Mohon tunggu...
Rubiya Zanuar
Rubiya Zanuar Mohon Tunggu... Administrasi - Administrasi

Buadu, ibu-ibu anak dua yang suka menulis apa saja.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Tantangan Menjadi Ibu Sambung

10 Juli 2022   17:29 Diperbarui: 10 Juli 2022   18:52 1966
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menikah dengan orang yang sudah memiliki anak otomatis menjadi "hal menantang" untuk mengasuh anak-anak tiri.

jangankan anak tiri, anak yang dikandung dan dilahirkan sendiri saja sudah terbayang betapa tidak mudah bukan,

saya menggunakan istilah Ibu sambung disini untuk menggantikan kata  ibu tiri. ya,entah kenapa konotasinya terdengar lebih baik saja.

Saat saya memutuskan untuk menikah dengan suami yang notabene adalah mantan pacar saat sekolah dan sudah pernah menikah, Saya paham bahwa resiko besar ada didepan mata karena otomatis saya menikahi "beberapa orang" sekaligus. Suami dan anak-anaknya, Yap bukan hanya satu anak namun, ada dua anak sambung saya.

Bagi saya sendiri sosok ibu selain ibu kandung bukanlah hal baru, karena saya juga mempunyai seorang ibu tiri (bukan ibu dengan konotasi penyambung sosok ibu ya he he he). Namun hal tersebut itulah yang menjadi pengalaman berharga saya dimasa lalu untuk saya implementasikan di masa sekarang. Bukan hal yang sulit jika yang diasuh adalah anak under lima tahun, dan menjadi hal yang tidak mudah saat anak sambung itu sudah mulai beranjak remaja dengan penalaran mereka sendiri dan banyak hal yang sudah terekam dalam memory.

Saya dengan dua puluh empat tahun mempunyai seorang ibu tiri  saja masih agak terkejut saat benar-benar menjadi ibu asuh bagi anak-anak sambung saya. anak saya yang beranjak remaja mempunyai pola hidup yang berbeda dengan saya dimasa kecil. 

Dimana saya harus mereset  habbit dia untuk bisa lebih terarah dengan didikan sesuai kaidah yang njawani selaku background kehidupan kami sehari-hari . Apalagi, saat ini penggunaan gadged dikalangan anak-anak membuat mereka menjadi lebih malas dalam beraktifitas.

Awalnya saya benar-benar kewalahan dengan pola hidup anak nomor satu ,gadis yang beranjak remaja ini berusia hampir  sepuluh tahun, mempunyai mindset tersendiri tentang apa itu kegiatan sehari-hari. tentu,beberes rumah bukan salah satunya. Setiap hari dia bisa berkutat dengan ponselnya seharian penuh dan berlanjut dihari-hari yang akan datang.

Stress? sudah pasti. 

Menasehati? jelas sudah dilakukan

Jika ada yang bertanya "kenapa tidak mendiskusikan dengan ayahnya?" sudah jelas saya lakukan. Namun, suami saya bukanlah ayah yang bisa sabar menghadapi hal-hal yang terlalu sering diulang dan terkesan menyepelekan. Bagi saya cara  dia menegur anak  terlalu keras. ada istilah "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya". hal tersebut tidak berlaku bagi hubungan ayah dan anak ini. 

Ayahnya cukup disiplin menjalani kehidupan sehari-hari. Itulah alasan saya jarang membahas hal  sederhana tersebut kepada ayahnya. Bagi saya justru ini tantangan mampukah saya menjadi ibu yang bisa mengasuh anak-anak saya dengan baik dan benar.

Saya tidak bermimpi bisa menjadi seperti Bunda Ashanti. Saya menerapkan cara sendiri dengan metode "ala saya" untuk mengatasi anak sambung agar menjadi lebih baik dari versi dia sebelumnya.

contoh sederhana habbit  luar biasanya dia yang perlu diperbaiki adalah kebiasaan mandi.

Anak saya sangat sulit bertanggung jawab bagi diri dia sendiri,salah satunya adalah mandi. karena sedari kecil dia berada dilingkungan yang memanjakan dia, saya baru bisa berhenti memandikannya saat usianya tujuh tahun. kenapa? karena dia bisa seharian tidak mandi tanpa disuruh. sungguh membuat hati bergemas ria. Bahkan sampai dengan saat ini hampir setiap hari saya harus menyuruhnya mandi.

bisa dibayangkan bukan bagaimana keseharian saya, untuk satu persoalan sepele saja harus diucapkan berulang-ulang.

apa yang saya lakukan?

sederhana saja. Jangan Bosan !

saat menikah dengan suami saya berkomitmen untuk mencintai bagian dari kehidupannya, apapun itu.

hobbynya,kemalasannya,kegigihannya,orang tuanya,dan tentu anak-anaknya.

  • Bangun bounding terhadap anak setiap hari. kata setiap hari disini dalam arti yang benar-benar setiap hari dilakukan.

  • Pahami yang mana kebutuhan dan keinginan anak yang harus didahulukan.

  • Berdiskusi dengan anak saat anak memasang raut wajah tidak suka dengan perintah kita , tanyakan pada anak kenapa dia tidak suka melakukannya, dan beri dia waktu untuk dia menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan.

  • Jadi pendengar yang baik terhadap semua yang dia ceritakan. case anak saya ,dia sangat suka menceritakan apapun dan bahkan ha-hal yang tidak penting disaat yang sangat tidak tepat. saat itu terjadi saya selalu memberikan pengertian kepadanya dengan berkata 
  • " kak,mamah sedang bekerja,bisa dilanjutkan nanti?" kalimat ajaib itu sangat mempan saya ucapkan disaat-saat saya sedang tidak ingin diganggu tanpa menyakiti hatinya.

  • Pelajari pola hidup anak sebelum hidup bersama kita selaku ibu sambungnya. Hal itu memudahkan diri sendiri untuk tau harus bagaimana menyikapi perilaku anak dimasa sekarang.

  • Dan saat saya benar-benar marah saya akan ajak dia untuk duduk bersama dan saya ungkapkan apa yang membuat saya marah, lalu saya jelaskan kenapa  melakukan itu untuknya. terkadang itu akan berakhir dengan tangisan darinya dan kuselesaikan dengan memeluknya atau sedikit menyetuh kepalanya untuk menangkan dia.

Saya sering menyelipkan cerita saat mempunyai ibu tiri guna memancing reaksi dia, atau sekedar cerita-cerita yang menggelitik dia untuk bertanya dan saya sisipkan banyak nasehat didalamnya.

Apakah itu terbukti bermanfaat? sudah pasti.

Sumber: Gallery Rubi
Sumber: Gallery Rubi

Hal-hal yang saya terapkan itu membuat anak pertama saya menjadi lebih dekat dengan saya, menceritakan banyak hal, meminta apapun yang dia inginkan bahkan selalu dengan saya bukan dengan ayahnya dia meminta dan yang pasti dia sudah banyak berubah. walaupun,masih  setiap hari saya harus mendikte apa yang seharusnya dia lakukan sedari bangun tidur hingga seharian.

Konsep menjadi ibu sambung seperti malaikat saya rasa itu hanya ada dalam dongeng. akan ada waktunya sebagai ibu kita diam saat marah dan tidak ingin berdebat. sederhananya kita dengan ibu kandung saja sering berselisih paham apalagi ini dengan anak yang hidup jadi satu saat usia dia sudah beranjak remaja.

Kuncinya hanya dua Sabar dan Jangan bosan.

Bagi saya sendiri membesarkan dan mengasuh mereka seperti anak kandung adalah kewajiban saya yang sudah diamanahkan Tuhan tanpa menghilangkan sosok ibu yang melahirkannya.  terlepas bagaimana mereka nanti, ataukah tumbuh dengan pilihan mereka sendiri, yang terpenting saya sudah mengasuh,  mendidik dengan baik,memeberikan fasilitas yang dia butuhkan dan tidak acuh hanya karena mereka sulit diatur. 

Pada dasarnya anak sambung ataupun anak kandung, mereka sama-sama anak yang harus disayangi layaknya bagian dari diri kita sendiri.

Rubiya Zanuar , 10 Juli 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun