Di Indonesia masih banyak terjadi kasus kekerasan seksual. Contohnya dilingkungan kampus kekerasan seksual dilakukan oleh dosen kepada mahasiswi atau bahkan mahasiswa kepada mahasiswi.Â
Selain itu pelecehan seksual di pondok pesantrenpun dapat terjadi, tempat yang dipercaya sebagai penyiar agama menjadi tempat pelecehan seksual. Seperti kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh kyai kepada santriwati.
UU TPKS (Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual) telah disahkan menjadi konstitusi. UU ini disahkan sebagai upaya negara agar rakyatnya mendapat perlindungan dan terbebas dari kekerasan seksual.Â
Dalam UU TPKS terdapat sembilan jenis tindak pidana kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal (4) Ayat (1) UU TPKS yakni pelecehan seksual fisik maupun nonfisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan sterilisasi, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, serta kekerasan seksual berbasiskan elektronik.Â
Selain itu dalam Pasal (4) Ayat 2 UU TPKS juga terdapat jenis kekerasan seksual yakni pemerkosaan, perbuatan cabul, persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan atau eksploitasi seksual terhadap anak, dan perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan bahwa UU TPKS ini dapat menjadi landasan bagi masyarakat khususnya korban kekerasan seksual dengan memberikan kepastian hukum.
Pakar kesetaraan gender Universitas Airlangga (UNAIR), Dwi Rahayu Kristianti, S.H., M.A., mengatakan bahwa KUHP sudah terdapat peraturan mengenai kekerasan seksual, namun masih belum memenuhi keinginan dan hak-hak para penyintas kekerasan seksual.Â
Selain itu ia juga mengatakan bahwa UU ini masih terdapat kekurangan yaitu tidak adanya pasal mengenai pemerkosaan dan aborsi karena dianggap sudah diatur dalam KUHP dan Undang-Undang Kesehatan.Â
Dalam KUHP peraturan mengenai kekerasan seksual menurutnya bias gender sebab laki-laki dianggap sebagai pelaku kekerasan. Menurutnya UU TPKS ini seharusnya bersifat futuristik yaitu mengakomondasi semua permasalahan baik masa lalu, sekarang maupun masa depan. Ia berharap agar pemerintah wajib mensosialisasikan UU TPKS ini.
Pakar Hukum Pidana, Prof Dr. Agus Surono mengatakan bahwa disahkannya UU TPKS ini harus menjadi pedoman bagi penegak hukum dalam menyelesaikan dan menghadapi  kasus kekerasan seksual. Selain itu untuk memberikan perlindungan dan memenuhi hak-hak korban secara komprehensif, cepat dan tepat.Â
Setiap manusia memiliki HAM salah satunya hak atas perlindungan dari kekerasan dan bebas dari siksaan. Dengan disahkannya UU TPKS dapat menjadi pegangan setiap masyarakat dan harapannya semoga kekerasan seksual di negara ini dapat berkurang dan pelaku kekerasan seksual mendapatkan hukuman yang setimpal.