Terlebih tahun ini menjadi tuan rumah Asian Games, mau tidak mau Praven/Melati, Ricky/Debby dan Hafiz/Gloria harus menunjukkan kemampuan terbaik bahkan merebut gelar di beberapa turnamen kedepan. Pasalnya, dari 3 pasang itu akan dipilih 1 ganda campuran yang akan mendampingi Tontowi/Liliyana di Asian Games 2018 mendatang.
Fakta unik lainnya adalah bagaimana seorang Liliyana Natsir masih dibuat penasaran karena belum pernah menjadi juara di turnamen yang diadakan di Istora Senayan bersama Tontowi Ahmad. Tahun lalu Indonesia Open berpindah ke JCC dan mereka bisa meraih gelar setelah Indonesia Open sebelumnya yang bertempat di Istora berakhir tanpa gelar.
Ketika jurnalis bertanya apakah itu kutukan Istora, maka Tontowi mengatakan, "Saya tidak percaya mitos-mitos ya. Tadi itu mereka benar-benar lebih baik saja." Liliyana Natsir pun juga berkomentar, “Satu lagi ya. Kami sudah pernah juara di Istora, SEA Games 2011. Walaupun hanya level ASEAN ya tapi kita juara juga. Jadi tidak ada ya kutukan kutukan. Nanti Asian Games di Istora lagi, doakan kami tampil maksimal dan bisa menangkan medali emas.”
Kalahnya Tontowi/Liliyana dari Siwei/Huang dan Greysia/Apriyani dari Misaki/Ayaka setidaknya tidak perlu menjadi kesedihan yang berlarut. Masih ada waktu untuk kembali meningkatkan kualitas, teknik dan skill sebelum Asian Games 2018 berlangsung. Ya, setidaknya kalah mereka menjadi sebuah pelecut semangat agar semakin giat berlatih dan bisa membalas kekalahan di turnamen penting lainnya sekelas All England, Kejuaraan Dunia, Indonesia Open, dan Asian Games 2018.
"Kami masih meraba-raba saja di pertandingan tadi. Kami sudah nonton videonya namun saat bertemu langsung tentu beda. Sempat kaget juga tadi cepat banget. Siwei Siwei sangat percaya diri. Mungkin juga karena dia sangat jarang kalah jika bermain dengan Huang Yaqiong. Untuk Asian Games, kami punya misi untuk balas dendam dengan mereka jika bertemu lagi di depan publik Istora." Liliyana Natsir.
Duel Sengit "Minions" vs Li Junhui/Liu Yuchen
Selalu menarik memang sajian pertandingan Kevin/Gideon untuk ditonton. Pada partai final melawan pemain jangkung dari Tiongkok, Li Junhui/Liu Yuchen selalu penuh dengan "provokasi", seperti keengganan mengganti suttlecock, tatapan tajam ke lawan dari depan net dan gerakan pura-pura memukul suttlecock yang sudah out. Puncaknya adalah ketika Kevin merasa dicurangi wasit karena sudah jelas-jelas suttlecock mengenai raket Li Junhui sebelum keluar namun wasit mengatakan bola out. Match sempat jeda yang cukup lama karena Kevin/Gideon merasa dicurangi. Bahkan pihak BWF dan coach Herry IP sempat mendekat ke wasit untuk meminta klarifikasi. Namun, sepertinya wasit memang tidak bisa merubah keputusan. Untung saja bukan disaat poin-poin krusial karena saat itu Kevin/Gideon sudah unggul jauh 18-9.
Meskipun belum mendapatkan empat gelar, namun dua gelar sudah raihan yang sangat bagus sekaligus juara umum. Sebagai penggemar bulutangkis bukan menjadi sebuah hal etis untuk membully. Raihan 2 gelar adalah hasil yang cukup baik. Tugas kita hanya mendukung baik melalui teriakan, doa atau juga tulisan. Apalagi di Indonesia Masters 2018, banyak pemain luar negeri sudah mengakui kekompakan dan keramahan supporter Indonesia. Kalau masalah suporter bulutangkis, Indonesia memang juaranya begitu pun atlitnya harus juara!
Saya senang dengan fans di Indonesia. Mereka adalah pahlawan bulutangkis, mereka supporter terbaik yang ada,” puji Chou Tien Chen, Tunggal Putra Taiwan semifinalist Indonesia Masters 2018 setelah dikalahkan Ginting itu.