Prinsip kehati-hatian yang dicantumkan dalam peraturan perundang-undangan ini menekankan pentingnya pengelolaan transaksi yang adil dan jelas. Tentu saja ini signifikan dalam akad murabahah untuk menjamin setiap pihak yang terlibat menerima maslahat yang seimbang tanpa bertentangan dengan prinsip syariah.
Dalam pelaksanaan akad murabahah masih sering menghadapi tantangan dalam kegiatan usaha. Kerumitan administrasi dan prosedur dapat menghasilkan biaya tambahan yang tidak dijelaskan secara eksplisit dalam akad. Biaya-biaya yang tidak terlihat ini bisa dinilai sebagai bentuk riba yang tidak langsung, sehingga penting untuk menyederhanakan prosedur dan meningkatkan transparansi biaya. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, disebutkan bahwa Bank wajib memberikan informasi lengkap mengenai semua aspek pembelian, contohnya jika transaksi dilakukan dengan kredit.
Pada fatwa ini menerangkan bahwa segala macam ketidaksesuaian dalam pengeluaran tambahan perlu dihindari, sehingga keterbukaan dalam setiap langkah akad murabahah harus diprioritaskan guna menghindari pelanggaran yang bertentangan dengan prinsip syariah.
Untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut, dibutuhkan sejumlah prosedur strategis. Pertama, penguatan regulasi agar lebih terperinci dan jelas tentang akad murabahah, termasuk landasan untuk menetapkan harga pokok dan margin yang adil. Kedua, meningkatkan transparansi dan pengungkapan informasi kepada nasabah terkait setiap komponen dalam akad, termasuk biaya-biaya yang dikenakan. Ketiga, memperketat supervisi dan pengawasan dari lembaga terlibat, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK), agar penerapan akad murabahah selaras dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Keempat, menaikkan mutu sumber daya manusia (SDM) pada perbankan syariah, khususnya terkait kesadaran tentang hukum Islam dan etika bisnis syariah. Terakhir, perlu ditingkatkan kesadaran literasi keuangan syariah pada seluruh masyarakat agar lebih mengerti akan hak dan kewajiban dalam akad murabahah.
Kesimpulannya, akad murabahah memiliki peluang besar untuk bertransformasi sebagai sarana pembiayaan yang selaras dengan syariat Islam. Namun, dalam kenyataan di lapangan masih banyak menghadapi beragam tantangan dan masalah hukum, sehingga dibutuhkan kolaborasi dari semua pihak, seperti pemerintah, lembaga keuangan syariah, dan masyarakat untuk memperkuat keselerasan praktik akad murabahah dengan prinsip-prinsip syariat Islam serta membangun sistem keuangan syariah yang berkelanjutan dan adil. Pembuatan standar etika dan kode etik yang kokoh dalam sektor perbankan syariah sangat penting agar pelaksanaan murabahah tetap selaras dengan nilai-nilai Islam.
Daftar Pustaka
Fatwa No. 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah.
Hakim, L., & Anwar, A. (2017). Pembiayaan Murabahah pada Perbankan Syariah dalam Perspektif Hukum di Indonesia. AL-URBAN: Jurnal Ekonomi Syariah dan Filantropi Islam, 1(2), 212--223.
Hakim, A. S., & Nisa, F. L. (2024). Analisis Hukum dan Ekonomi Prinsip Murabahah dalam Transaksi Perbankan Syariah. Jurnal Rumpun Manajemen dan Ekonomi, 1(3), 157--168.
Hasibuan, M. A. A. (2024). Analisis Penerapan Akad Murabahah di Bank Syariah Indonesia (BSI) KCP Medan Sukaramai. Moneter: Jurnal Ekonomi dan Keuangan, 2(2), 96--107. https://doi.org/10.61132/moneter.v2i2.461
Tim Penyempurnaan Terjemahan Al-Qur'an. (2019). Al-Qur'an dan Terjemahannya: Edisi Penyempurnaan 2019, Juz 1--10. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an.