Mohon tunggu...
Sinta DifiaWati
Sinta DifiaWati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Malang

Calon konselor muda

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemertahanan Moral dan Etika Melalui Pendidikan Karakter di SMA Negeri 1 Pandaan

10 Juni 2023   15:28 Diperbarui: 10 Juni 2023   15:30 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemilihan nama Walisongo ini didasari oleh jumlah mereka yang bersembilan. Selain itu, proses pendidikan karakter yang akan mereka jalani akan lebih ditekankan pada pendekatan religi. Kesembilan siswa ini diberi perlakuan khusus melalui beberapa tahapan. Pada tahap pertama, kesembilan siswa ini dipisahkan dengan teman satu kelas dan diberi kesempatan untuk menjalani konseling. Mahasiswa asistensi mengajar dari departemen BK diberi kesempatan untuk mengikuti berlangsungnya proses konseling yang dilaksanakan oleh tim waka kesiswaan dan guru BK. Kolaborasi antara waka kesiswaan, mahasiswa asistensi mengajar dari Departemen Bimbingan dan Konseling, serta guru BK ini disebut sebagai tim pembinaan karakter. Sebelum melaksanakan proses konseling, perlu diketahui karakter dari masing-masing siswa. Untuk itu, tim pembinaan karakter membaca hasil psikotes dari setiap siswa dan menelusuri jalur masuk yang mereka tempuh untuk masuk ke SMANDA. Berdasarkan hasil psikotes, pendekatan behaviorisme sesuai untuk diterapkan dengan harapan dapat mengubah tingkah laku dan kebiasaan mereka.

Dari proses konseling yang telah dijalani, diketahui bahwa beberapa siswa memiliki latar belakang yang kurang lebih sama. Permasalahan utama yang berkontribusi atas pembentukan karakter dalam diri mereka adalah pola asuh. Keluarga menjadi peletak dasar moral dan etika pada anak sebelum memasuki pendidikan formal dalam arti sekolah. Keluarga seharusnya memberi kasih sayang dan menjadi lembaga paling utama dalam pendidikan karakter. Namun nyatanya tidak mereka dapatkan dengan baik. Beberapa dari mereka tidak memiliki keluarga yang utuh dan pemusatan perhatian tidak mereka dapatkan. Dampaknya, dari diri mereka sendiri akan ada kecenderungan untuk memberontak dan mencari perhatian di tempat yang tidak seharusnya.

Selain dari pola asuh, faktor lain yang mengakibatkan perlunya perlakuan khusus terhadap mereka yakni kondisi perekonomian keluarga. Ada beberapa dari mereka yang harus bekerja setelah pulang sekolah. Dalam dunia pekerjaan yang mereka jalani, pergaulan yang mereka dapati merupakan pergaulan yang di luar usia mereka. Hal ini berkontribusi besar pada pola pikir, cara pandang, serta dasar dalam melakukan sesuatu. Ada salah satu siswa yang bekerja hingga larut malam. Pergaulan di lingkungan pekerjaan dia ini bisa dikatakan begitu bebas.

Pada tahap kedua, mereka diberikan perlakuan khusus untuk memberikan efek jera. Setiap pagi, mereka diharuskan untuk melakukan aktivitas fisik seperti olahraga, latihan fisik, membantu tukang kebun ataupun tukang bangunan dalam pembangunan masjid. Selain itu, pendekatan religi dianggap dapat menumbuhkan kesadaran mereka. Setiap hari mereka dibimbing untuk menjalankan sholat lima waktu ditambah Sholat Dhuha dengan dibuktikan oleh foto yang dikirim. Bapak Imad sebagai salah satu tim pembinaan karakter mengadakan agenda pengajian pemuda hijrah bagi walisongo. Selain itu mereka juga diberikan tambahan tugas berupa hafalan juz amma, hafalan bacaan sholat, dan adanya tugas harian. Adanya tugas tambahan ini diharapkan untuk menumbuhkan efek jera bagi mereka.

Keberhasilan dari program pendidikan karakter ini dapat diindikasikan dari mereka yang meminta kembali untuk mengikuti pembelajaran di kelas. Mereka merasa bosan dengan pola hukuman yang diberikan. Indikator terakhir sebagai bukti perubahan mereka dapat dilihat dari adanya perubahan sikap spiritualitas dan sikap sosial. Selama kurang lebih empat pekan mereka harus menjalani keseharian yang sama di sekolah. Selama itu pula mereka meninggalkan proses belajar mengajar yang ada di kelas.

Fenomena walisongo ini memberi pengalaman dan pembelajaran yang begitu berharga bagi mahasiswa asistensi mengajar. Terlebih lagi bagi mahasiswa dari departemen bimbingan dan konseling yang dapat menerapkan prosedur pengubahan tingkah laku dalam perspektif behaviorisme secara nyata. Dalam hal ini, tim pembinaan karakter SMANDA memutuskan untuk menerapkan prosedur time-out yang termasuk ke dalam prosedur removal of desirable stimuli (menarik stimuli yang diinginkan). Prosedur ini dilaksanakan dengan memindahkan siswa dari situasi pembelajaran atau kelompok kelasnya untuk periode yang sudah direncanakan. Tentu hal ini beresiko, karena stimuli yang menjalani prosedur dalam waktu yang cukup panjang ini pasti tidak dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar. Keputusan ini tidak mudah untuk diambil oleh setiap sekolah. Akan tetapi dengan berbagai pertimbangan, SMANDA berani untuk melaksanakan prosedur ini dan membuahkan hasil sesuai dengan harapan.

Kami, Sinta Difia Wati dan Rizki Intan Putri Lestari mengucapkan terima kasih kepada SMA Negeri 1 Pandaan atas kesempatan, pengalaman dan pengajaran yang begitu berharga selama menjalani kegiatan Asistensi Mengajar.

Dok. Sinta Difia
Dok. Sinta Difia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun