Mohon tunggu...
Sinna HeĀ®manto
Sinna HeĀ®manto Mohon Tunggu... -

the challenge-Ā®

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[SRINTIL] Kungyan Seksi

25 Agustus 2014   06:55 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:38 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

[caption id="" align="alignnone" width="480" caption="Ilustrasi doc.pri"][/caption] Oleh: Sinna Hermanto Aku masih ingat ketika pertama kali ia menginjakkan kaki di rumah ini. Saat itu adalah malam perpisahan Zai-Zai yang akan kembali ke dunia sekolahnya di London sana. Biasanya, Zai-Zai menghabiskan liburan musim panas dengan mencari kerja paruh waktu di warung cepat saji. Tapi khusus kali ini, ia ditenggelamkan dalam kesibukan di kantor maminya. Dengar-dengar, Zai-Zai studi akuntansi. Sepertinya hal itu dipengaruhi oleh keluarga ini yang memang mendirikan jasa akuntasi di sebuah gedung menjulang di tanah Bauhinia ini. Sesekali mami mengajakku ke sana. Toh aku punya ruangan khusus. Makanya sedikit-sedikit aku tahu tentang kantor mami. Aku juga sering diajak jalan-jalan di taman dekat kantor. Kan aku anak kesayangan mami. Di tengah asiknya makan malam perpisahan itu, mami pulang kantor dengan seorang perempuan asal Indonesia. Sepertinya perempuan ini yang akan menggantikan Siti. Siti adalah kungyan(1) di rumah ini yang semenjak empat tahun terakhir mengurusku. Mami pun mengenalkan sosok pendatang itu. Ia bernama Srintil. Aku mendengar bagaimana susahnya lidah Zai-Zai, papi dan mami sendiri ketika menyebutkan namanya. Lebih mudah menyebut kungyan lama, Siti. Siapa tadi? Si-lin-tail? Melihatnya sekilas, tubuhnya padat berisi. Dadanya penuh. Tipe kulitnya terang meski baru datang dari Indonesia. Wajahnya cantik. Kalau senyum, ada ada lesung di pipi kirinya yang gembil eh ā€¦ cubby. Secara keseluruhan, ia nampak lucu nan seksi. Mata papi mencuri-curi pandang. Papiii ā€¦ kamu ketahuan! * Tiga tahun itu bukan yang sebentar loh. Lihat dan perhatikan, tubuhku jadi sedikit besar. Kerja Si-lin-tail eh Srintil makin cekatan. Penampilannya aduhai. Kalo musim panas seperti bulan Agustus macam begini, ia sering pakai hot pant atau you-can-see. Ia terlihat lebih seksi. Mami tidak peduli. Toh mami suka memberi kebebasan penuh kepada kungyannya. Yang penting kungyannya itu mampu merawatku sepenuh hati dan melakukan pekerjaan rumah dengan beres, mami sudah munyi(2). Hal ini dilakukannya lantaran mami tidak memberi libur seminggu sekali tetapi menggantinya dengan uang lembur. Lain mami lain papi. Papi makin berani. Sesekali ia menowel bokong Silintail yang seksi. Silintail hanya menghindar dan menjauh dari jangkauan papi. Tapi papi memang suka begitu. Sama Siti juga begitu, dulu. Hingga suatu hari Silintail terlibat adu cekcok dengan mami. Hal ini dipicu oleh ulah Silintail yang ji ba ji wai(3). Akhir-akhir ini Silintail melakukan sembahyang di kamar Zai-Zai, berkali-kali. Zai-Zai adalah lelaki dewasa yang telah menginjak usia 20. Riskan. Kenapa Silintail melakukan ini? Padahal mami sudah menyediakan kamar khusus untuk kungyannya itu. Kamar tersebut dilengkapi dengan kamar mandi. Kamar Silintail lebih lebar dari kamarku. Aku iri. Yang membuat mami geregetan adalah ketika tanpa sengaja mami melihat dompet Silintail tergeletak di meja kamarnya. Mami membukanya. Di dalamnya ada foto Zai-Zai. * Sejak sebulan terakhir, Silintail enggan kemana-mana. Untuk urusan belanja kini menjadi tugas papi. Bahkan turun ke lantai dasar yang terhubung dengan jalan raya untuk pergi ke laundry pun Silintail enggan. Kenapa? Di rumah, Silintail makin malas bekerja. Di mana-mana kotor. Rambutku yang rontok tercecer di mana-mana. Semula aku senang dengan keadaan ini. Berarti Silintail punya banyak waktu untuk bermain-main denganku. Tapi nyatanya tidak. Ia sering menutup diri, mengunci pintu. Aku menunggunya membuka daun pintu. Ketika kesempatan itu datang, aku menyelinap masuk ke kamarnya. Kulihat ia terduduk di lantai sambil menyandar di ranjang. Matanya sembab. Sisa air mata masih meleleh di pipinya. "Bobby, aku ... " Matanya kembali berair. Tangan kirinya megelus kepalaku lalu memelukku erat. "Papi meniduriku." Aku mencakar Silintail. *** Catatan: 1. pekerja/ pembantu 2. puas 3. seenaknya sendiri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun