Melihat sejarah tersebut, unik melihat respon masyarakat Indonesia begitu memuja heroisme Turki bagi perjuangan Palestina. Turki tiba-tiba vokal dan kritis terhadap dunia Islam pada umumnya dan Arab pada khususnya, turki berkelakar bahwa negara-negara Islam diam, tidak berbuat banyak dan mendorong agar dunia Islam lebih tegas pada Israel sebagai wujud dukungan bagi Palestina.
Lalu apakah negara Arab dapat menerima kritik dari Turki, sungguh sebuah paradoks ketika Turki mengkritisi negara Arab, disatu sisi Turki menikmati bulan madu selama puluhan tahun dengan Israel. Dalam sejarah berdirinya negara Israel, bangsa Arab mengorbankan ribuan nyawa dalam rangkaian perang Arab-Israel meski harus menelan pil pahit kekalahan. Dan disaat yang sama, tidak ada satu tantara Turki yang gugur dan satu peluru Turki terlontar dalam perang Arab-Israel untuk membebaskan Palestina.
Dan kini, melihat Turki yang menikmati hubungannya dengan Israel, negara-negara Arab berpikiran sama, meski terjalin rahasia, bahwa menjalin hubungan dengan Israel adalah keuntungan ditengah panasnya stabilitas Timur Tengah. Tidak heran ditengah penindasan Israel terhadap Palestina, The Jerusalem Post memberitakan petinggi militer dan pangeran-pangeran Arab Saudi rutin mengadakan pertemuan dengan Israel. Dalam agenda tersebut tentunya tidak membahas Israel sebagai musuh bersama negara-negara Arab, namun membahas bahwa meluasnya pengaruh Republik Islam Iran adalah musuh Bersama bagi Arab Saudi dan Israel.
Turki "Sindir" Indonesia
dalam konteks ini, penulis meyakini bahwa kritik tersebut lebih spesifik ditujukan bagi negara timur Tengah, namun dalam nuansa romantisme Turki sebagai pahlawan Palestina, netizen terbuai dengan ketegasan Turki terhadap Israel, dan mengidentikan bahwa kritik tersebut ditujukan bagi Indonesia. Secara geopolitik Indonesia tidak memiliki kepentingan dan keuntungan dalam konflik Israel-Palestina. Namun sesuai dengan amanat undang-undang bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, dan pada posisi inilah Indonesia berkepentingan terhadap kemerdekaan Palestina.
Namun apakah Indonesia mampu menjadi pionir dalam kemerdekaan Palestina? Hal ini tentu saja sangat tidak mungkin, dimana disaat yang sama negara-negara Arab yang bersinggungan secara geopolitik tidak menjadikan Palestina sebagai agenda utama luar negerinya, bagaimana Indonesia dapat berpartisipasi secara optimal.Â
Pertanyaan berikutnya, apakah Indonesia dapat menjembatani perdamaian antara Israel-Palestina? hal kembali sangat sulit dijawab Indonesia, pertama bahwa Israel sendiri akan menolak Indonesia karena tidak ada hubungan diplomatik dan dianggap tidak netral, dan kedua, bahwa kekuatan besar Kwartet Timur tengah yang terdiri dai PBB, Amerika, Rusia dan Uni Eropa sampai saat ini masih mandul dalam mewujudkan perdamaian Israel-Palestina.Â
Hingga akhirnya, Indonesia hanya memberikan dukungan politik, moral, bantuan infrastruktur dan sosial bagi Palestina. Lalu, dalam mengimplementasikan amanat undang-undang bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa, Indonesia sudah menerapkan win win solution, bahwa Indonesia tidak akan mengakui dan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, sebelum Palestina Merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota negara Palestina masadepan. Dengan demikian sikap Indonesia lebih mulia dibandingkan Turki, karena Indonesia tidak mengakui eksistensi penjajah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H