal memiliki atau tidak memiliki anak. Keputusan untuk tidak memiliki anak bukanlah indikator langsung tentang sifat egois seseorang, tetapi lebih tentang memperhatikan keseimbangan kehidupan dan keterlibatan dalam berbagai aspek lainnya.

Orang-orang yang memilih child-free sering menghadapi tekanan sosial dan pertanyaan yang menantang mengenai keputusan mereka. Ada harapan sosial yang kuat bahwa setiap orang harus memiliki anak sebagai bagian dari kehidupan "normal".

Penting untuk diingat bahwa tidak ada satu cara hidup yang benar atau salah. Setiap individu memiliki hak untuk membuat keputusan yang terbaik untuk diri mereka sendiri. Kehidupan tanpa anak bukanlah tanda kurangnya kasih sayang atau kepedulian. Setiap orang memiliki peran dan kontribusi yang berbeda dalam masyarakat, dan kita harus menghargai keputusan seseorang untuk memilih jalur yang sesuai dengan keinginan dan nilai-nilai mereka sendiri.

Dalam dunia yang semakin maju dan beragam ini, menerima perbedaan dan menghormati keputusan individu adalah bagian dari menjadi masyarakat yang bertoleransi. Memahami fenomena child-free adalah salah satu langkah penting untuk mencapai hal ini. Meskipun pandangan dan keyakinan kita mungkin berbeda, kita harus memperlakukan semua orang dengan rasa hormat dan saling menghormati pilihan hidup mereka.

Keputusan untuk memiliki anak atau tidak memiliki anak adalah keputusan yang paling pribadi dan intim yang dapat seseorang buat. Yang terpenting adalah memberikan tempat yang aman bagi individu untuk berbagi pandangan dan pengalaman mereka, tanpa dihakimi atau dicap sebagai salah atau benar. Dengan melakukannya, kita dapat membangun masyarakat yang menerima semua pilihan hidup dengan saling menghormati, menghargai kebebasan individu, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun