Mohon tunggu...
Sinta NurFatimah
Sinta NurFatimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

JJ Fansbase

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Pencatatan Perkawinan Menurut Perundang-Undangan di Indonesia

22 Februari 2023   23:35 Diperbarui: 7 Maret 2023   20:14 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ANALISIS PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Abstrak

Pencatatan perkawinan merupakan salah satu hukum yang diterapkan dibanyak negara muslim di dunia. Hal tersebut bertujuan untuk kepastian hukum dan perlindungan hukum. Oleh karena itu banyak negara muslim yang menjadikanya sebagai salah satu hal disahkannya perkawinan. Selain dalam sudut pandang negara islam Indonesia juga menerapkan hal sama yang mana Pencatatan perkawinan ialah salah satu yang terdapat dalam hukum perkawinan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 tentang Perkawinan. Dalam perundang- undangan perkawinan di Indonesia, adanya asas pencatatan perkawinan berkaitan dengan menentukan sah tidaknya perkawinan yang berlangsung. Dalam menentukan menentukan suatu hal harus memperhatikan ketentuan masing-masing hukum agama atau kepercayaan, tentu juga merupakan syarat untuk sahnya perkawinan. Oleh sebab itu, pendaftaran dan pembuatan akta nikah bersifat wajib sesuai dengan peraturan perundang-undangan perkawiban indonesia. Namun dalam kenyataannya, kewajiban dalam mencatatkan dan menerbitkan akta nikah menyebabkan ketidakjelasan makna hukum, karena kewajiban mencatatkan setiap perkawinan dan mengeluarkan akta nikah diperlakukan hanya sebagai kewajiban administratif saja dan bukan sebagai bentuk sahnya suatu perkawinan, walaupun perkawinan dilaksanakan sesuai hukum agama atau kepercayaan masing-masing, jika tidak dilakukan pencatatan perkawinan maka perkawinan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum. Dengan demikian suami, istri, dan anak- anak yang lahir dalam pernikahan tersebut tidak mendapatkan kekuatan hukum. Oleh karenanya, perlu dilakukan pembenahan mengenai pencatatan hukum perkawinan untuk menjamin pelindungan hukum bagi anak-anak yang dilahirkan dalam perkawian tersebut.

Kata kunci: hukum, pencatatan, perkawinan

Abstract

Registration of marriage is one of the laws applied in many Muslim countries in the world. This is aimed at legal certainty and legal protection. Therefore, many Muslim countries make it one of the things that legalize marriage. Apart from the point of view of the Islamic state, Indonesia also applies the same thing that Marriage registration is one of the provisions contained in marriage law as stated in Law Number 1 concerning Marriage. In Indonesian marriage legislation, the existence of the principle of registration of marriages is related to determining whether or not the marriage is valid. In determining a matter, one must pay attention to the provisions of each religious law or belief, of course, this is also a condition for a valid marriage. Therefore, the registration and making of a marriage certificate is mandatory in accordance with Indonesian marriage laws and regulations. However, in reality, the obligation to register and issue marriage certificates causes ambiguity in the legal meaning, because the obligation to register every marriage and issue marriage certificates is treated only as an administrative obligation and not as a legal form of marriage, even though marriages are carried out according to religious law or each other's beliefs. If the registration of the marriage is not carried out, then the marriage has no legal force. Thus the husband, wife and children born in the marriage do not get legal force. Therefore, it is necessary to make improvements regarding the legal registration of marriages to ensure legal protection for children born in these marriages.

Keywords: law, registration, marriage

A. PENDAHULUAN

Namun merujuk dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 sebuah perkawinan dapat dikatakan sah apabila sudah dilakukannya pencatatan perkawinan. Tujuan dari dilakukannya pencatatan perkawinan untuk memberikan kekebalan dan perlindungan hukum bagi kedua belah pihak yang melangsungkan pernikahan, sehingga dapat memberikan bukti yang kuat tentang terjadinya perkawinan tersebut sehingga dapat mempertahankan perkawinan tersebut kepada siapapun dipengadilan. Dan juga sebaliknya jika tidak dilakukan pencatatan perkawinan  maka perwakinan tersebut tidak dapat diakui dan mendapat kekuatan hukum. Dengan dilakukannya pencatatan perkawinan juga memberikan dampak positif untuk seorang istri dan anak. Secara agama pencatatan pernikahan merupakan salah satu hal yang termasuk masalah kontemporer dimana dijaman dahulu belum ada yang namanya pencatatan perkawinan dimana jika sudah dilakukan perkawinan secara agama atau adat setempat maka pernikahan tersebut sudah dianggap sah. Dalam kitab-kitab fikih juga terdahulu tidak mengenal yang namanya pencatatan pernikahan sehingga menyebabkan banyak masyarakat umat Islam menganggap remeh tentang hal tersebut dikarenakan tidak diajarkan dijaman dahulu.

B. PEMBAHASAN
1. Sejarah pencatatan perkawinan di Indonesia

Membicarakan sejarah perkawinan di Indonesia tidak lepas dari asal-usul hukum perkawinan. Oleh karena itu, periodisasi tersebut dapat dikaitkan dengan undang- undang nomer 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, sejarah hukum perkawinan dibagi menjadi dua periode, yaitu: (1) sebelum adanya UU No. 1 Tahun 1974 tentang  perkawinan dan (2) setelah terciptanya UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Yang termasuk sebelum adanya UU No. 1 Tahun 1974 adalah (1) Hukum Perkawinan Adat, pengertian perkawinan menurut hukum adat ialah ikatan lahir batin seorang suami dan istri untuk mewujudkan terbentuknya keluarga yang sah bertujuan untuk memenuhi hak dan kewjiban serta bertujuan untuk mendapatkan keturunan yang nantinya akan melanjutkan orang tuanya. Dalam hukum adat rukun dan syaratnya perkawinan sama seperti rukun yang ada dalam ajaran Islam yaitu meliputi calon mempelai pria, calon mempelai wanita, wali nikah, saksi, dan ijab qabul. Dalam hukum adat tidak diatur pencatatan perkawinan, untuk menunjukkan seseorang sudah menikah ialah dengan adanya pelaksanaan upacara adat dan telah terpenuhinya semua rukun dan syarat pernikahan. (2) Hukum Perkawinan Islam, di zaman Belanda diterapkan yang namanya Compendium Freijer, yaitu hukum yang merujuk pada ajaran Islam dimana mengatur mengenai perkawinan dan hukum waris. Peraturan pencatatan perkawinan dapat dibagi menjadi dua macam yaitu a) Tidak mengatur pencatatan pernikahan seperti yang diatur dalam Compendium Freijer, hukum Islam masa Deandels 1800-1811, hukum Islam masa T. S. Raffles 1811-1816, R/Stbl. 1885 No. 2, dan IR/Stbl. 1925 No. 416. b) Mengatur pencatatan perkawinan, seperti yang diatur dalam RO Perkawinan Tercatat, Undang-undang No. 22 Tahun 1946, dan UU No. 32 Tahun 1954. (3) Hukum Perkawinan KUHPerdata (BW), sistem hukum perkawinan BW mengatur pencatatan perkawinan seperti yang terdapat dalam 50 BW dan 52 BW. Alat bukti dalam sistem hukum perkawinan BW adalah surat nikah seperti yang diatur dalam Pasal 100 BW, ada juga alat bukti lainnya yang diakui Hakin jika bukti lain telah hilang seperti yang diatur dalam Pasal 101 BW. Selanjutnya yang termasuk kedalam pencatatan perkawinan setelah lahirnya UU Perkawinan, pada tanggal 2 Januari 1974, UU No. 1 menjadi UU tentang pernikahan. UU ini merupakan rancangan UU pernikahan yang diajukan pada 22 Desember 1973 oleh pemerintah kemudian ke rapat umum DPR RI. Sebagai pelaksanaan keputusan Pemerintah No. 9/1975 untuk implementasi UU No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Terdapat latar belakang terciptanya UU tersebut, Pembaharuan hukum adalah upaya menegakkan satu ketentuan yang bersifat nasional dan berlaku bagi semua warga negara. Meskipun ide reformasi hukum pada dasarnya bertujuan untuk mempertimbangkan emansipasi tuntutan masa kini dan penetapan status suami istri masa kini berlaku sama dalam hak dan kewajiban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun